Tepas

Selasa, 27 September 2011

Pencak Silat sebagai Budaya Lokal yang Membangun Sifat Nasionalisme

Indonesia dengan keragaman budaya dan bahasa. Saling terkaitnya budaya daerah yang sudah memuncak, semakin membuat Indonesia kaya akan budaya. Baik budaya nasional maupun budaya daerah atau lokal. Beberapa ahli seperti E. B. Taylor menyebutkan, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Secara umum, biasanya budaya disebut pula kebudayaan. Padahal kebudayaan itu asalnya kembali ke kata budaya. Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi-daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sendiri asalnya dari bahasa Sansekerta buddayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi dan akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Belanda diistilahkan dalam kata cultuur, dalam bahasa Latin, berasal dari kata colera.
Mengingat budaya, pasti ingatan kita akan meruncing kepada sesuatu hal yang sifatnya tradisional. Lalu apa definisi tradisional itu? Tradisional adalah aksi dan tingkah laku yang keluar alamiah karena kebutuhan dari nenek moyang yang terdahulu. Sedangkan tradisi adalah bagian dari tradisional namun bisa musnah karena ketidakmauan masyarakat untuk mengikuti tradisi tersebut.
Lalu apakah budaya lokal yang sifatnya tradisional itu memiliki peran dalam nasionalisme? Tentu ada, nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Dalam nasionalisme, terdapat bentuk nasionalisme budaya. Yaitu sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya “sifat keturunan” seperti warna kulit, ras dan sebagainya.
Budaya lokal yang sifatnya tradisional dalam membangun sifat nasionalisme yang akan dibahas di makalah ini adalah Seni Bela Diri atau biasa disebut Pencak Silat. Pencak Silat atau silat adalah suatu seni bela diri yang berasal dari Asia Tenggara. Seni bela diri ini secara luas dikenal di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Filipina Selatan dan Thailand Selatan sesuai dengan penyebaran suku bangsa Melayu Nusantara. Berkat peranan pesilat Indonesia pulalah saat ini Vietnam juga memiliki pesilat-pesilat tangguh.
Pencak silat adalah suatu metode beladiri yang diciptakan oleh bangsa Indonesia guna mempertahankan diri dari bahaya. Bahaya yang mengancam keselamatan dan kelangsungan hidupnya. Sebagai suatu ilmu/metode beladiri yang lahir dan berkembang di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat bangsa Indonesia pencak silat sangat dipengaruhi oleh falsafah, budaya, dan kepribadian bangsa Indonesia
Menurut Pengurus Besar Persatuan Pencak Silat Indonesia (IPSI) mendefinisikan “pencak silat adalah hasil-hasil budaya manusia Indonesia untuk membela, mempertahankan eksistensi dan integritas terhadap lingkungan hidup, alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna peningkatan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan seluruh nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal muasalnya belum dipastikan. Asal mula ilmu bela diri di nusantara ini kemungkinan berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang menggunakan parang, perisai, dan tombak.
Pencak Silat di Jawa Barat biasa juga disebut Maénpo. Bermula dari nama desa di Cikalong Kabupaten Cianjur pencak silat Cikalong tumbuh sangat pesat dan disebut sebagai “Maénpo Cikalong” atau “Pencak Silat Cikalong”. Cianjur sendiri disebut sebagai daerah pengembangan kebudayaan Sunda seperti: Kacapi Suling Cianjuran, Klompen Cianjuran, Tembang Cianjuran dll.
Cikal bakal maénpo diajarkan oleh keluarga bangsawan Rd. H. Ibrahim yang dilahirkan di Cikalong 1816 dan wafat 1906 dimakamkan di desa Majalaya Cikalong Cianjur. Sebelum menunaikan ibadah haji nama beliau adalah Rd Djajaperbata yang memiliki ciri-ciri: tubuh pendek, berbadan kekar, tangannya lancip, keningnya lebar, berwatak keras dan pemberani.
