Tepas

Sabtu, 18 Desember 2010

PAMALI

PAMALI!! "What the hell, apaan sih? Jadul banget sih, pakai pamali pamali segala. Kayak Orang tua jaman dulu ajah!"

Ya, mungkin itulah cerminan kata yang biasa diucapkan seupama ada seseorang yang berucap dibarengi oleh kata Pamali contohnya, "Ulah diuk dilawang panto, bisi jauh ti jodo" (jangan duduk di pintu, nanti jauh dari jodoh) padahal kalau di logika kan, kalau duduk di pintu itu bukan jauh dari jodoh tapi menghalangi orang yang hendak masuk. seperti itu sinopsisnya.
PAMALI, Wah, mulai berimajinasi tentang kata itu. Pamali, yah pamali, kata itu pasti selalu melekat pada setiap insan dari Suku Sunda atau bahkan dari Suku Lain yang besar hidup dan mati atau dalam bahasa sunda, hirup kumbuh, hurip jeung hirup di tatar Sunda. Pamali, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kalian akan menemukan kata Pemali yang artinya adalah pantangan atau larangan berdasarkan adat. Sedangkan dalam Kamus Basa Sunda kalian bisa mencari di kata Pamali yang artinya adalah “larangan sepuh anu maksudna teu meunang ngalakukeun hiji pagawean lantaran sok aya matakna”. Bisa menerjemahkannya? Ok, saya terjemahkan. Kurang lebih seperti ini “Larangan orang tua yang maksudnya adalah tidak boleh melakukan satu pekerjaan yang akan ada akibatnya”. Atau untuk menerjemahkan maksud kata – kata itu adalah, pamali merupakan sebuah larangan untuk melakukan atau mengucapkan sesuatu yang berakibat buruk bagi diri dan lingkungannya. Jika dilanggar, biasanya berhubungan dengan rizki, jodoh, keturunan dan keselamatan.

Pamali adalah Tradisi Lisan Khas Suku Sunda. Tradisi lisan seperti itu pernah dikenal dalam budaya lisan leluhur Sunda. Bahkan hingga kini masih ada sebagian masyarakat yang "percaya" terhadap tradisi lisan tersebut. Kalangan leluhur Sunda menyebut petuah-petuah seperti itu dengan satu kata yaitu "pamali". Kata pamali digunakan untuk mengatakan segala sesuatu yang bersifat tabu, jangan sekali-kali kita menanyakan mengapa ia bisa disebut pamali.

Pamali, biasanya berhubungan dengan sebuah kata lainnya yaitu Mitos, yang dianggap sebagian orang sebagai cerita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya berdasarkan rasio dan logika manusia, karena mitos adalah kumpulan cerita atau hal-hal yang dipercayai secara turun-temurun oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.

Maka Mitos dianggap memiliki hubungan tertentu dengan kehidupan manusia di masa sebelumnya. Banyak orang tua yang sampai sekarang masih memegang teguh kepercayaan mereka tentang kebenaran sebuah mitos.

Tentu ada alasan yang kuat dibalik mitos yang mereka percayai itu. Alasan itu bisa merupakan hal yang sebenarnya atau hanya karena mereka sudah terbiasa hidup dengan mitos tersebut. Kadang-kadang kata pamali dan mitos jauh lebih ampuh dibanding dengan hukum atau aturan udang-undang. Jika kita telusuri alasan dibalik kata pamali, memang ada pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya.

Ada lagi sebuah kata yang erat dengan kata "pamali" dan "mitos", yaitu adat yang berasal dari Bahasa Arab. Adat artinya segala hal yang senantiasa tetap atau sering diterapkan kepada manusia atau binatang yang mempunyai nyawa.

Kata adat dipergunakan untuk menghaluskan perbuatan, perlakuan, yang membuat kebaikan dengan orang lain, yang sama adatnya dan tata cara pada umumnya. Dalam Bahasa Sunda ada istilah "kuat adat batan warah, ucing nyandingkeun paisan", yang artinya lebih kuat adat daripada pendidikan, seperti kucing mendampingi ikan, sebab pendidikan yang datangnya baru, walaupun sudah melekat dalam hatinya, kadang-kadang dilanggar, dan kembali lagi kepada adat kebiasaan asal yang dibawa secara kodrati.

