Tepas

Minggu, 20 Januari 2013

Topeng Panji


Topeng Cirebon merupakan kesenian khas yang berasal dari Cirebon (atau Indramayu) percabangan dari seni tari. Topeng Cirebon merupakan khasanah budaya Cirebon yang sangat kental dengan filosofi hidup dan realita watak kehidupan manusia. Pada zaman Kerajaan Majapahit antara 1300 dan 1400 Masehi kesenian topeng sangat digandrungi sebagaitarian untuk raja. Lalu pada tahun 1525 pasca runtuhnya kerajaan Majapahit, kesenian ini dilanjutkan oleh Sultan Demak dengan titik penyebarannya hingga Kasultanan Cirebon.

Dalam prakteknya sebenarnya Topeng Cirebon menampilkan hampir 5 penampilan dalam setiap pertunjukkan bukan hanya satu tarian. Struktur kehidupan dan realita watak manusialah yang mendasari penciptaan Topeng Cirebon yang tersusun dari Panji, Pamindo, Rumyang, Patih dan Klana. Untuk saat ini saya akan membahas tentang Panji.

Panji merupakan Topeng Cirebon paling pertama ditampilkan. Hikayat Panji mencerminkan bersatunya empat kerajaan dari segala penjuru: Kerajaan Singasari (Utara), Kerajaan Blambangan (Timur), Gegelang (Barat), dan Daha (Selatan). Panji sendiri sebenarnya berasal dari kata siji, yang dalam bahasa Jawa berarti satu. Ia adalah gambaran bayi yang baru lahir ke dunia, figur dewa dan raja, sekaligus cermin dari sublimasi kewibawaan, ketenangan, yang berada di pusat atau tengah. Tariannya cenderung diam atau statis, tetapi diiringi suara musik yang hingar-bingar, hingga disebut sebagai tarian dan karakter yang penuh dengan nilai-nilai paradoksial.

Dalam aspek ornamennya, motif dan hiasan terlihat pada rupa topeng pada umumnya berupa stilasi bunga-bunga dan sulur-sulur seperti kembang kliyang atau bunga tiba, yang berada di tengah-tengah dahi, diatas alis, dan disebut urna. Urna ini hanya terdapat di Panji dan Patih. Keadaan topeng Panji sebagai karakter pertama sekaligus pusat, arah muka dari samping memperlihatkan kondisi yang cenderung menunduk dan luruh. Dikatakan bahwa Panji merupakan sosok paling suci yang berada di alam ruhani dari surga, di pusat, yang mewakili semua sifat yang ada di empat penjuru mata angin. Sosok seperti ini dianggap sebagai tingkatan keimanan tertinggi manusia, yang secara hierarkis merupakan dunia ruhani dan jasmani. Arah wajah panji yang merunduk adalah pertanda bahwa ia sedang atau akan turun dari alam surgawi menuju alam manusia, dan kedatangannya bersifat sakral. Dalam penampangannya, Panji memiliki mata yang terlihat kecil, menyipit, cenderung melipat ke bawah dan bola matanya pun hanya sedikit terlihat bentuk matanya bisa disebut liyep. Menunjukkan tingkat kesempurnaan sosoknya, dan tatapan matanya yang mengarah ke bawah menyiratkan keberadaannya yang berasal dari dunia atas tetapi telah hadir pula di dunia bawah. Hidung Panji digambarkan lurus, kecil dan lancip. Karena semakin membesar bentuk hidungnya, dan semakin mancung, mengarah kedepan dengan posisi mendongak, itu semakin mendekati karakter yang gagah atau kuat. Mulut dan bibir panji bisa dilihat lebih tipis, dalam kondisi tersenyum, tertutup, dengan barisan gigi yang terlihat sedikit.

Dalam warna sebenarnya sudah umum jika kita melihat warna-warna gelap sedikit menciptakan suasana yang negatif, sedangkan jika kita berbicara warna terang akan menciptakan suasana positif dan bernilai kebaikan. Panji yang berwarna putih melambangkan kebaikan, kesucian, berasaskan alam surgawi, tenang, jujur dan tidak mementingkan dirinya sendiri. Ini berasaskan pula pada konsepsi orang Sunda yang mengenal Buana Panca Tengah yang mengadopsi perlambangan dari alam dan arah mata angin, putih adalah warna buana atas. Gerakan-gerakan kecil pada tari panji lebih merefleksikan perilaku waspada dan perilaku manusia yang baru lahir.