Jika berlatih/menghadapi lawan selalu waspada dan lebih suka menggunakan bertahan. Teknik serangan yang digunakan selalu diawali dengan hindaran lalu dilanjutkan serangan beruntun tangan dan kaki. Beliau tidak saja mahir bermain dengan tangan kosong, melainkan juga dengan senjata gobang “Salam Nunggal” menjadi favoritnya.
Pencak silat di Jawa Barat biasanya dilengkapi sebuah Goong Bendé dan alat tiup Tarompet, biasa disajikan dalam iringan musik yang disebut Kendang Penca. Fungsi dari musik Kendang Penca ini yaitu untuk mengiringi penampilan gerak-gerak jurus silat dan kembangannya yang telah ditata dalam bentuk tarian (ibingan) silat lazim.
Pergelaran Pencak silat dimulai dengan acara perkenalan seluruh para penari silat yang akan tampil diberi nomor urut penampilan sesuai dengan nama dan tarian silatnya. Penari silat pertama masuk ke arena pentas. Ditengah-tengah arena pentas pesilat memberi hormat kepada para penonton di antaranya dengan cara membungkukkan badan sambil menundukkan kepala dan meletakkan kepalan tangan kanan dan telapak kiri di depan dadanya. Disini menunjukkan bahwa dalam pertunjukan Pencak Silat yang dilakukan sendiri, bukan memiliki makna untuk mengajak berkelahi. Namun berfungsi sebagai seni pertunjukkan.
Setelah hormat dan biasanya para penonton memberi tepuk tangan, si pesilat mempersilakan pemusik untuk “nabeuh” atau memainkan alat musik. Biasanya di Jawa Barat sendiri, musik yang digunakan macam-macam. Salah satunya adalah lagu Buah Kawung.
Di dalam perayaan-perayaan kenegaraan baik di tingkat I Jawa Barat maupun di pusat (Jakarta). Pada tahun 1962, dalam Upacara Pembukaan Ganepo, penampilan pencak silat pernah dibawakan oleh 200 pesilat.
Pada hakikatnya, budaya lokal pencak silat yang berkembang di Indonesia khususnya Jawa Barat memiliki pakaian rapi yang mengisyaratkan kesederhanaan dalam berperilaku yang memiliki maksud membangkitkan sikap siapapun bisa membela tanah air tanpa memandang kostum kehidupan yang dikenakan. Ketika seorang jago silat mengenakan pakaian silat, baik dia pejabat atau presiden ataupun seorang pengemis, semangat membela negara tetap sama karena persamaan kostum yang dikenakan tersebut.
Pada dasarnya pakaian yang dipakai masih tetap berpola tradisi, yaitu iket kepala, baju kampret khas Jawa Barat dengan warna hitam polos, celana pangsi, ikat pinggang, kain sarung, serta golok. Ikat kepala untuk putri cukup satu lembar kain, terutama untuk mengikat rambut jangan sampai mengganggu gerakan-gerakan jurus.
Istilah-istilah gerak silat yang diambil dari kata sehari-hari diantaranya: Adeg-adeg, Ajeg, Bendul, Besot, Centok, Dengkul, Depok, Gedig, Giles, Guar Jalak Pengkor, Jambret, Kelid, Koset, Kuda-kuda, Lengkah, Limbung, Malik, Mande, Mincid, Najong, Pasang, Pegung/Bendung, Pepeg, Peupeuh, Rengkuh, Rogoh, Selup, Siku, Tangkis, dan Tarik.
Pada perkembangan, musik iringan pencak silat pun kini semakin digemari masyarakat. Lagu-lagu kendang penca banyak disajikan dalam bentuk rekaman kaset. Diantaranya Grup Muchtar Darma Saputra telah banyak merekam lagu-lagu kendang penca dengan tiupan tarompetnya yang khas.
Adapun ciri-ciri umum pencak silat:
1. Pencak silat mempergunakan seluruh bagian tubuh dan anggota badan lainnya untuk membela diri.
2. Pencak silat tidak memerlukan senjata tertentu, benda apapun dapat dijadikan senjata untuk membela diri.
3. Pencak silat lahir dan tumbuh serasi dengan alam sekitar, adat sopan santun masyarakat, watak suku bangsa dan agama yang kesemuanya dalam wilayah Indonesia.
Ciri khusus pencak silat:
1. Sikap tenang namun selalu waspada.
2. Mempergunakan kelincahan, kelenturan, kecepatan, waktu, dan sasaran yang tepat disertai gerakan reflek untuk menguasai lawan, bukan hanya mengandalkan kekuatan dan tenaga saja.
3. Mempergunakan prinsip timbangan permainan posisi lawan dengan pemindahan titik berat badan.
4. Memanfaatkan serangan dan tenaga lawan secara maksimal.
5. Menghemat, menyalurkan tenaga yang minimal.
Rasa nasionalisme yang dibangun dalam pencak silat sebenarnya banyak sekali. Namun yang sangat vital sekali dibangun yaitu:
1. Budi luhur,
2. Cinta damai, dan
3. Tahan uji dalam cobaan.
Berbudi luhur sangat diperlukan dalam membangun nasionalisme sebuah negara. Untuk menyatukan semua masyarakat sebuah negara, kesopanan dan kesantunan dalam bersikap sangat diperlukan.
Cinta damai, dalam pencak silat bukan kekerasan yang didahulukan. Banyak yang berfikir pencak silat adalah pendidikan kekerasan. Namun bukan itu yang diperlukan. Sebenarnya dalam pencak silat bukan kekerasan yang dipakai, bahkan jurus-jurus yang dipakai adalah jurus bertahan. Rata-rata semua gerakan adalah gerakan bertahan. Dan menyerang disaat ada kesempatan. Bukan jurus menyerang dan bertahan disaat ada kesempatan. Itulah mengapa dalam pencak silat terdapat seni. Seni mempertahankan diri, bukan seni menyerang.
Tahan uji dalam cobaan, seorang pesilat diwajibkan untuk tahan terhadap ujian. Baik dalam kehidupan aspek pribadi maupun kemasyarakatan. Pencak silat membangun karakter pesilatnya untuk tahan terhadap cobaan yang akan dihadapi saat dia menjalani pelatihan bahkan setelah dia berlatih atau dalam kehidupan nyatanya. Dia dilatih untuk tahan emosi, tahan fisik dan tahan mental. Bukankah itu yang diperlukan dalam membangun sikap nasionalisme?
Nasionalisme dibangun oleh sifat seluruh masyarakat sebuah negara untuk menyatukan degara dalam satu lindungan undang-undang serta norma yang diturunkan oleh nenek moyangnya. Begitu banyak aliran yang ada di Pencak Silat baik di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Bali, NTT, ataupun Irian Jaya. Namun disaat dia mempertunjukkan seni pertunjukan Pencak Silat, dia tidak akan menyebutkan bahwa itu adalah A atau B atau mungkin X, namun dia akan menjawab, itu Pencak Silat.
Dalam silat pun ada empat aspek yang terkandung, yaitu:
1. Seni,
2. Bela diri,
3. Kejiwaan, dan
4. Olahraga
Seni menurut ahli di Amerika, Munro (1963: 419) seni adalah alat buatan manusia untuk menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain yang melihatnya. Efek tersebut mencakup tanggapan yang berwujud pengamatan. Dalam pencak silat, dipertontonkan seni melangkah, seni berkelit yang dipadu padankan dengan gerakan yang diperindah seperti tarian. Membuat orang yang melihat tidak merasa bosan dalam menonton pertunjukan Pencak Silat.
Bela Diri, seni bela diri adalah pencak silat itu sendiri. Seni bela diri adalah kesenian yang timbul sebagai satu cara seseorang untuk mempertahankan diri. Telah lama seni bela diri ada dan pada mulanya ia berkembang di medan pertempuran. Biasanya seni bela diri itu bukan berasal dari kalangan tentara, namun berasal dari masyarakat awam yang membutuhkan tekhnik mempertahankan dirinya.
Kejiwaan, kejiwaan adalah suatu hal yang bersifat rohaniah atau abstrak. Bukan jasmaniah tubuh atau yang bisa dilihat kasat mata. Kejiwaan lebih kepada sifat psikologi, baik mental, emosi, pikiran dan akal. Dalam pencak silat, kejiwaan sangat penting karena sifat ini yang menentukan akankah kita mempergunakan pencak silat untuk kebaikan atau keburukan.
Olahraga, olahraga adalah aktivitas untuk melatih tubuh seseorang, tidak hanya secara jasmani namun juga pada rohaninya. Sudah barang tentu pencak silat adalah bagian dari olahraga, karena dalam pencak silat penuh dengan gerak tubuh yang memproduksi kelenjar keringat lebih banyak.
Dalam historisasi pencak silat dapat disimpulkan bahwa terdapat dua kategori akar aliran pencak silat, yaitu: Aliran Bangsawan dan Aliran Rakyat.
1. Aliran Bangsawan adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan (kerajaan). Ada kalanya pencak silat ini merupakan alat pertahanan diri suatu negara (kerajaan). Sifat dari pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan umunya bersifat tertutup dan mempertahankan kemurniannya.
2. Aliran Rakyat adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum selain bangsawan. Aliran ini dibawa oleh para pedagang, ulama, dan kelas masyarakat lainnya. Sifat dari aliran ini umumnya terbuka dan beradaptasi.
Dalam sejarahnya, disadari atau tidak peperangan tentunya melibatkan satu ilmu beladiri, betapa para pahlawan perjuangan RI adalah orang-orang yang piawai dalam beladiri. Misalnya: Teuku Cik Ditiro, Imam Bonjol, KH. Zainal Mustafa, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, dan nama lainnya. Ini menunjukkan ulama dan pahlawan nasional adalah perintis oengembang pencak silat di nusantara.
Dimulai dengan adanya kesadaran politik baru pada awal abad XX dan kebijaksanaan Belanda yaitu Etische Politiek, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat berbagai program, khususnya pendidikan. Peningkatan peranan desa dan dibentuknya polisi desa, memiliki pengaruh pada pola pengajaran silat pada masa itu, silat sudah diajarkan di sekolah-sekolah dasar (desascholen), bahkan kalangan yang dekat dengan Belanda seperti Priyayi, Amtenaren, KNIL bahkan Marechausse pasukan khusus Belanda kala itu.
Berjalan dari timbulnya rasa nasionalisme, maka timbul pula pertentangan di kalangan pengajar pencak silat pada saat itu tentang siapakah yang berhak mempelajari silat ini. Kesadaran nasionalisme ini semakin kuat ketika pada tahun 1915 di buka kesempatan untuk mendirikan organisasi politik bagi kaum bumi putra, pengajaran menjadi salah satu materi yang diajarkan setiap organisasi ini. Seperti pada perkembangan awal Syarikat Islam di daerah Jawa yang diikuti oleh berdirinya persaudaraan Setya Hati oleh Ki Ngabehi Suryodiwiryo yang menyebabkan Belanda semakin mengawasi perkembangan perguruan ini karena memiliki pengikut dan murid yang banyak sekali.
Pencak silat khususnya di Jawa pada tahun 40an sangat digemari oleh kalangan pemuda pelajar untuk mempersiapkan kemerdekaan RI, apalagi sesudah pencak silat di tahun 1942 masa Jepang distandarisasi digunakan sebagai program ilmu beladiri yang diajarkan kepada PETA (Pembela Tanah Air), Pasukan pelopor dsb. Jepang memberikan masukan dalam metode pengajaransebelum dimulai terlebih dahulu melakukan “taizo” pemanasan agar tidak terjadi cedera otot. Sejak itulah perguruan pencak silat yang dimotori oleh kalangan pelajar ex PETA, Pasukan Pelopor dan Haiho.
Sistem pengajarannya mengenakan seremonial seperti beladiri Jepang (menghormat, berdoa, dan mulai pemanasan, berlatih dan ditutup dengan seremonial lagi) karena itu berbeda pencak silat sistem pengajarannya antara pencak silat dari Jawa Tengah, Jawa Timur dengan Jawa Barat dan Sumatera Barat.
Pada mulanya bela diri diciptakan dengan meniru gerakan binatang atau fenomena alam yang lain agar dapat melawan binatang yang ganas. Lama-lama pencak silat dibutuhkan oleh manusia untuk mendapatkan status dan kedudukan sosial lewat peperangan antar kelompok, suku, klan, dan kerajaan.
Dalam wujud nasionalisme, seorang pesilat harus menjaga, melestarikan, dan membela nilai-nilai dasar kebudayaan seperti ketekunan, kejujuran, kepahlawanan, kepatuhan, dan kesetiaan. Dalam bentuk baru sebagai pendidikan humaniora.
Dari dulu pencak silat bela diri mempunyai peran hakiki dimasyarakat kita. Kepulauan Nusantara ini, yang didiami berbagai macam suku bangsa dengan karakteristik biologis, sosial, dan kebudayaan yang berbeda-beda, namun mereka sama-sama mempunyai tradisi mempelajari pencak silat sebagai alat pembela diri dalam usaha bertahan, dan menghadapi alam, binatang maupun manusia. Konon, dulu disemua pelosok Tanah Air kita, anak remaja dibekali ilmu pencak silat sebagai persiapan dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup (Maryatno 1998: 17).
Pencak silat yang tumbuh dan berkembang di negara kita ini adalah buah karya manusia, sekaligus pedoman orientasi kehidupan bagi dirinya. Sebagai refleksi dari nilai-nilai masyarakat, pencak silat merupakan sebuah sistem budaya yang saling mempengaruhi dengan alam dilingkungannya, dan tidak dapat terpisahkan dari derap aktivitas manusia.
Bila pada tingkat perseorangan pencak silat membina agar manusia bisa menjadi teladan yang mematuhi norma-norma masyarakat, sedangkan pada tingkatan kolektif atau sosial pencak silat bersifat kohesif yang dapat merangkul individu-individu dan mengikat mereka dalam suatu hubungan sosial yang menyeluruh.
Setelah diselidiki ternyata memang benar banyak masyarakat Indonesia mempelajari bela diri dari Negara tetangga seperti tinju dan yang lainnya. Hal ini diakibatkan merasa gengsi akan budayanya sendiri. Tidak bisa dipungkiri, semakin modern zaman yang dilalui, semakin sedikit saja generasi muda yang senang mempelajari seni beladiri khas Indonesia yang menjadi budaya nasional. Walau sudah diakui oleh internasional, namun generasi muda saat ini seakan menutup mata dari salah satu seni pertunjukan ini.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan warga Indonesia merasa gengsi dengan budaya sendiri, yaitu:
1. Faktor keluarga yang tidak mendidik anaknya atau generasinya mempelajari dan mencintai budayanya sendiri yang mengakibatkan tidak kenalnya anak pada budaya lokalnya.
2. Faktor pergaulan yang misalnya karena seperti pada poin 1 bahwa orang tua tidak mendidik anak untuk mempelajari dan mencintai budayanya sendiri, yang mengakibatkan anak malas untuk mempelajarinya. Ditambah lingkungannya yang sangat berfikir modern tanpa melihat kebudayaan lokalnya.
3. Faktor dari adanya multi media seperti siaran televisi yang menyiarkan segala hal yang tidak mendukung generasi muda dan masyarakatnya untuk mencintai dan mempelajari seni bela diri Pencak Silat ini.
Sangat disayangkan seupama nasib budaya lokal pencak silat ini lambat laun akan hilang dan hanya akan tinggal nama saja. Itu adalah akibat dari tidak pedulinya pemuda atau generasi muda terhadap perkembangan budaya lokalnya sendiri khususnya pencak silat.
Sekarang coba kita fikirkan kembali ketika kejuaraan Pencak Silat ada di Sea Games atau Asian Games, betapa sesaknya hati ketika mendengar bahwa tim dari Indonesia harus bertekuk lutut ke negara serumpun semisal Vietnam dan Malaysia. Guru, sesepuh, dan pendekar yang tinggal dan menetap di negara-negara tersebut memang sangat difasilitasi kesejahteraan yang lebih baik dengan imbalan mereka harus menurunkan ilmu-ilmu pencak silat yang mereka miliki sampai detail terkecil kepada atlet dan pemuda mereka.
Kesimpulan yang bisa diambil dari pembahasan pencak silat ini adalah dari semua permasalahan yang ada dan dari beberapa orang yang dianggap oyek, maka penyusun memiliki kesimpulan bahwa semua permasalahan yang terjadi diakibatkan kurangnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya budaya bangsa di masa yang akan datang.
Karena budaya merupakan salah satu kekayaan milik bangsa kita, dan apabila kita tidak memperhatikan semua itu akan hilang, dan kebanggan bangsa kita pun tidak akan ada lagi.
Pencak silat merupakan salah satu kesenian yang harus dilestarikan. Pencak silat memiliki suatu pengertian yang sangat luas dan memiliki fungsi-fungsi diantaranya pencak silat sebagai olahraga, pencak silat sebagai alat untuk bela diri, pencak silat sebagai alat untuk spiritual, pencak silat sebagai pertunjukan atau kesenian dan banyak lagi.










DAFTAR PUSTAKA
Dahidi, Ahmad, Amir, dkk.2007.Apresiasi Bahasa dan Seni Sebuah
Pengantar.Bandung: Basen Press.
Danadibrata, R.A.2006.Kamus Basa Sunda.Bandung: Kiblat Buku Utama.
Effendi, Ridwan, Elly Malihah.2007.Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan,
Sosial, Budaya, dan Teknologi.Bandung: Yasindo Multi Apek
Maryono, O’ong.1999.Silat Merentang Waktu.Jakarta: Galang Press.
Sopandi, Atik, Kartakusamah, dkk.1992. Pencak Silat. Jakarta: Dinas Kebudayaan.
_____________.1994.Ragam Cipta.Jakarta: Dinas Kebudayaan.
Trisnowati, Tamat.1986.Pelajaran Dasar pencak Silat.Jakarta.

Sejarah Perkembangan Filologi

Ilmu filologi Yunani lama merupakan ilmu penting yang menyajikan kebudayaan Yunani lama yang tetap berperan dalam memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai sumber dari segala ilmu pengetahuan, namun tidak hanya berpengaruh dalam dunia barat tetapi juga kawasan timur tengah, Asia dan asia Tenggara, dan kawasan Nusantara. Ilmu filologi pun berakar pada kebudayaan Yunani kuno.

A. Filologi di Eropa Daratan

Ilmu filologi berkembang di kawasan kerajaan Yunani, yaitu di kota Iskandariyah di benua Afrika pantai utara.

1. Awal Pertumbuhannya

Awal kegiatan filologi di kota Iskandaria oleh bangsa Yunani pada abad ke-3 S.M. dengan membaca naskah Yunani lama yang mulai ditulis pada abad ke-8 S.M. dalam huruf Yunani kuno (Huruf bangsa Funisia). Naskah itu berkali-kali disalin sehingga mengalami perubahan dari bentuk aslinya.

Para penggarap naskah-naskah itu dikenal dengan ahli filologi, di cetus oleh Eratosthenes. Para ahli filologi memiliki ilmu yang luas karena dalam memahami isi naskah perlu mengetahui huruf, bahasa, dan ilmu yang dikandungnya. Dan kemudian menuliskannnya kembali sehingga dapat diketahui oleh masyarakat pada waktu itu.

Metode yang digunakan untuk menelaah naskah dikenal dengan ilmu filologi. Metode taraf awal berkembang dari abad ke abad hingga kini. Para ahli menguasai ilmu dan kebudayaan Yunani lama yang dikenal dengan aliran Iskandariyah.

Naskah yang ditulis oleh para budak belian yang diperdagangkan di sekitar laut tengah ini bertujuan untuk kegiatan perdagangan. Namun sering terjadi penyimpangan karena tidak memiliki kesadaran terhadap nilai keotentikan naskah lama. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan yang musti dilakukan oleh ahli filologi. Kerusakan atau kekorupan bahasa terjadi karena ketidaksengajaan, bukan ahli dalam ilmu yang ditulis, atau karena keteledoran penyalin.

Sesudah Iskandariyah jatuh ke dalam kekuasaan Romawi, kegiatan filologi berpindah ke Eropa selatan, berpusat di kota Roma dengan melanjutkan filologi Yunani (meneruskan mazhab Iskandariyah) yang tetap menjadi bahan telaah utama dan bahasa Yunanai tetap digunakan. Pada abad ke-1 perkembangan tradisi berupa pembuatan resensi terhadap naskah berkelanjutan hingga pecahnya kerajaan Romawi pada abad ke-4 menjadi kerajaan Romawi Barat dan Romawi Timur. Dan mempengaruhi perkembangan filologi selanjutnya.

2. Filologi di Romawi Barat

a. Filologi di Romawi Barat Penggarapan di arahkan kepada naskah-naskah dalam bahasa latin yang berupa puisi dan prosa, sejak abad ke-3 telah digarap secara filologi. Bahasa latin menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Adapun telaah naskah keagamaan yang dilakukan oleh pendeta dan berakibat pada naskah Yunani yang mulai ditinggalkan, bahkan dipandang naskah yang berisikan paham jahiliyah sehingga terjadi kemunduran.

b. Filologi di Romawi Timur Telah muncul pusat-pusat teks Yunani, misalnya di Antioch, Athena, Iskandariyah, Beirut, Konstaninopel, dan Gaza. Selanjutnya berkembang menjadi perguruan tinggi. Dalam periode itu mulailah muncul tafsir pada tepi halaman naskah, disebut dengan scholia.

c. Filologi di Zaman Renaisan Renaisans di mulai dari Italia pada abad ke-13, menyebar ke negara Eropa lainnya dan berakhir pada abad ke-16. Dalam arti sempit renaisan adalah periode yang di dalamnya kebudayaan klasik diambil lagi sebagai pedoman hidup; dan dalam arti luas adalah periode yang di dalamnya rakyat cenderung kepada dunia Yunani klasik atau kepada aliran humanisme . Pada abad ke-15 jatuhnya kerajaan Romawi Timur ke tangan bangsa Turki dan ahli filologi berpindah ke Eropa Selatan (Roma). Penemuan mesin cetak di Gitenberg (Jerman) menyebabkan perkembangn baru dalam bidang filologi. Di Eropa, filologi diterapkan untuk telaah naskah lama nonklasik. Abad ke-19 ilmu bahasa atau linguistik berkembang menjadi ilmu yag berdiri sendiri, terpisah dari ilmu filologi. Pada abad ke-20 pengertian filologi di Eropa daratan tetap seperti semula ialah telaah teks klasik, sedangkan di kawasan Angio-Sakson berubah menjadi linguistik.

B. Filologi di Kawasan Timur Tengah

Sejak abad ke-4 kota di Timur Tengah memiliki pusat studi berbagai ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani, seperti Gaza, Belrut, Edessa, dan Antioch. Abad ke-5 dilannda perpecahan gerejani maka para ahli filologi berpindah ke kawasan Persia. Dalam lembaga ini naskah Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Siria dan bahasa Arab. Kota Harra di Mesopotamia pernah menjadi pusat studi naskah Yunani, penduduknya yaitu Sabean, suku yang tergolong kuno dan mahir dalam bahasa Arab.

Zaman dinasi Abasiyah, dalam pemerintahan khalifah Mansur (754-775), Harun Alrasyid (786- 775), dan Makmun (809-833). Puncak perkembangan ilmu pengetahuan Yunani ada dalam pemerintakahn Makmun.

Sebelum kedatangan agama Islam Persia dan Arab memiliki karya yang terbilang mengagumkan misalnya Mu’allaqat dan Qasidah. Kegiatan meluas ke kawasan luar Negara Arab setelah Islam berkembang serta mistik Islam berkembang dengan maju di Persia, abad ke-10 hingga abad ke-11. Meluasnya kekuasaan dinasti Umayah ke Spanyol dan Andalusia pada abad ke-8 hingga abad ke-15 menyebabkan ilmu pengetahuan Yunani yang telah diserap oleh bangsa Arab kembali masuk ke Eropa dengan baju Islam. Abad ke-17 telaah teks klasik Arab dan Persia di eropa telah dipandang mantap, di Cambridge dan Oxford. Dan abad ke-18 didirikan pusat studi kebudayaan ketimuran oleh Sivester de Sacy dengan nama Ecole des Langues Orientales Vivantes. Sehingga lahirlah ahli orientalis Eropa, yaitu Etienne Qutremere (1782-1857), De Slane, De Sacy (bapak para orientalis di Eropa).

C. Filologi di Kawasan Asia: India

India adalah bangsa yang dipandang memiliki cukup dokumen peninggalan masa silam seperti prasasti dan naskah-naskah. Kontak langsung dengan bangsa Yunani ada pada zaman Raja Iskandar Zurkarnain yang mengadakan perjalanan sampai ke India pada abad ke-3 S.M. daerah Gadhara terdapat seni patung, bukti dari pengaruh Yunani. Patung Buddha yang dipahat seperti patung Apollo. Perpaduan antar budaya Yunani, Hindu, Buddha, dan Jaina dinamakan kebudayaan Gadhara, dan mencapai puncaknya pada zaman raja Kaniska Kusana (ke-78 – 100).

Abad ke-1 terjadi kkontak antara India dan Cina. Ada pula yang menterjemahkan naskah-naskah India ke dalam bahasa Cina, yaitu Fa-hian, Hiuen-tsing, dan I-tsing. Kontak India dengan bangsa Persi lebih awal dari bangsa-bangsa sebelumnya. Namun hubungan itu belum memberikan informasi yang mantap. Masuknya karya sastra India Pancatantra yang diterjemahkan ke dalam bahasa Persi. Alberuni, seorang Arab-Persi, pernah mengunjungi India pada tahun 1030 dan mempelajari naskah-naskah India untuk mengetahui kebudayaan bangsa itu.

1. Naskah-naskah India Kesusastraan Weda (kitab suci agama Hindu), kitab suci Brahmana, kitab Aranyaka, dan kitab Upanisad.

2. Telaah Filologi dari Naskah-naskah India

Sampai pertengahan abad ke-19 telah banyak dilakukan telaah terhadap karya sastra klasik India. Dengan telah dilakukan studi terhadap weda dan kitab-kitab agama Buddha lainnya dari segi materi perkembangan filologi di India telah dipandang lengkap. Semenjak tahun1850 banyak dilakukan kajian terhadap sastra klasik India secara ilmiah, dan diterbitkan sejumlah naskah dengan kritik teks.hingga pada awal abad ke-20 daftar tersebut sudah meliputi beribu-ribu naskah.

D. Filologi di Kawasan Nusantara
Kawasan Nusantara terbagi dalam banya kelompok etnis, memiliki bentuk kebudayaan khas, tanpa meninggalkan sifat kekhasan budaya Nusantara.

1. Naskah Nusantara dan Para Pedagang Barat Hasrat mengkaji naskah Nusantara timbul dengan kehadiran bangsa barat abad ke-16. Yang mengetahui pertama naskah lama adalah para pedagang. Dan maraknya perdagangan naskah kuno. Peter Floris dan Pieter Wilemsz van el binck adalah seseorang bergerak dalam perdaangan naskah kuno. Di zaman VOC usaha mempelajari bahasa-bahasa Nusantara hampir terbatas pada bahasa Melayu.

2. Telaah Naskah Nusantara oleh Para Penginjil Sesuai dengan teori filologi, sastra lisan termasuk kajian filologi, maka diantara penginjil ada yang mengkaji sastra lisan daerah yang didatanginya, karena kelompok etnis belum mengenal huruf sehingga budayanya masih disimpan dalam sastra lisan, seperti daerah Toraja oleh. N. Adriani dan Kruijt.

3. Kegiatan Filologi terhadap Naskah Nusantara Kehadiran NBG ke Indonesia mendorong tumbuhnya kegiatan untuk meneliti naskah-nasah Nusantara. Minat itupuun timbul pada para tenaga Belanda dan Inggris. Kajian ahli filologi bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisis isinya dengan menggunakan metode intuitif atau diplomatik.

Perkembangan selanjutnya disunting dalam bentuk transliterasi huruf Latin dan berkembang lagi dalam bentuk bahasa asing terutama bahasa Belanda. Adanya telaah naskah untuk tujuan pembahasan isinya, yang ditinjau dari berbagai disiplin.

Kegiatan filologi terhadap naskah Nusantara, mendorong berbagai kegiatan ilmiah, terutama dimanfaatkan oleh disiplin humaniora dan disiplin ilmu-ilmu social. Semua kegiatan itu telah memenuhi tujuan filologi, ialah melalui telaah naskah-naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan telaah mengangkat nili-nilai luhur yang tersimpan di dalamnya.