Salah satu contoh kehidupan yang hingga kini masih memegang teguh kata-kata pamali, mitos dan adat, adalah komunitas Kampung Naga, Tasikmalaya. Salah satu keunikan Kampung Naga adalah pola hidup penghuninya, yang di jaman kini jarang ditemukan di daerah lain, yakni kehidupan yang selaras dengan alam.

Banyak di antara peneliti yang penasaran ingin mengetahui, apa rahasianya sehingga warga Kampung Naga mampu menjaga dengan baik hutan mereka, tanaman dan air yang ada di wilayahnya. Salah seorang sesepuh masyarakat di Kampung Naga, menyebut satu kata, yaitu: Pamali, itulah kata kuncinya.
Segala sesuatu yang dilarang untuk dilakukan di Kampung Naga berawal dari sebuah kata kunci tadi. Bagi masyarakat Kampung Naga, pamali merupakan larangan melakukan sesuatu yang dianggap tidak baik. Larangan itu berasal dari pemimpin dan nenek moyang mereka sebelumnya. Itu dipercaya serta dipatuhi oleh warga secara turun temurun hingga sekarang.

Pamali mengambil ikan dengan racun, pamali mengotori air sungai dengan sabun, pamai menebang pohon di hutan, merupakan beberapa contoh larangan yang diterapkan komunitas Kampung Naga. Orang Kampung Naga banyak sekali menggunakan kata pamali, mulai dari hal yang sepele sampai hal-hal yang besar. Dengan kata mujarab pamali inilah orang-orang di Kampung Naga menjaga kelestarian lingkungan hidupnya sampai ratusan tahun.

Tidak ada peringatan dilarang menebang pohon di tempat itu, tidak ada rambu larangan membuang sampah ditempel di pinggir sungai. Di sana memang tidak ada aturan tertulis, semuanya hanya diketahui dari mulut ke mulut. Menurut sesepuh Kampung Naga, sejak kecil anak-anak di sana sudah tahu apa-apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dilakukan. Pengetahuan itu di dapat dari orang tua, kakek dan nenek mereka secara turun temurun.

Uniknya lagi, meski tidak ada peraturan yang jelas dan tertulis, tami semua orang menjadi patuh dan taat. Dengan peraturan pamali di Kampung Naga, tidak ada yang perlu ditanyakan lagi. "Kita tidak boleh bertanya lagi kenapa itu dilarang."
Ketaatan kepada pemimpin juga tak bisa ditawar-tawar. Sebagai masyarakat tradisional, orang Kampung Naga sangat patuh kepada pemimpinnya. Pemimpin dianggap orang suci yang memiliki kharisma.

Unsur kepercayaan banyak berpengaruh dalam interaksi sosial suatu kelompok masyarakat. Bahkan, unsur kepercayaan ini dapat menjadi ciri khas (tipikal) suatu masyarakat dalam melakukan interaksi sosial dan cara-cara masyarakat berkomunikasi. Hal ini mempengaruhi pula pola pikir suatu masyarakat tradisional bahkan masyarakat yang modern peradabannya. Kepercayaan tidak dapat dipisahkan dari nilai. Jika kepercayaan bersifat kognitif, maka nilai bersifat evaluatif.

Kepercayaan merupakan suatu pandangan-pandangan subyektif yang diyakini individu, bahwa suatu obyek atau peristiwa memiliki karakteristik-karakteristik. Budaya sangat memainkan peranan penting dalam membentuk suatu kepercayaan di tengah-tengah masyarakat. Kepercayaan dan nilai yang diyakini memberikan kontribusi bagi pengembangan isi sikap, yang kemudian diekspresikan dalam peristiwa komunikasi.

Jika kata "pamali" begitu diyakini "kebenarannya" oleh (katakanlah) sebagian masyarakat Sunda, karena ia merupakan sebuah tradisi budaya lisan leluhur Sunda, maka tentu boleh-boleh saja, jika kata-kata "pamali" mewarnai setiap himbauan atau larangan kepada masyarakat. Misalnya: "Pamali, membuang sampah di sembarang tempat", "Pamali, berjualan di tempat-tempat terlarang". "Pamali merokok di tempat umum", dan pamali-pamali lainnya. Tidak ada lagi pertanyaan: Mengapa tidak boleh ini dan mengapa tidak boleh itu. Karena jawabannya cukup satu kata: "Pamali!".

3 komentar: