Tepas

Selasa, 27 September 2011

Pencak Silat sebagai Budaya Lokal yang Membangun Sifat Nasionalisme

Indonesia dengan keragaman budaya dan bahasa. Saling terkaitnya budaya daerah yang sudah memuncak, semakin membuat Indonesia kaya akan budaya. Baik budaya nasional maupun budaya daerah atau lokal. Beberapa ahli seperti E. B. Taylor menyebutkan, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Secara umum, biasanya budaya disebut pula kebudayaan. Padahal kebudayaan itu asalnya kembali ke kata budaya. Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi-daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sendiri asalnya dari bahasa Sansekerta buddayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi dan akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Belanda diistilahkan dalam kata cultuur, dalam bahasa Latin, berasal dari kata colera.
Mengingat budaya, pasti ingatan kita akan meruncing kepada sesuatu hal yang sifatnya tradisional. Lalu apa definisi tradisional itu? Tradisional adalah aksi dan tingkah laku yang keluar alamiah karena kebutuhan dari nenek moyang yang terdahulu. Sedangkan tradisi adalah bagian dari tradisional namun bisa musnah karena ketidakmauan masyarakat untuk mengikuti tradisi tersebut.
Lalu apakah budaya lokal yang sifatnya tradisional itu memiliki peran dalam nasionalisme? Tentu ada, nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Dalam nasionalisme, terdapat bentuk nasionalisme budaya. Yaitu sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya “sifat keturunan” seperti warna kulit, ras dan sebagainya.
Budaya lokal yang sifatnya tradisional dalam membangun sifat nasionalisme yang akan dibahas di makalah ini adalah Seni Bela Diri atau biasa disebut Pencak Silat. Pencak Silat atau silat adalah suatu seni bela diri yang berasal dari Asia Tenggara. Seni bela diri ini secara luas dikenal di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Filipina Selatan dan Thailand Selatan sesuai dengan penyebaran suku bangsa Melayu Nusantara. Berkat peranan pesilat Indonesia pulalah saat ini Vietnam juga memiliki pesilat-pesilat tangguh.
Pencak silat adalah suatu metode beladiri yang diciptakan oleh bangsa Indonesia guna mempertahankan diri dari bahaya. Bahaya yang mengancam keselamatan dan kelangsungan hidupnya. Sebagai suatu ilmu/metode beladiri yang lahir dan berkembang di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat bangsa Indonesia pencak silat sangat dipengaruhi oleh falsafah, budaya, dan kepribadian bangsa Indonesia
Menurut Pengurus Besar Persatuan Pencak Silat Indonesia (IPSI) mendefinisikan “pencak silat adalah hasil-hasil budaya manusia Indonesia untuk membela, mempertahankan eksistensi dan integritas terhadap lingkungan hidup, alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna peningkatan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan seluruh nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal muasalnya belum dipastikan. Asal mula ilmu bela diri di nusantara ini kemungkinan berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang menggunakan parang, perisai, dan tombak.
Pencak Silat di Jawa Barat biasa juga disebut Maénpo. Bermula dari nama desa di Cikalong Kabupaten Cianjur pencak silat Cikalong tumbuh sangat pesat dan disebut sebagai “Maénpo Cikalong” atau “Pencak Silat Cikalong”. Cianjur sendiri disebut sebagai daerah pengembangan kebudayaan Sunda seperti: Kacapi Suling Cianjuran, Klompen Cianjuran, Tembang Cianjuran dll.
Cikal bakal maénpo diajarkan oleh keluarga bangsawan Rd. H. Ibrahim yang dilahirkan di Cikalong 1816 dan wafat 1906 dimakamkan di desa Majalaya Cikalong Cianjur. Sebelum menunaikan ibadah haji nama beliau adalah Rd Djajaperbata yang memiliki ciri-ciri: tubuh pendek, berbadan kekar, tangannya lancip, keningnya lebar, berwatak keras dan pemberani.
Jika berlatih/menghadapi lawan selalu waspada dan lebih suka menggunakan bertahan. Teknik serangan yang digunakan selalu diawali dengan hindaran lalu dilanjutkan serangan beruntun tangan dan kaki. Beliau tidak saja mahir bermain dengan tangan kosong, melainkan juga dengan senjata gobang “Salam Nunggal” menjadi favoritnya.
Pencak silat di Jawa Barat biasanya dilengkapi sebuah Goong Bendé dan alat tiup Tarompet, biasa disajikan dalam iringan musik yang disebut Kendang Penca. Fungsi dari musik Kendang Penca ini yaitu untuk mengiringi penampilan gerak-gerak jurus silat dan kembangannya yang telah ditata dalam bentuk tarian (ibingan) silat lazim.
Pergelaran Pencak silat dimulai dengan acara perkenalan seluruh para penari silat yang akan tampil diberi nomor urut penampilan sesuai dengan nama dan tarian silatnya. Penari silat pertama masuk ke arena pentas. Ditengah-tengah arena pentas pesilat memberi hormat kepada para penonton di antaranya dengan cara membungkukkan badan sambil menundukkan kepala dan meletakkan kepalan tangan kanan dan telapak kiri di depan dadanya. Disini menunjukkan bahwa dalam pertunjukan Pencak Silat yang dilakukan sendiri, bukan memiliki makna untuk mengajak berkelahi. Namun berfungsi sebagai seni pertunjukkan.
Setelah hormat dan biasanya para penonton memberi tepuk tangan, si pesilat mempersilakan pemusik untuk “nabeuh” atau memainkan alat musik. Biasanya di Jawa Barat sendiri, musik yang digunakan macam-macam. Salah satunya adalah lagu Buah Kawung.
Di dalam perayaan-perayaan kenegaraan baik di tingkat I Jawa Barat maupun di pusat (Jakarta). Pada tahun 1962, dalam Upacara Pembukaan Ganepo, penampilan pencak silat pernah dibawakan oleh 200 pesilat.
Pada hakikatnya, budaya lokal pencak silat yang berkembang di Indonesia khususnya Jawa Barat memiliki pakaian rapi yang mengisyaratkan kesederhanaan dalam berperilaku yang memiliki maksud membangkitkan sikap siapapun bisa membela tanah air tanpa memandang kostum kehidupan yang dikenakan. Ketika seorang jago silat mengenakan pakaian silat, baik dia pejabat atau presiden ataupun seorang pengemis, semangat membela negara tetap sama karena persamaan kostum yang dikenakan tersebut.
Pada dasarnya pakaian yang dipakai masih tetap berpola tradisi, yaitu iket kepala, baju kampret khas Jawa Barat dengan warna hitam polos, celana pangsi, ikat pinggang, kain sarung, serta golok. Ikat kepala untuk putri cukup satu lembar kain, terutama untuk mengikat rambut jangan sampai mengganggu gerakan-gerakan jurus.
Istilah-istilah gerak silat yang diambil dari kata sehari-hari diantaranya: Adeg-adeg, Ajeg, Bendul, Besot, Centok, Dengkul, Depok, Gedig, Giles, Guar Jalak Pengkor, Jambret, Kelid, Koset, Kuda-kuda, Lengkah, Limbung, Malik, Mande, Mincid, Najong, Pasang, Pegung/Bendung, Pepeg, Peupeuh, Rengkuh, Rogoh, Selup, Siku, Tangkis, dan Tarik.
Pada perkembangan, musik iringan pencak silat pun kini semakin digemari masyarakat. Lagu-lagu kendang penca banyak disajikan dalam bentuk rekaman kaset. Diantaranya Grup Muchtar Darma Saputra telah banyak merekam lagu-lagu kendang penca dengan tiupan tarompetnya yang khas.
Adapun ciri-ciri umum pencak silat:
1. Pencak silat mempergunakan seluruh bagian tubuh dan anggota badan lainnya untuk membela diri.
2. Pencak silat tidak memerlukan senjata tertentu, benda apapun dapat dijadikan senjata untuk membela diri.
3. Pencak silat lahir dan tumbuh serasi dengan alam sekitar, adat sopan santun masyarakat, watak suku bangsa dan agama yang kesemuanya dalam wilayah Indonesia.
Ciri khusus pencak silat:
1. Sikap tenang namun selalu waspada.
2. Mempergunakan kelincahan, kelenturan, kecepatan, waktu, dan sasaran yang tepat disertai gerakan reflek untuk menguasai lawan, bukan hanya mengandalkan kekuatan dan tenaga saja.
3. Mempergunakan prinsip timbangan permainan posisi lawan dengan pemindahan titik berat badan.
4. Memanfaatkan serangan dan tenaga lawan secara maksimal.
5. Menghemat, menyalurkan tenaga yang minimal.
Rasa nasionalisme yang dibangun dalam pencak silat sebenarnya banyak sekali. Namun yang sangat vital sekali dibangun yaitu:
1. Budi luhur,
2. Cinta damai, dan
3. Tahan uji dalam cobaan.
Berbudi luhur sangat diperlukan dalam membangun nasionalisme sebuah negara. Untuk menyatukan semua masyarakat sebuah negara, kesopanan dan kesantunan dalam bersikap sangat diperlukan.
Cinta damai, dalam pencak silat bukan kekerasan yang didahulukan. Banyak yang berfikir pencak silat adalah pendidikan kekerasan. Namun bukan itu yang diperlukan. Sebenarnya dalam pencak silat bukan kekerasan yang dipakai, bahkan jurus-jurus yang dipakai adalah jurus bertahan. Rata-rata semua gerakan adalah gerakan bertahan. Dan menyerang disaat ada kesempatan. Bukan jurus menyerang dan bertahan disaat ada kesempatan. Itulah mengapa dalam pencak silat terdapat seni. Seni mempertahankan diri, bukan seni menyerang.
Tahan uji dalam cobaan, seorang pesilat diwajibkan untuk tahan terhadap ujian. Baik dalam kehidupan aspek pribadi maupun kemasyarakatan. Pencak silat membangun karakter pesilatnya untuk tahan terhadap cobaan yang akan dihadapi saat dia menjalani pelatihan bahkan setelah dia berlatih atau dalam kehidupan nyatanya. Dia dilatih untuk tahan emosi, tahan fisik dan tahan mental. Bukankah itu yang diperlukan dalam membangun sikap nasionalisme?
Nasionalisme dibangun oleh sifat seluruh masyarakat sebuah negara untuk menyatukan degara dalam satu lindungan undang-undang serta norma yang diturunkan oleh nenek moyangnya. Begitu banyak aliran yang ada di Pencak Silat baik di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Bali, NTT, ataupun Irian Jaya. Namun disaat dia mempertunjukkan seni pertunjukan Pencak Silat, dia tidak akan menyebutkan bahwa itu adalah A atau B atau mungkin X, namun dia akan menjawab, itu Pencak Silat.
Dalam silat pun ada empat aspek yang terkandung, yaitu:
1. Seni,
2. Bela diri,
3. Kejiwaan, dan
4. Olahraga
Seni menurut ahli di Amerika, Munro (1963: 419) seni adalah alat buatan manusia untuk menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain yang melihatnya. Efek tersebut mencakup tanggapan yang berwujud pengamatan. Dalam pencak silat, dipertontonkan seni melangkah, seni berkelit yang dipadu padankan dengan gerakan yang diperindah seperti tarian. Membuat orang yang melihat tidak merasa bosan dalam menonton pertunjukan Pencak Silat.
Bela Diri, seni bela diri adalah pencak silat itu sendiri. Seni bela diri adalah kesenian yang timbul sebagai satu cara seseorang untuk mempertahankan diri. Telah lama seni bela diri ada dan pada mulanya ia berkembang di medan pertempuran. Biasanya seni bela diri itu bukan berasal dari kalangan tentara, namun berasal dari masyarakat awam yang membutuhkan tekhnik mempertahankan dirinya.
Kejiwaan, kejiwaan adalah suatu hal yang bersifat rohaniah atau abstrak. Bukan jasmaniah tubuh atau yang bisa dilihat kasat mata. Kejiwaan lebih kepada sifat psikologi, baik mental, emosi, pikiran dan akal. Dalam pencak silat, kejiwaan sangat penting karena sifat ini yang menentukan akankah kita mempergunakan pencak silat untuk kebaikan atau keburukan.
Olahraga, olahraga adalah aktivitas untuk melatih tubuh seseorang, tidak hanya secara jasmani namun juga pada rohaninya. Sudah barang tentu pencak silat adalah bagian dari olahraga, karena dalam pencak silat penuh dengan gerak tubuh yang memproduksi kelenjar keringat lebih banyak.
Dalam historisasi pencak silat dapat disimpulkan bahwa terdapat dua kategori akar aliran pencak silat, yaitu: Aliran Bangsawan dan Aliran Rakyat.
1. Aliran Bangsawan adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan (kerajaan). Ada kalanya pencak silat ini merupakan alat pertahanan diri suatu negara (kerajaan). Sifat dari pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan umunya bersifat tertutup dan mempertahankan kemurniannya.
2. Aliran Rakyat adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum selain bangsawan. Aliran ini dibawa oleh para pedagang, ulama, dan kelas masyarakat lainnya. Sifat dari aliran ini umumnya terbuka dan beradaptasi.
Dalam sejarahnya, disadari atau tidak peperangan tentunya melibatkan satu ilmu beladiri, betapa para pahlawan perjuangan RI adalah orang-orang yang piawai dalam beladiri. Misalnya: Teuku Cik Ditiro, Imam Bonjol, KH. Zainal Mustafa, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, dan nama lainnya. Ini menunjukkan ulama dan pahlawan nasional adalah perintis oengembang pencak silat di nusantara.
Dimulai dengan adanya kesadaran politik baru pada awal abad XX dan kebijaksanaan Belanda yaitu Etische Politiek, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat berbagai program, khususnya pendidikan. Peningkatan peranan desa dan dibentuknya polisi desa, memiliki pengaruh pada pola pengajaran silat pada masa itu, silat sudah diajarkan di sekolah-sekolah dasar (desascholen), bahkan kalangan yang dekat dengan Belanda seperti Priyayi, Amtenaren, KNIL bahkan Marechausse pasukan khusus Belanda kala itu.
Berjalan dari timbulnya rasa nasionalisme, maka timbul pula pertentangan di kalangan pengajar pencak silat pada saat itu tentang siapakah yang berhak mempelajari silat ini. Kesadaran nasionalisme ini semakin kuat ketika pada tahun 1915 di buka kesempatan untuk mendirikan organisasi politik bagi kaum bumi putra, pengajaran menjadi salah satu materi yang diajarkan setiap organisasi ini. Seperti pada perkembangan awal Syarikat Islam di daerah Jawa yang diikuti oleh berdirinya persaudaraan Setya Hati oleh Ki Ngabehi Suryodiwiryo yang menyebabkan Belanda semakin mengawasi perkembangan perguruan ini karena memiliki pengikut dan murid yang banyak sekali.
Pencak silat khususnya di Jawa pada tahun 40an sangat digemari oleh kalangan pemuda pelajar untuk mempersiapkan kemerdekaan RI, apalagi sesudah pencak silat di tahun 1942 masa Jepang distandarisasi digunakan sebagai program ilmu beladiri yang diajarkan kepada PETA (Pembela Tanah Air), Pasukan pelopor dsb. Jepang memberikan masukan dalam metode pengajaransebelum dimulai terlebih dahulu melakukan “taizo” pemanasan agar tidak terjadi cedera otot. Sejak itulah perguruan pencak silat yang dimotori oleh kalangan pelajar ex PETA, Pasukan Pelopor dan Haiho.
Sistem pengajarannya mengenakan seremonial seperti beladiri Jepang (menghormat, berdoa, dan mulai pemanasan, berlatih dan ditutup dengan seremonial lagi) karena itu berbeda pencak silat sistem pengajarannya antara pencak silat dari Jawa Tengah, Jawa Timur dengan Jawa Barat dan Sumatera Barat.
Pada mulanya bela diri diciptakan dengan meniru gerakan binatang atau fenomena alam yang lain agar dapat melawan binatang yang ganas. Lama-lama pencak silat dibutuhkan oleh manusia untuk mendapatkan status dan kedudukan sosial lewat peperangan antar kelompok, suku, klan, dan kerajaan.
Dalam wujud nasionalisme, seorang pesilat harus menjaga, melestarikan, dan membela nilai-nilai dasar kebudayaan seperti ketekunan, kejujuran, kepahlawanan, kepatuhan, dan kesetiaan. Dalam bentuk baru sebagai pendidikan humaniora.
Dari dulu pencak silat bela diri mempunyai peran hakiki dimasyarakat kita. Kepulauan Nusantara ini, yang didiami berbagai macam suku bangsa dengan karakteristik biologis, sosial, dan kebudayaan yang berbeda-beda, namun mereka sama-sama mempunyai tradisi mempelajari pencak silat sebagai alat pembela diri dalam usaha bertahan, dan menghadapi alam, binatang maupun manusia. Konon, dulu disemua pelosok Tanah Air kita, anak remaja dibekali ilmu pencak silat sebagai persiapan dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup (Maryatno 1998: 17).
Pencak silat yang tumbuh dan berkembang di negara kita ini adalah buah karya manusia, sekaligus pedoman orientasi kehidupan bagi dirinya. Sebagai refleksi dari nilai-nilai masyarakat, pencak silat merupakan sebuah sistem budaya yang saling mempengaruhi dengan alam dilingkungannya, dan tidak dapat terpisahkan dari derap aktivitas manusia.
Bila pada tingkat perseorangan pencak silat membina agar manusia bisa menjadi teladan yang mematuhi norma-norma masyarakat, sedangkan pada tingkatan kolektif atau sosial pencak silat bersifat kohesif yang dapat merangkul individu-individu dan mengikat mereka dalam suatu hubungan sosial yang menyeluruh.
Setelah diselidiki ternyata memang benar banyak masyarakat Indonesia mempelajari bela diri dari Negara tetangga seperti tinju dan yang lainnya. Hal ini diakibatkan merasa gengsi akan budayanya sendiri. Tidak bisa dipungkiri, semakin modern zaman yang dilalui, semakin sedikit saja generasi muda yang senang mempelajari seni beladiri khas Indonesia yang menjadi budaya nasional. Walau sudah diakui oleh internasional, namun generasi muda saat ini seakan menutup mata dari salah satu seni pertunjukan ini.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan warga Indonesia merasa gengsi dengan budaya sendiri, yaitu:
1. Faktor keluarga yang tidak mendidik anaknya atau generasinya mempelajari dan mencintai budayanya sendiri yang mengakibatkan tidak kenalnya anak pada budaya lokalnya.
2. Faktor pergaulan yang misalnya karena seperti pada poin 1 bahwa orang tua tidak mendidik anak untuk mempelajari dan mencintai budayanya sendiri, yang mengakibatkan anak malas untuk mempelajarinya. Ditambah lingkungannya yang sangat berfikir modern tanpa melihat kebudayaan lokalnya.
3. Faktor dari adanya multi media seperti siaran televisi yang menyiarkan segala hal yang tidak mendukung generasi muda dan masyarakatnya untuk mencintai dan mempelajari seni bela diri Pencak Silat ini.
Sangat disayangkan seupama nasib budaya lokal pencak silat ini lambat laun akan hilang dan hanya akan tinggal nama saja. Itu adalah akibat dari tidak pedulinya pemuda atau generasi muda terhadap perkembangan budaya lokalnya sendiri khususnya pencak silat.
Sekarang coba kita fikirkan kembali ketika kejuaraan Pencak Silat ada di Sea Games atau Asian Games, betapa sesaknya hati ketika mendengar bahwa tim dari Indonesia harus bertekuk lutut ke negara serumpun semisal Vietnam dan Malaysia. Guru, sesepuh, dan pendekar yang tinggal dan menetap di negara-negara tersebut memang sangat difasilitasi kesejahteraan yang lebih baik dengan imbalan mereka harus menurunkan ilmu-ilmu pencak silat yang mereka miliki sampai detail terkecil kepada atlet dan pemuda mereka.
Kesimpulan yang bisa diambil dari pembahasan pencak silat ini adalah dari semua permasalahan yang ada dan dari beberapa orang yang dianggap oyek, maka penyusun memiliki kesimpulan bahwa semua permasalahan yang terjadi diakibatkan kurangnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya budaya bangsa di masa yang akan datang.
Karena budaya merupakan salah satu kekayaan milik bangsa kita, dan apabila kita tidak memperhatikan semua itu akan hilang, dan kebanggan bangsa kita pun tidak akan ada lagi.
Pencak silat merupakan salah satu kesenian yang harus dilestarikan. Pencak silat memiliki suatu pengertian yang sangat luas dan memiliki fungsi-fungsi diantaranya pencak silat sebagai olahraga, pencak silat sebagai alat untuk bela diri, pencak silat sebagai alat untuk spiritual, pencak silat sebagai pertunjukan atau kesenian dan banyak lagi.










DAFTAR PUSTAKA
Dahidi, Ahmad, Amir, dkk.2007.Apresiasi Bahasa dan Seni Sebuah
Pengantar.Bandung: Basen Press.
Danadibrata, R.A.2006.Kamus Basa Sunda.Bandung: Kiblat Buku Utama.
Effendi, Ridwan, Elly Malihah.2007.Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan,
Sosial, Budaya, dan Teknologi.Bandung: Yasindo Multi Apek
Maryono, O’ong.1999.Silat Merentang Waktu.Jakarta: Galang Press.
Sopandi, Atik, Kartakusamah, dkk.1992. Pencak Silat. Jakarta: Dinas Kebudayaan.
_____________.1994.Ragam Cipta.Jakarta: Dinas Kebudayaan.
Trisnowati, Tamat.1986.Pelajaran Dasar pencak Silat.Jakarta.

Sejarah Perkembangan Filologi

Ilmu filologi Yunani lama merupakan ilmu penting yang menyajikan kebudayaan Yunani lama yang tetap berperan dalam memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai sumber dari segala ilmu pengetahuan, namun tidak hanya berpengaruh dalam dunia barat tetapi juga kawasan timur tengah, Asia dan asia Tenggara, dan kawasan Nusantara. Ilmu filologi pun berakar pada kebudayaan Yunani kuno.

A. Filologi di Eropa Daratan

Ilmu filologi berkembang di kawasan kerajaan Yunani, yaitu di kota Iskandariyah di benua Afrika pantai utara.

1. Awal Pertumbuhannya

Awal kegiatan filologi di kota Iskandaria oleh bangsa Yunani pada abad ke-3 S.M. dengan membaca naskah Yunani lama yang mulai ditulis pada abad ke-8 S.M. dalam huruf Yunani kuno (Huruf bangsa Funisia). Naskah itu berkali-kali disalin sehingga mengalami perubahan dari bentuk aslinya.

Para penggarap naskah-naskah itu dikenal dengan ahli filologi, di cetus oleh Eratosthenes. Para ahli filologi memiliki ilmu yang luas karena dalam memahami isi naskah perlu mengetahui huruf, bahasa, dan ilmu yang dikandungnya. Dan kemudian menuliskannnya kembali sehingga dapat diketahui oleh masyarakat pada waktu itu.

Metode yang digunakan untuk menelaah naskah dikenal dengan ilmu filologi. Metode taraf awal berkembang dari abad ke abad hingga kini. Para ahli menguasai ilmu dan kebudayaan Yunani lama yang dikenal dengan aliran Iskandariyah.

Naskah yang ditulis oleh para budak belian yang diperdagangkan di sekitar laut tengah ini bertujuan untuk kegiatan perdagangan. Namun sering terjadi penyimpangan karena tidak memiliki kesadaran terhadap nilai keotentikan naskah lama. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan yang musti dilakukan oleh ahli filologi. Kerusakan atau kekorupan bahasa terjadi karena ketidaksengajaan, bukan ahli dalam ilmu yang ditulis, atau karena keteledoran penyalin.

Sesudah Iskandariyah jatuh ke dalam kekuasaan Romawi, kegiatan filologi berpindah ke Eropa selatan, berpusat di kota Roma dengan melanjutkan filologi Yunani (meneruskan mazhab Iskandariyah) yang tetap menjadi bahan telaah utama dan bahasa Yunanai tetap digunakan. Pada abad ke-1 perkembangan tradisi berupa pembuatan resensi terhadap naskah berkelanjutan hingga pecahnya kerajaan Romawi pada abad ke-4 menjadi kerajaan Romawi Barat dan Romawi Timur. Dan mempengaruhi perkembangan filologi selanjutnya.

2. Filologi di Romawi Barat

a. Filologi di Romawi Barat Penggarapan di arahkan kepada naskah-naskah dalam bahasa latin yang berupa puisi dan prosa, sejak abad ke-3 telah digarap secara filologi. Bahasa latin menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Adapun telaah naskah keagamaan yang dilakukan oleh pendeta dan berakibat pada naskah Yunani yang mulai ditinggalkan, bahkan dipandang naskah yang berisikan paham jahiliyah sehingga terjadi kemunduran.

b. Filologi di Romawi Timur Telah muncul pusat-pusat teks Yunani, misalnya di Antioch, Athena, Iskandariyah, Beirut, Konstaninopel, dan Gaza. Selanjutnya berkembang menjadi perguruan tinggi. Dalam periode itu mulailah muncul tafsir pada tepi halaman naskah, disebut dengan scholia.

c. Filologi di Zaman Renaisan Renaisans di mulai dari Italia pada abad ke-13, menyebar ke negara Eropa lainnya dan berakhir pada abad ke-16. Dalam arti sempit renaisan adalah periode yang di dalamnya kebudayaan klasik diambil lagi sebagai pedoman hidup; dan dalam arti luas adalah periode yang di dalamnya rakyat cenderung kepada dunia Yunani klasik atau kepada aliran humanisme . Pada abad ke-15 jatuhnya kerajaan Romawi Timur ke tangan bangsa Turki dan ahli filologi berpindah ke Eropa Selatan (Roma). Penemuan mesin cetak di Gitenberg (Jerman) menyebabkan perkembangn baru dalam bidang filologi. Di Eropa, filologi diterapkan untuk telaah naskah lama nonklasik. Abad ke-19 ilmu bahasa atau linguistik berkembang menjadi ilmu yag berdiri sendiri, terpisah dari ilmu filologi. Pada abad ke-20 pengertian filologi di Eropa daratan tetap seperti semula ialah telaah teks klasik, sedangkan di kawasan Angio-Sakson berubah menjadi linguistik.

B. Filologi di Kawasan Timur Tengah

Sejak abad ke-4 kota di Timur Tengah memiliki pusat studi berbagai ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani, seperti Gaza, Belrut, Edessa, dan Antioch. Abad ke-5 dilannda perpecahan gerejani maka para ahli filologi berpindah ke kawasan Persia. Dalam lembaga ini naskah Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Siria dan bahasa Arab. Kota Harra di Mesopotamia pernah menjadi pusat studi naskah Yunani, penduduknya yaitu Sabean, suku yang tergolong kuno dan mahir dalam bahasa Arab.

Zaman dinasi Abasiyah, dalam pemerintahan khalifah Mansur (754-775), Harun Alrasyid (786- 775), dan Makmun (809-833). Puncak perkembangan ilmu pengetahuan Yunani ada dalam pemerintakahn Makmun.

Sebelum kedatangan agama Islam Persia dan Arab memiliki karya yang terbilang mengagumkan misalnya Mu’allaqat dan Qasidah. Kegiatan meluas ke kawasan luar Negara Arab setelah Islam berkembang serta mistik Islam berkembang dengan maju di Persia, abad ke-10 hingga abad ke-11. Meluasnya kekuasaan dinasti Umayah ke Spanyol dan Andalusia pada abad ke-8 hingga abad ke-15 menyebabkan ilmu pengetahuan Yunani yang telah diserap oleh bangsa Arab kembali masuk ke Eropa dengan baju Islam. Abad ke-17 telaah teks klasik Arab dan Persia di eropa telah dipandang mantap, di Cambridge dan Oxford. Dan abad ke-18 didirikan pusat studi kebudayaan ketimuran oleh Sivester de Sacy dengan nama Ecole des Langues Orientales Vivantes. Sehingga lahirlah ahli orientalis Eropa, yaitu Etienne Qutremere (1782-1857), De Slane, De Sacy (bapak para orientalis di Eropa).

C. Filologi di Kawasan Asia: India

India adalah bangsa yang dipandang memiliki cukup dokumen peninggalan masa silam seperti prasasti dan naskah-naskah. Kontak langsung dengan bangsa Yunani ada pada zaman Raja Iskandar Zurkarnain yang mengadakan perjalanan sampai ke India pada abad ke-3 S.M. daerah Gadhara terdapat seni patung, bukti dari pengaruh Yunani. Patung Buddha yang dipahat seperti patung Apollo. Perpaduan antar budaya Yunani, Hindu, Buddha, dan Jaina dinamakan kebudayaan Gadhara, dan mencapai puncaknya pada zaman raja Kaniska Kusana (ke-78 – 100).

Abad ke-1 terjadi kkontak antara India dan Cina. Ada pula yang menterjemahkan naskah-naskah India ke dalam bahasa Cina, yaitu Fa-hian, Hiuen-tsing, dan I-tsing. Kontak India dengan bangsa Persi lebih awal dari bangsa-bangsa sebelumnya. Namun hubungan itu belum memberikan informasi yang mantap. Masuknya karya sastra India Pancatantra yang diterjemahkan ke dalam bahasa Persi. Alberuni, seorang Arab-Persi, pernah mengunjungi India pada tahun 1030 dan mempelajari naskah-naskah India untuk mengetahui kebudayaan bangsa itu.

1. Naskah-naskah India Kesusastraan Weda (kitab suci agama Hindu), kitab suci Brahmana, kitab Aranyaka, dan kitab Upanisad.

2. Telaah Filologi dari Naskah-naskah India

Sampai pertengahan abad ke-19 telah banyak dilakukan telaah terhadap karya sastra klasik India. Dengan telah dilakukan studi terhadap weda dan kitab-kitab agama Buddha lainnya dari segi materi perkembangan filologi di India telah dipandang lengkap. Semenjak tahun1850 banyak dilakukan kajian terhadap sastra klasik India secara ilmiah, dan diterbitkan sejumlah naskah dengan kritik teks.hingga pada awal abad ke-20 daftar tersebut sudah meliputi beribu-ribu naskah.

D. Filologi di Kawasan Nusantara
Kawasan Nusantara terbagi dalam banya kelompok etnis, memiliki bentuk kebudayaan khas, tanpa meninggalkan sifat kekhasan budaya Nusantara.

1. Naskah Nusantara dan Para Pedagang Barat Hasrat mengkaji naskah Nusantara timbul dengan kehadiran bangsa barat abad ke-16. Yang mengetahui pertama naskah lama adalah para pedagang. Dan maraknya perdagangan naskah kuno. Peter Floris dan Pieter Wilemsz van el binck adalah seseorang bergerak dalam perdaangan naskah kuno. Di zaman VOC usaha mempelajari bahasa-bahasa Nusantara hampir terbatas pada bahasa Melayu.

2. Telaah Naskah Nusantara oleh Para Penginjil Sesuai dengan teori filologi, sastra lisan termasuk kajian filologi, maka diantara penginjil ada yang mengkaji sastra lisan daerah yang didatanginya, karena kelompok etnis belum mengenal huruf sehingga budayanya masih disimpan dalam sastra lisan, seperti daerah Toraja oleh. N. Adriani dan Kruijt.

3. Kegiatan Filologi terhadap Naskah Nusantara Kehadiran NBG ke Indonesia mendorong tumbuhnya kegiatan untuk meneliti naskah-nasah Nusantara. Minat itupuun timbul pada para tenaga Belanda dan Inggris. Kajian ahli filologi bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisis isinya dengan menggunakan metode intuitif atau diplomatik.

Perkembangan selanjutnya disunting dalam bentuk transliterasi huruf Latin dan berkembang lagi dalam bentuk bahasa asing terutama bahasa Belanda. Adanya telaah naskah untuk tujuan pembahasan isinya, yang ditinjau dari berbagai disiplin.

Kegiatan filologi terhadap naskah Nusantara, mendorong berbagai kegiatan ilmiah, terutama dimanfaatkan oleh disiplin humaniora dan disiplin ilmu-ilmu social. Semua kegiatan itu telah memenuhi tujuan filologi, ialah melalui telaah naskah-naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan telaah mengangkat nili-nilai luhur yang tersimpan di dalamnya.

Selasa, 02 Agustus 2011

Mantra di Masyarakat Sunda

(jampi, asihan, singlar, jangjawokan, rajah, ajian, dan pelet)
Mantra sebagaimana dikemukakan Poerwadarminta (1988: 558) adalah:
1) perkataan atau ucapan yang mendatangkan daya gaib (misal dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya); 2) susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain.
Sejalan dengan pembagian jenis mantra, Rusyana (1970) membagi mantra berdasarkan tujuannya menjadi 7 bagian, yaitu jampe ‘jampi’, asihan ‘pekasih’, singlar ‘pengusir’, jangjawokan ‘jampi’, rajah ‘kata-kata pembuka ‘jampi’, ajian ‘ajian/jampi ajian kekuatan’, dan pelet ‘guna-guna’. Diketahui bahwa ketujuh bagian tersebut dapat dikelompokkan ke dalam mantra putih ‘white magic’ dan mantra hitam ‘black magic’. Pembagian tersebut berdasarkan kepada tujuan mantra itu sendiri, yakni mantra putih digunakan untuk kebaikan sedangkan mantra hitam digunakan untuk kejahatan.
Adanya pembagian antara mantra putih (white magic) dan mantra hitam(black magic) sebenarnya sulit untuk diukur dalam pengertian tidak ada pembeda secara nyata di antara keduanya, karena sering terjadi penyimpangan tujuan dari mantra putih ke mantra hitam tergantung kepada siapa dan bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh magic tersebut. Dapat dicermati bahwa mantra putih di antaranya bertujuan untuk menguasai jiwa orang lain, agar diri dalam keunggulan, agar disayang, agar maksud berhasil dengan baik, agar perkasa dan awet muda, berani, agar selamat, untuk menjaga harta benda, mengusir hantu atau roh halus, menaklukan binatang, menolak santet, untuk menyembuhkan orang sakit. Adapun kategori mantra hitam diantaranya bertujuan untuk mencelakai orang agar sakit atau mati, membalas perbuatan jahil orang lain, dan memperdayakan orang lain karena sakit hati.
Kehadiran mantra putih maupun mantra hitam itu sendiri berpangkal pada kepercayaan masyarakat pendukung di dalamnya yang memunculkan fenomena yang semakin kompleks di jaman sekarang. Sejumlah penilaian, sikap, dan perlakuan masyarakat Sunda terhadap mantra semakin berkembang. Ada sebagian masyarakat yang begitu mengikatkan secara penuh maupun sebagian dirinya terhadap mantra dalam kepentingan hidupnya. Sebagian masyarakat lainnya secara langsung atau tidak langsung menolak kehadiran mantra dengan pertimbangan bahwa menerima mantra berarti melakukan perbuatan syirik. Pada bagian masyarakat yang disebutkan pertama dapat digolongkan ke dalam masyarakat penghayat atau pendukung mantra, sedangkan bagian masyarakat yang lainnya digolongkan ke dalam masyarakat bukan penghayat mantra.
Bagi masyarakat penghayat mantra, kegiatan sehari-hari kerap kali diwarnai dengan pembacaan mantra demi keberhasilan dalam mencapai maksud. Misalnya, para petani ingin sawahnya subur, terhindar dari gangguan hama, ingin panen hasilnya melimpah; para pedagang ingin dagangannya laris. Mantra diterima oleh masyarakat penghayatnya sebagai kebutuhan penunjang setelah kehidupan agamanya dijalani secara sungguh-sungguh.
Adanya kebutuhan terhadap mantra sebagai warna yang menghiasi kehidupan sehari-hari. Kegiatan yang tidak terlepas kepada keadaan alam dan mata pencaharian, menghasilkan tiga kelompok besar sehubungan dengan penggunaan mantra, yaitu mantra yang digunakan untuk perlindungan, kekuatan, dan pengobatan.
Salah satu contoh mantra perlindungan dapat disimak berikut ini.
Rarakan Nyi Pohaci
Hihid kekeper iman
Nyiru tamprak ning iman
Dulang ketuk ning iman
Parako bengker ning iman
Hawu dungkuk ning iman
Suluh solosod ning iman
Seeng kukus ning iman.


Secara simbolik, benda-benda yang disebutkan merupakan perwakilan dari hakekat manusia yang senantiasa harus menjalani hidup dengan dibekali iman yang kuat.
Fungsi lain yang menyiratkan adanya permohonan kepada Sang Pencipta, tampak pada sejumlah mantra kekuatan, begitu erat dengan kebutuhan hidup masyarakat yang dalam satu segi membutuhkan kekuatan lahir maupun batin untuk melaksanakan maksud tertentu. Semua mantra tersebut sepenuhnya disandarkan kepada Allah. Mereka tinggal menunggu keputusan dari Yang Maha Menentukan atas usaha yang dijalankan manusia. Betapa manusia merasa kecil dan tak berdaya sehingga memohon dilindungi, ditopang, diberi kemurahan pada setiap langkah, mohon ditetapkan iman dan Islam. Begitu juga dengan mantra kekuatan lainnya, dengan berbekal keyakinan dan bersandar sepenuhnya kepada Allah, mantra diucapkan untuk tujuan keunggulan, agar disayangi, agar segala perbuatan menghasilkan sesuatu yang diharapkan, agar perkasa, awet muda, untuk menaklukan siluman, dan lain-lain. Salah satu contoh mantra kekuatan yang termasuk ke dalam pelet ‘guna-guna’ dapat dilihat dalam contoh berikut ini.
Pelet
Bismillah
Kum awewe
Wataji kulhu absar
Wahuwa Latiful Khabil
Sabulan sang ratu nu colalang
Sabulan mangrupi
Dua putri mananjo
Tujuh bulan kolot
Salapan bulan sang goledah
Gereleng putih
Jig ka cai ngadon ceurik
Jig ka darat ngadon midangdam
Jig ka imah asa jobong koong
Kop cai asa tuak bari
Kop dahar asa tatal bobo
Kaula nyaho ngaran sia…si…….
Asihan
Samping aing kebet lereng
ditilik ti gigir lenggik
diteuteup ti hareup sieup
mikaeunteup mikasieup
mangka eunteup mangka sieup
ka awaking
awaking ratu asihan
ti luhur kuwung-kuwungan
ti handap teja mentrangan
ditilik ti tukang lenggik
di tilik ti gigir sieup
mangka eunteup mangka sieup
asih…asih… asih….
asih ka badan awaking.

Pembagian mantra lainnya, yaitu mantra pengobatan. Mantra pengobatan dipakai untuk mengobati si sakit. Melalui warisan nenek moyang, pemanfaatan alam pun tampak, yaitu digunakannya daun-daunan untuk mengobati perut kembung, tampak dalam jampe beunghak beuteung ‘jampi perut kembung’. Jampi tersebut harus disertai dengan menggosokkan daun eurih ke perut si sakit. Salah satu contoh mantra pengobatan dapat disimak berikut ini.
Jampe Beunghak Beuteung
Cakakak di leuweung
Injuk talina
Dihakan dibeuweung
Hitut jadina
Plong blos plong blong………

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa mantra terdiri atas mantra
putih dan mantra hitam. Mantra hitam (black magic) yang lebih dikenal secara umum oleh masyarakat Jawa barat sebagai teluh pada kenyataannya di lapangan diperoleh dalam jumlah yang sangat sedikit, itu pun ada yang berasal dari mantra putih (white magic). Hal ini dapat dipahami karena fungsi utama mantra, yaitu yang terkandung dalam mantra putih lebih mendominasi kehadirannya. Mantra hitam (black magic) tidak mendapat tempat di masyarakat. Ini terbukti dari hasil inventarisasi yang hanya ditemukan kurang lebih 10 buah mantra hitam (black magic).
Mantra hitam (black magic) yang dimaksudkan adalah mantra pendendam dan mantra perdayaan. Mantra pendendam adalah mantra pembalasan atas perbuatan jahat orang yang mengirimkan mantra untuk mencelakai si pembalas.
Mantra ini diklasifikasikan sebagai mantra hitam karena ada motif mendendam dan ingin mencelakai orang yang mencoba mencelakainya. Simak teks yang dimaksud di bawah ini:
Panolak Teluh
Siriwi kula siratin
Mina haji kurawul kabuli badan
Papag papupang-pulang
Cunduk nyungcung datang rahayu
Anu runtuh sira nu gempur
Nu ngadek sira nu paeh
Nu nyimbeuh sira nu baseuh
Nu nyundut sira nu tutung
Nya aing Ceda Wisesa
Panca buana di buana panca tengah
Tiis ti peuting ngeunah ti beurang
Ngeunah ku Allah Taala
Ya Allah hurip waras (3 X)

Adapun dalam mantra hitam yang benar-benar dilatarbelakangi oleh hasrat ingin mencelakai orang lain tampak dalam mantra di bawah ini:
Paneluh Galunggung
Ratu teluh ti Galunggung
Sang Ratu cedacawal
Ratu teluh ti Gunung Agung
Sang Ratu murba Sakama
Sang Ratu Talaga Bodas
Nu kumawasa pusering talaga
Sang Ratu Cedacawal
Nya aing Sang Ratu Cedacawal
Pur geni pur braja
Seuseup getihna
Cokcrok ototna
Sebit atina
Bedol tikorona
Sayab nyawana
Tuh Singsieunan si …………

Mantra tidak mendapat tempat di sebagian masyarakat karena muatan teks dan perilaku magis lainnya yang menurutnya bertentangan dengan akidah Islam.
Antipati mereka terhadap perilaku magis ini masih dalam batas kewajaran. Mereka satu sama lainnya (dengan masyarakat penghayat mantra putih) masih dapat menjalin hubungan dan memfungsikan dirinya sebagai anggota masyarakat yang baik, tetapi tidak ada toleransi untuk penghayat mantra hitam (black magic).

Senin, 25 Juli 2011

Carita Parahyangan

Carita Parahiyangan mangrupakeun ngaran hiji naskah Sunda nu dijieun kira ahir abad ka-16, nu nyaritakeun sajarah tatar Sunda, utamana ngeunaan kakawasaan karajaan Galuh jeung Sunda. Dingaranan ktiu dumasar kana bubuka eusina nu nyebutkeun "ndéh nihan carita parahiyangan". Dumasar kana carita nu mungkasna, ieu naskah dijieun dina ahir abad ka-16 atawa awal abad ka-17, nalika kakuatan pulitik Islam saeutik-saeutik geus nyilihan kakawasaan Sunda di Pakuan Pajajaran.

Naskah

Ieu naskah téh sabagian ti naskah nu aya dina koropak nomer 406 nu disimpen di Perpustakaan Nasional, Jakarta. Lobana 47 lambar ukuran 21 x 3 cm, nu dina unggal lambarna dieusi tulisan 4 jajar (bulak-balik). Aksara nu dipaké nyaéta aksara Sunda kuna, sedeng basana Sunda kuna.

Panalungtikan

Ieu naskah munggaran ditalungtik ku K.F. Holle, lajeng ku C.M. Pleyte, nu duanana mémang loba nalungtik sastra Sunda-Buhun. Lajeng ieu naskah dialihaksarakeun ku Purbacaraka, salaku tambahan pikeun laporan anjeunna ngeunaan Batu Tulis di Bogor. Tarékah ieu diteruskeun ku H. ten Dam (taun 1957) jeung J. Noorduyn (laporan panalungtikan taun 1962 jeung 1965). Salajengna, ieu naskah ogé ditalungtik ku sababaraha sarjana Sunda, di antarana Ma'mun Atmamiharja, Amir Sutaarga, Aca, Ayatrohaédi, sarta Édi S. Ékajati jeung Undang A. Darsa.

Eusi

Ieu naskah nyaritakeun sajarah Sunda, ti awal karajaan Galuh jaman Wretikandayun nepi ka runtagna Pakuan Pajajaran alatan kadéséh ku pangaruh Islam ti Demak jeung Cirebon (katut Banten).

Sempakwaja & Mandiminyak
Rahiyang Sanjaya

Ieu naskah loba pisan nyaritakeun Rahiyang Sanjaya, anu méméh jeneng di Galuh boga ngaran Rakéyan Jambri, padahal jeneng rajana téh ukur salapan taun. Rakéyan Jambri téh putrana Sang Séna, sedengkeun Sang Séna téh anak Mandiminyak ti Pwah Rababu (istrina Sempakwaja, kungsi di-'keudeu-keudeu' ku Mandiminyak).

Dina ieu naskah, Sanjaya kacaritakeun jago perang. Lian ti nu di pulo Jawa, Sanjaya ogé kungsi narajang wilayah-wilayah di Sumatra, kayaning Malayu, Sriwijaya, jeung Barus, malah nepi ka wewengkon kakawasaan Cina.

Perang Bubat

Dina lebah nyaritakeun Prabu Maharaja, anakna Aki Kolot, disebutkeun kieu

Manak deui Prebu Maharaja, lawasniya ratu tujuh tahun, kena kabawa ku kalawisaya, kabancana ku seuweu dimanten, ngaran Tohaan. Mundut agung dipipanumbasna. Urang réya sangkan nu angkat ka Jawa, mumul nu lakian di Sunda. Pan prangrang di Majapahit.

Mun dina basa Sunda kiwari, alihbasana kurang leuwih kieu,

Boga anak, Prebu Maharaja, lawasna jadi ratu tujuh taun, keuna ku kalawisaya, kabawa cilaka ku anakna, nu ngaranna Tohaan, ménta gedé panumbasna. Urang réa asalna indit ka Jawa, da embung boga salaki di Sunda. Heug wae perang di Majapahit.

Prabu Surawisésa

Prabu Surawisésa, putrana Ratu Jayadéwata, kawarisan kakawasaan Sunda dina mangsa anu henteu nguntungkeun, sabab wilayah-wilayahna loba nu baruntak, éléh pangaruh, atawa direbut ku karajaan Cirebon anu dibantuan ku Demak. Dina mangsa kakawasaanana anu 14 taun, Prabu Surawisésa mingpin bala saréwu dina 15 kali perang.

Disilihan inya ku Prebu Surawisésa, inya nu surup ka Padarén, kasuran, kadiran, kuwamén. Prangrang limawelas kali hanteu éléh, ngalakukeun bala sariwu. Prangrang ka Kalapa deung Aria Burah. Prangrang ka Tanjung. Prangrang ka Ancol kiyi. Prangrang ka Wahanten girang. Prangrang ka Simpang. Prangrang ka Gunungbatu. Prangrang ka Saungagung. Prangrang ka Rumbut. Prangrang ka Gunung. Prangrang ka Gunung Banjar. Prangrang ka Padang. Prangrang ka Panggoakan. Prangrang ka Muntur. Prangrang ka Hanum. Prangrang ka Pagerwesi. Prangrang ka Medangkahiyangan. Ti inya nu pulang ka Pakwan deui. hanteu nu nahunan deui, panteg hanca di bwana. Lawasniya ratu opatwelas tahun.

Dina tradisi lisan, Prabu Surawisésa ieu katelah Mundinglaya Dikusumah.

Patempatan/wilayah Sunda

Naskah Carita Parahiyangan loba pisan nyebut patempatan/wilayah nu, tangtuna, kaasup wilayah kakawasaan Sunda. Éta patempatan, aya nu nepi ka kiwari tetep kitu ngaranna, aya ogé nu geus teu aya di kieuna:

* Ancol: Ancol, Jakarta Kalér
* Arile, di Kuningan
* Balamoha
* Balaraja
* Balitar
* Barus
* Batur
* Berawan
* Cilotiran
* Cimara-upatah
* Cina
* Ciranjang
* Cirebon: karajaan Cirebon
* Datar
* Demak: karajaan Demak
* Demba, nusa
* Denuh: wewengkon pakidulan
* Galuh: karajaan Galuh, salah sahiji puseur pamaréntahan & kaadaban Sunda
* Galunggung; gunung Galunggung
* Gegelang
* Gegeromas
* Gunung
* Gunung Banjar
* Gunungbatu
* Gunung Merapi
* Hanum
* Hujung Cariang
* Huluwesi, Sanghiyang
* Jampang
* Jawa: wilayah urang Jawa (bagian wétan pulo Jawa)
* Jawakapala
* Jayagiri
* Kahuripan
* Kajaron
* Kalapa: palabuan utama Sunda, kiwari Sunda Kelapa
* Keling
* Kemir
* Kendan: karajaan nu ayana kira di sabudeureun gunung Kendan di wewengkon Nagrég, anu loba kapanggih batu obsidian nu katelah batu kendan.
* Kiding
* Kikis
* Kreta
* Kuningan: puseur kabupatén Kuningan
* Lembuhuyu
* Majapahit: karajaan Majapahit
* Majaya
* Malayu: karajaan Malayu di Sumatra
* Mananggul
* Mandiri
* Medang
* Medangjati
* Medang Kahiangan
* Menir
* Muntur
* Nusalarang
* Padang
* Padarén
* Pagajahan
* Pagerwesi
* Pagoakan
* Pajajaran: Pakuan Pajajaran, puseur karajaan Sunda, perenahna di Bogor kiwari
* Pakuan: Pakuan Pajajaran, puseur karajaan Sunda, perenahna di Bogor kiwari
* Pangpelengan
* Paraga
* Parahiyangan
* Patégé
* Puntang: gunung Puntang
* Rajagaluh: Rajagaluh, Majalengka
* Rancamaya, Sanghiyang: wewengkon kuloneun Ciawi, Bogor, kiwari jadi babakan paniisan méwah
* Rumbut
* Salajo
* Saung Agung
* Saunggalah
* Simpang
* Sumedeng
* Sunda: karajaan Sunda anu puseurna di Pajajaran, Bogor
* Taman
* Tanjung
* Tarum: Citarum
* Tasik
* Tiga, gunung
* Wahanten-girang: Banten Girang
* Wanakusuma, gunung
* Winduraja
* Wiru

Jumat, 22 Juli 2011

Sunda Pituin jeung Sunda Mukimin? Ari sim kuring Sunda naon?

Sababaraha tiori nyebatkeun yen nu disebat urang sunda teh nya eta jalma nu indung bapana urang sunda mun henteu jalma nu geus lila cicing di wewengkon sunda. tapi enya kitu jiga kitu? Urang tilik jeung tarik ti sejarah urang atawa ti Karajaan Salakanagara nu di percaya sababaraha ahli kungsi ngadeg di Jawa Barat. Nu ngadegkeun Karajaan Salakanagara nya eta Dewawarman jeung mitoha na Aki Tirem. Dewawarman nya eta asalna ti India ti kulawarga Palawa sedengkeun Aki Tirem sorangan turunan ti wewengkon Yewana bagean Kulon. Naha? Kieu urutanna:
Karuhun Ki Nesan Asalna ti Yewana – Datuk Banda putera Nesan ti Langkasuka – Datuk Waling putera Ki Datuk Banda – Ki Bagang putera Ki Datuk Waling ti Ujung Mendini (Semenanjung) – Datuk Pawang Marga putera Ki Bangang ti Sumatera bagean Kaler – Aki Pawang Sawer putera Datuk Pawang Marga – Ki Dungkul putera Ki Datuk Pawang Sawer ti Sumatera bagean Kidul – Aki Bajul Pakel putera Ki Dungkul ti Sumatera bagean Kidul ngalih ka basisir kulon Jawa Kulon – Nyi Sariti puteri Ki Bajul Pakel – Ki Srengga putera Nyi Sariti – AKI TIREM putera Ki Srengga – pamungkas Pohaci Larasati puteri Aki Tirem [sumber: Buku Sejarah Jawa Barat, Yoseph Iskandar Hal. 38].

Jadi sabenerna, aya sabaraha kriteria nu disebut urang Sunda teh?
Ti sababaraha pamanggihna para ahli anu ditataan ngeunaan saha ari Urang Sunda teh bisa dicindekkeun saperti ieu di handap. Hiji jelema dianggap Urang Sunda lamun cumpon kana salasahiji pasaratanana, di dieu oge dibahas ngeunaan Sunda Pituin jeung Sunda Mukimin. Naon sih nu disebut dua eta? Opat saratna nya eta:
1. Upama dirina ngarasa jadi urang Sunda.
2. Upama ku batur disebut yen manehna teh urang Sunda.
3. Upama indung bapana asli atawa disebut Sunda Pituin eta.
4. Upama indung bapana lain urang Sunda, tapi paripolahna, cara mikir jeung hirup kumbuh sapopoena persis saperti urang Sunda.
Upama ukuranna kitu, nya atuh ayeuna mah gampang bae, kari urangna bisa nyumponan salasahiji ti opat pasaratan di luhur. Tapi sok urang pedar leuwih jembar deui ngeunaan perkara diluhur.

1. Upama dirina ngarasa jadi urang Sunda
Hiji jelema kakara boga rasa jadi urang Sunda, lamun inyana ngarasa yakin yen jiwana, hirup – huripna, lahir batinna, komo jeung turunan ti indung bapana pituin urang Sunda. Pikeun miboga rasa jadi urang Sunda, nya kudu hirup di wewengkon anu NYUNDA, ngomong sapopoe basa sunda, etika jeung etiket, budipekertina NYUNDA, konsep hirupna nangtung dina tatapakan Sunda. jeung sauumur salawasna bajoang pikeun najeurkeun ajen inajen jeung laku lampah anu NYUNDA. Ngan anu sok dipikahariwang teh nya eta lamun jadi Sunda anu heureut deuleu pondok lengkah, heureut ku sateukteuk, kurung batok. Nu kieu bakal jadi Sunda Eklusif, tegesna bisa tigebrus kana etnosentris anu heureut, Jingoisme, Ubber Alls (ngarasa diri jadi seler bangsa nu pangunggulna). Karuhun Sunda geus mapagahan yen ulah jadi SUNDA ANU SARUBAK JAMANG tapi kudu SUNDA ANU SAAMPAR JAGAT.

2. Upama ku batur disebut URANG SUNDA
Upama nurutkeun ukuran anu ieu, nu disebut Sunda atawa urang Sunda teh kumaha ceuk tetelahan ti batur. Ieu sipatna leuwih obyektif. Biasana pangna disebut kitu teh kulantaran indung bapana urang Sunda, atawa dumeh cicing di tatar Sunda. Sok aya urang Sunda pribadi nu sigana era upama disebut disebut urang Sunda ku batur teh da geuning upama aya anu nanya kieu:
“Kamu orang Sunda yah?” ari dijawabna teh.
“Bukan, saya mah orang Indonesia” (ari eta kecap “mah” teh emang lain Sunda?) eta jawaban teh sanajan ngan heureuy ngagambarkeun teu sadarna jeung henteu tumampi jadi urang Sunda. Saenyana mah urang bisa ngabedakeun antara harti keap Bangsa jeung harti kecap Rayat. Ari “Bangsa” mah nuduhkeun kana sistim budaya (kultur jeung peradaban) ari “Rayat” mah nuduhkeun kana cacahjiwa dicirian ku nomer KTP. Jadi kuduna ngajawab teh kieu: “Iya, saya orang Sunda yang menjadi Rakyat Indonesia”. Padahal ari nu salah mah kapan kudu dibebener deui, diomean.

3. Upama indung bapana Pituin urang Sunda
Kacida bagjana pisan jelema anu indung bapana terah Sunda pituin, komo upama hirup huripna, campur gaul sapopoena dina tatapaan anu NYUNDA. Malah aya nu disebut tujuh turunana terah Sunda Asli. Tapi sigana ari tepi tujuh turunan mah (bapa/indung, nini/aki, uyut, bao, janggawerang, canggah, udeg – udeg, kait siwur) mah jauh teuing. Sigana ku semet indung bapana oge cukup. Anu penting mah bari hirup hurip sapopoena katangar NYUNDA. Sarta anu pangpentingna tina khirupan anu Nyunda teh nya eta di imah jeung di wewengkona ngagunakeun basa Sunda pikeun alat komunikasi. Ayeuna mah boroning di komplek perumahan, di tempat nu biasa ngagunakeun basa Sunda ayeuna mah jiga anu era ngomong basa Sunda teh.

4. Upama indung bapana lain urang Sunda, tapi paripolahna, cara mikir jeung hirup kumbuh sapopoena persis saperti urang Sunda
Ayeuna mah meureun nu disebut Sunda Mukimin. Disebut Sunda Mukimin teh pedah geus mukim di tatar Sunda. Tapi sanajan kitu kudu dibarengan ku paripolah, pamikiran jeung hirup kumbuh sapopoena ceples saperti urang Sunda. Can disebut Sunda Mukimin, upama ukur cicing di tatar Sunda, tapi ari paripolahna, pasipatan, omongana, cara mikir, jeung hirup kumbuh sapopoena can saperti urang Sunda. Jadi teu bisa disebut Sunda Mukimin upama imah – imahna dipager luhur tepi ka teu wawuh ka tatangga, embung milu ngaronda, embung kerja bakti kajeun muruhkeun, embung jadi RT atawa RW, atawa tara milu upacara agustusan.
Saenyana di pakumbuhan urang Sunda geus kaitung rea para mukimin anu gede kanyaahna ka Sunda. Upamana bae: Dalang Apek Gunawijaya (Urang China), Bapa Sutisna Sejaya (Pekalongan, Jawa) tapi lancar basa Sunda jeung laku lampahna saperti urang Sunda pituin, Bapa Endang Saefuddin Anshari (alm) nu nyunda pisan ditambah deui sok biantara ku basa Sunda(Urang Padang). Tangtu masih loba urang Sunda Mukimin anu upama dibandingkeun jeung urang Sunda Pituin oge jauh tangeh leuwih nyaahna ka Sunda. Ka para Sunda Mukimin anu saperti kieu, urang wajib ngajenan jeung mihormat.

Jadi, eta opat kriteria nu ceuk pamadegan sim kuring mah bisa ngajawab patalekan “Saha ari urang Sunda teh?” Lain Sunda Pituin atawa Sunda Mukimin. Nu tangtu mah, sakumaha manehna ngomong, mikir, pasipatan jeung hirup kumbuhna jiga Ki Sunda. Lain ngan saukur nyebutkeun yen manehna URANG SUNDA ari laku lampahna teu NYUNDA.

Sajak Part I

Kari Ciri, Kantun Ngaran

Baheula, masih ka kuping hariring Dayang Sumbi
Ngancik muru ngudag nu jadi impi
Teu matak sérab, komo napsu saadri
Mangsa harita, anteup seukeut aya haleuang Sangkuriang
Nyambuang néang kahayang
Moal jadi kingkilaban, upadi temahna sarakah sa gunung Burangrang
Tatar Bandung heurin ku tangtung
Kamana atuh leungitna lembur kuring?
Bandung, leungiteun tangtungan
Bandung leungiteun capétang basana
Bandung leungiteun réngkak budayana
Bandung pinuh sipat ngarasula
Nu cidra pinuh néangan harta
Sulaya tina subaya taya watesna
Aral subaha manggih kadigjayaanna
Iraha atuh nu pundung ti Cikapundung bakal balik deui?
Tandang makalangan ngahuripkeun Ki Sunda
Midang mapag ka rahayuan

Bandung tatar Parahiangan kari ciri, kantun ngaran

Imam Rakhman Hakim
Soma 5k, Margasira 1947

Kamis, 07 April 2011

Pakasaban Urang Sunda

A. Pakasaban Urang Sunda
Anu kacutat dina literatur Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian dina bagéan X nya éta:
X
Deung maka ilik-ilik dina turutaneun: mantri gusti kaasa-asa, bayangkara nu marek, pangalasan, juru lukis, pande dang, pande mas, pande gelang, pande wesi, guru wida(ng). medu, wayang, kumbang gending, tapukan, banyolan, pahuma, panyadap, panyawah, panyapu, bela mati, juru moha, barat katiga, pajurit, pamanah, pam(a)rahg, pangurang dasa calagara, rare angon, pacelengan, pakotokan, palika, preteuleum, sing sawatek guna, Aya ma satya di guna di kahulunan. Éta kehna turutaneun kena éta ngawakan tapa di nagara.
Saupama dihartikeun mah sapertos kieu: Sarta perhatoskeun aranjeuna nu bisa diturutan: mantri, gusti anu kasohor, bayangkara, tukang leuleuweungan, juru lukis, tukang mas, tukang geulang, panday, ahli kulit, dalang wayang, tukang gamelan, tukang sandiwara, tukang ngalawak, pahuma, panyadap, panyawah, panyapu, bela mati, juru moha, barat katiga, prajurit, prajurit panah, aparat dasa, palika jeung sagala macem pakasaban. Sadayana sati ka pancen pikeun raja, éta sadayana kedah diturutan sabab aranjeuna ngalakukeun tapa dina nagara.

Jadi, dina Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian dina bagéan X, tos kauninga aya sababaraha pakasaban dina struktur kamasarakatan dina jaman Karajaan Pajajaran masih ngadeg. Perenahna, numutkeun buku Sajarah Jawa Barat ku Bapa Drs. Yoseph Iskandar, yen di zaman Batu Muda, masarakat tos wanoh kana ngahuma, dina zaman Karajaan Salakanagara, pakasabana nambah nya éta, moro di alas, niaga, jadi pamayang di laut jeung walungan, ngangon sato, melak bubuahan, ngahuma jeung sajabana.
B. Ngahuma, Teknik Pakasaban Asli Urang Sunda
Ngahuma, mangrupa hiji pakasaban nu tos aya di urang Sunda ti abad – abad mimiti. Ngahuma urang Sunda, ayeuna masih bisa ditingali teknikna dina kahirupan jeung sistim pakasaban masarakat Kanekes Dalam atawa wewengkon Tangtu. Sistim nu dipaké nya éta huma. Iwal ti ngahuma, numutkeun buku Kabudayaan Sunda ku Edi S. Ekadjati masarakat Kanekes puseur kahirupan aranjeuna nya éta ti usaha nyadap kawung atawa lahang, néangan madu, moro di alas, ngala lauk di walungan, melak tatangkalan heuras pikeun diala buahna saperti cau, kadu, peuteuy, kalapa, rambutan, jeung sajabana. Iwal ti éta, aranjeuna ogé aya nu jadi panday. Upama wanojana biasana ninun.
Dina kahirupan masarakat Sunda baheula jeung masarakat Kanekes ayeuna, taneuh miboga status lain hak milik pribadi namung titipan ti Gusti Nu Maha Agung. Aranjeuna ngan saukur miara jeung ngajaga sarta ngamangpaatkeun sawates pikeun minuhan kabutuhan hirup aranjeuna. Dina prak – prakan ngahuma, hiji lahan dibéré waktu sataun atawa sakali panén. Teras ditaun salajeungna, kudu pindah lahan huma. Tangtu waé maksad umumna mah pikeun ngajaga kasuburan taneuh. Biasana taneuh nu nembé pisan dipaké, disebutna jami pikeun lahan nu tos lami teu dipaké jeung seueur jukut nu minuhan éta lahan, lahan éta disebutna reuma. Parantos kauninga panginten saupama harti reuma mah. Upama jami mah nya éta sawah atawa huma anu enggeus dibuat kalawan imeut ngan tinggal rajegna jarami.
Dina adat Kanekes, numutkeun fungsi, lokasi, jeung tingkatan adatna, aya lima jenis huma. Nya éta: (1) huma serang, (2) huma puun, (3) huma Tangtu, (4) huma tuladan, jeung (5) huma Panamping. Huma serang nya éta huma anu lokasina di wewengkon Tangtu jeung hasil paréna husus pikeun upacara – upacara kapuunan. Huma puun nya éta lahan huma anu lokasina di wewengkon Tangtu, pikeun garapan puun, jeung mangrupa jaminan hirup puun sarta kulawargana salami miboga kalungguhan éta. Huma Tangtu nya éta huma di wewengkon Tangtu pikeun garapan masarakat wewengkon Tangtu (Kanekes Dalam). Huma tuladan nya éta lahan huma pikeun upacara di wewengkon Panamping anu ayana di wewengkon Panamping. Huma Panamping nya éta lahan huma lokasina di wewengkon Panamping jeung pikeun garapan masarakat Panamping.
Ditingali tina gawéna, proses ngagarap huma éta ngaliwatan 12 tahap, nya éta:
1) Narawas (ngarintis)
Narawas hartina nya éta neangan atawa milih lahan pikeun dijadikeun huma.
2) Nyacar (ngabersihan leuweung)
Nyacar hartina ngabukbak jukut atawa leuweung.
3) Nukuh (ngagaringkeun)
Nukuh hartina ngagaringkeun jukut sarta hasil bukbakanana.
4) Ngaduruk
Ngaduruk nya éta kagiatan ngaduruk runtah anu geus dikumpulkeun dina kagiatan nukuh.
5) Nyoo Binih
Nyoo binih nya éta kagiatan nyiapkeun binih nu dilakukeun sapoe sateuacan melak atawa ngaseuk. Kagiatan eta dimimitian ku nurunkeun binih paré ti leuit, dilakukeun ku awewe. Palaku kudu maké selendang bodas, beubeur bodas, jeung buuk disanggul, jeung ngalakukeun kagiatan eta dina suasana jempling jeung khidmat, tampa ngawangkong, jeung ku mapatkeun mantra nu tangtu.
6) Ngaseuk
Ngaseuk, hartina nyieun liang leutik ngagunakeun aseukan pikeun melak binih paré. Ngaseuk sok dipigawé ku lalaki, sedengkeun ngasupkeun binih paré kana liang aseukan dipigawé ku awéwé.
7) Ngirab sawan (miceun sampah)
Ngirab sawan, nya éta mérésihan urut runtah pangpung jeung daun atawa pepelakan séjén anu ngaganggu pepelakan paré anu keur jadi.
8) Mipit
Mipit mangrupa kagiatan munggaran metik atawa ngala paré. Tilu bulan nalika panén éta sok disebut ogé bulan kawalu. Panalungtikan ieu dipigawé dina bulan kawalu tengah.
9) Ngored
Ngored nya éta digawé kalayan ngagunakeun koréd, anu tujuanana pikeun mérésihan huma tina jujukutan sarta pikeun ngagemburkeun taneuh di sabudeureun paré supaya akarna tambah loba jeung babari nyerep kadaharan nepi ka paré jadi subur.
10) Dibuat
Dibuat, nya éta ngala paré atawa motong paré (panén).
11) Ngunjal
Ngunjal hartina ngangkut hasil panén ti huma ka leuit.
12) Nganyaran
Kagiatan upacara ngadahar atawa nyobaan sangu anyar, atawa sangu hasil dibuat di huma serang.


C. Masarakat Huma jeung Masarakat Basisir
Geomorfologi Tatar Sunda nu ngalantarankeun pakasaban nu biasa di talungtik ku para ahli téh ngan saukur ngahuma jeung ngahuma. Sedengkeun masarakat Sunda téh teu ngan saukur pahuma hungkul. Tatapi aya pamayang, palika jeung pakasaban séjén nu konséntrasina di wewengkon basisir. Wewengkon basisir miboga harti strategis kusabab mangrupa wewengkon antara ekosistem darat jeung laut, jeung miboga potensi sumber daya alam sarta jasa – jasa wewengkon nu kacida beungharna. Ragemna potensi sumber daya alam éta, ngamunculkeun daya irut sababaraha pihak pikeun ngamangpaatkeun sumber daya alam sarta sababaraha instansi pikeun ngaregulasi pamangpaatanana. Mung, teu bisa disingkahan nepi ka ayeuna kahirupan masarakat basisir masih jauh katinggaleun ti kahirupan kota, ogé jauh pisan katinggaleunna ti wewengkon alas. Loba masarakat basisir, hususna pamayang anu hirup dihandap gurat kamiskinan. Hal ieu lantaran lobana ti ngala lauk hungkul salaku upah atawa pakasaban utamana.
Jadi upama ditingali, bebédana pakasaban antara masarakat huma jeung masarakat basisir kusabab geomorfologisna. Nalika masarakat Sunda nu aya di luhur pasir atawa gunung, otomatis pakasabanana moal jauh ti ngahuma. Jaman baheula pakasaban urang Sunda nu di dataran luhur, ngan ngahuma hungkul. Kusabab pangaruh ti Mataram, masarakat Sunda mimiti wanoh ka nyawah. Tah upama nu di basisir mah, kusabab unsur taneuhna keusik jadi kasuburan taneuhna teu pati méré kauntungan nu leuwih loba ka masarakat. Otomatis, masarakat basisir mah rata – rata pakasabanana nya éta jadi pamayang atawa palika. Bisa ogé pakasabana nyadap kalapa terus ngamangpaatkeun alas mangrove atawa alas bako.

D. Pakasaban Masarakat Sunda Kiwari
Pakasaban masarakat Sunda kiwari geus leuwih euyeub sabab geus kapangaruhan ku budaya luar sarta kamajuan téhnologi. Pakasabanana bisa dikelompokkeun dumasar wewengkon cicingna masarakat Sunda, nya éta masarakat padésaan jeung masarakat dayeuh. Masarakat nu cicing di désa masih loba anu ngandelkeun tatanen pikeun nyumponan kabutuhan hirupna. Salian ti nyawah, nu ngahuma ogé masih kénéh aya sok sanajan komunitas pahuma téh beuki saeutik. Nu ngabédakeun antara masarakat panyawah baheula jeung ayeuna téh nya éta dina cara ngolah taneuhna anu kiwari mah saeutik lobana geus ngamangpaatkeun kamajuan téhnologi. Mun baheula patani ngagunakeun garu jeung wuluku pikeun ngolah sawahna, ayeuna mah patani geus ngagunakeun traktor. Lian ti éta pikeun ngarumat jeung ngagemuk paréna,mun baheula mah patani ngagunakeun gemuk kompos kiwari mah gemuk nu digunakeun ku patani téh gemuk kimia jeung pestisida pikeun ngusir hamana. Padahal mun dijujut dumasar mangpaatna sarta pangaruh kana taneuhna, tangtuna gemuk alam téh leuwih alus dari pada gemuk kimia nu kiwari loba dipaké ku patani. Salian ti traktor, aya ogé rontogan pikeun ngalaan paré anu geus diarit tina tangkalna.
Kiwari mah anu jadi prioritas masarakat Sunda di désa téh lain ngan saukur nyawah jeung ngahuma tapi geus loba pakasaban séjén anu jadi inceranana, utamana mah loba kolot nu miharep para putrana jadi pagawé negeri atawa pangusaha suksés. Hal éta téh ogé mangrupa pangaruh tina geus majuna dunya atikan anu katarima ku urang Sunda sorangan. Malah loba para putrana anu jadi masarakat urban di dayeuh.
Anapon pakasaban masarakat Sunda nu di dayeuh geus leuwih loba macemna (heterogén) sarta geus leuwih ngajurus (terspesialisasi). Kusabab pangwangunan di dayeuh leuwih maju saupama dibandingkeun jeung pangwangunan di désa, jadi lahan pikeun tatanen di dayeuh mah geus heureut pisan. Di kota-kota gedé saperti Bandung misalna, geus langka pisan kapanggih lahan-lahan pikeun nyawah atawa ngebon, komo deui pikeun ngahuma mah.

Manusia dan Kebudayaan

Mengenain Manusia dan Kebudayaan. Bagaimana hakikatnya? bisa di lihat di sini:
Makalah Manusia dan Kebudayaan

Senin, 28 Februari 2011

Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh PART II

Setelah kita tahu tentang Silih Asih [di Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh Part I], sekarang kita beranjak ke Part II yaitu Silih Asah. Silih Asah adalah saling mencerdaskan, saling menambah ilmu pengetahuan, memperluas wawasan dan pengalaman lahir batin. Capaian akhirnya adalah peningkaan kualitas kemanusiaan dalam segala aspeknya baik pada tataran kognisi, afeksi, spiritual maupun psikomotorik. Silih Asah adalah proses aktifitas antara dua pihak, ada yang berperan sebagai pemberi pengetahuan dan ada pula yang berperan sebagai penerima pengetahuan. Untuk itu perlu adanya situasi kondisi yang menyertainya, yaitu kesadaran bahwa:
Asah berarti mempunyai visi dan misi. Hidup yang terarah adalah hidup yang visioner, yaitu hidup bermakna mempunyai tujuan yang jelas yang ingin dicapai. Ini berdampak dengan munculnya misi, yaitu tujuan yang ingin diraih secara bertahap.
Asah berarti bersemangat. Semangat menandakan keteguhan itikad. Disebut juga sebagai kekuatan karsa.
Asah adalah kemampuan mengendalikan diri. Sadar diri atau kemampuan mengendalikan diri merupakan perjuangan yang cukup berat.
Asah adalah alat ukur dalam mencapai tujuan. Tujuan silih asah ialah bertambahnya ilmu pengetahuan sebagai alat dalam mencapai tujuan.
Asah adalah metoda. Mempelajari sebuah ilmu memerlukan metoda atau cara.
Asah yaitu adanya kesabaran. Dalam menuntut ilmu atau menyampaikan ilmu sangat memerlukan kesabaran, keuletan, tidak cepat bosan atau gampang menyerah.
Asah memerlukan keterbukaan. Transparasi dalam arti tidak ada sesuatu yang disembunyikan demi tercapainya optimalisasi transformasi ilmu pengetahuan.
Asah adalah sistem keteraturan. Kemampuan mengatur dalam pentransformasian ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang mesti dilakukan.
Asah yaitu adanya kejujuran. “Kejujuran” biasa diartikan dalam penyampaian ilmu pengetahuan bersifat obyektif.
Asah adalah kerja yang berkesinambungan. Ilmu pengetahuan adalah proses yang berkesinambungan, berakumulatif.
Asah adalah kemampuan mengelola. Mentransformasikan ilmu pengetahuan memerlukan sistem, didaktik dan metodik.
Asah adalah kreatifitas. Kreatifitas menjadi penanda manusia sehat cara berfikirnya. Dalam idiomatika Sunda dikenal istilah hirup nu hurip, rancage hate, rancingas rasa.
Asah adalah inovatif. Perbaharuan terencana akan menjadi tenaga pendorong tumbuh kembangnya suatu ilmu dalam mengatasi tantangan jamannya.
Asah adalah memberi penilaian. Pada hakikatnya silih asah adalah proses saling menilai atas kualitas ilmu pengetahuan dan kemampuan di antara dua pihak.
• Asah adalah keberanian untuk diuji. Untuk mengetahui ketercapaian hasil proses silih asah.
Asah adalah proaktif. Proaktif dalam bahasa Sunda searti dengan rapekan, rancage, motekar, henteu kuuleun. Selalu berfikir positif dan mencari hal – hal baru yang dijadikan tantangan daya kreatifitasnya.
Asah adalah kualitas diri. Kualitas manusia ditentukan oleh kualitas sumber daya dirinya.
Asah adalah kemampuan berkomunikasi. Proses silih asah akan terjadi dengan intens bila proses berkomunikasi berjalan dengan baik.
Asah adalah kemampuan bersinergi. Dengan proses silih asah sangat berkemungkinan terjadi interaksi sinergi antara dua pihak yang dapat menimbulkan penemuan – penemuan baru atau peningkatan kualitas diri yang lebih optimal.
Asah memerlukan dana.

Rabu, 16 Februari 2011

Cik Atuhlah, Saha Ari Urang Sunda teh?

Hiji waktu nu geus kaliwat dina riungan para tokoh Urang Sunda jeung sawatara anggota DPRD Prop. Jabar basa ngabahas “milih pigupernureun/wagup Prop. Jabar”, ti antara anu hadir aya nu nanyakeun ka anggota DPRD Prop. Jabar tea, saha jeung nu kumaha anu disebut SUNDA teh. Ti antara anggota DPRD Prop. Jabar nu aya harita saurang oge taya nu bisa nerangkeun kalawan jentre. Ieu kaaayan teh ngagambarkeun yen wawakil rayat Sunda teh dina buktina mah henteu apaleun kana saha jeung naon anu diwakilanana. Estu pikasediheun pisan. wawakil urang Sunda teu ngartieun kana saha jeung naon ari SUNDA teh.

Padahal upama eta anggota dewan teh daek leukeun jeung sok daek maca buku nu tumali jeung Sunda atawa Kabudayaan Sunda, tangtu bisa ngajawab kana eta pananya. Aya sawatara buku anu kudu dibaracana, tur saenyana henteu loba diantarana bae:

” Pandangan Hidup orang Sunda, karya tulis Dr. Yus Rusyana dkk. Depdikbud, 1988/1989.
” Kebudayaan Sunda. Dr. Edi S. Ekadjati, Dunia Pustaka Jaya, 1986.
” Sejarah Sunda I, Drs. R. Ma’mun Atmamihardja, Sumur Bandung 1956.
” Dangiang edisi 1/1999.

Tah dina eta buku bakal kaguar naon ari SUNDA.Tapi sigana boa-boa henteu ngan wungkul para wakil rayat anu jadi anggota DPRD Prop. Jabar bae nu can apal kana harti jeung ma’na kecap Sunda teh, teu mustahil karereanana urang Sunda oge can kungsi apal. Ku kituna mah atuda bongan bae di sakola-sakola boh anu formal boh non formal henteu kungsi diajarkeun SAJARAH SUNDA, (kajaba di lingkungan YPDM Pasundan jeung Yayasan Atikan Sunda) - Kacida pikasediheunana, ari sajarah karajaan-karajaan di Tatar Jawa, ti mimiti Erlangga tepi ka Sultan Hamengkubuwono X, urang kungsi diajar; diarapalkeun malah diujikeun, tapi ari sajarah karuhun urang pribadi kaluli-luli). Mangkaning ceuk Sajarahwan/Sosiolog ti Eropa, Miland Kundera, nyebutkeun, yen pikeun ngaleungitkeun hiji bangsa (seler bangsa), leungitkeun bae kareueus kana sajarahna pribadi. Tah kajadian ieu pisan anu ayeuna tumiba ka urang Sunda teh, kana sajarahna pribadi, jajauheun kana ngarasa reueus mah.

Nurutkeun pamanggihna para ahli nu ditataan di luhur ngeunaan saha ari Urang Sunda bisa dicindekkeun saperti ieu di handap.
Hiji jelema dianggap URANG SUNDA lamun cumpon kana salasahiji pasaratanana, nyaeta:

1. Upama dirina ngarasa jadi urang Sunda.
2. Upama ku batur disebut yen manehna teh urang Sunda.
3. Upama indung jeung bapana asli, tulen, PITUIN urang Sunda.
4. Upama jelema anu sanajan indung bapana lain Urang Sunda, tapi tingkah laku, cara mikir jeung hirup kumbuh sapopoena peresis saperti Urang Sunda.

Upama kitu ukuranana, nya atuh ayeuna mah gampang bae, kari urangna masing-masing bisa nyumponan salasahiji tina opat perkara di luhur. Upama dipedar leuwih jembar bisa dihartian kieu:

1. UPAMA DIRINA NGARASA JADI URANG SUNDA

Hiji jelema kakara boga rasa jadi urang Sunda, lamun inyana ngarasa yakin yen jiwana, hirup-huripna, lahir batinna, komo jeung turunan ti indung-bapana pituin urang Sunda. Pikeun miboga RASA jadi urang Sunda, nya kudu hirup di lingkungan anu NYUNDA (mibanda karakter Sunda), ngomong sapopoe basa Sunda, etika jeung etiket, budipekertina Nyunda, konsep hirupna (Visi jeung Misina) nangtung dina tatapakan Sunda. Jeung sauumur salawasna bajoang pikeun nanjeurkeun ajen inajen jeung perilaku anu Nyunda. Ngan anu sok dipikahariwang teh nyaeta lamun jadi Sunda anu heureut deuleu pondok lengkah, heureut ku sateukteuk, kurung batok. Nu kieu bakal jadi Sunda eklusif, tegesna bisa tigebrus kana etnosentris anu heureut, Jingoisme, Ubber Alls (ngarasa diri jadi seler bangsa anu pangunggulna). Karuhun Sunda geus mapagahan yen ulah jadi SUNDA ANU SARUBAK JAMANG, tapi kudu SUNDA ANU ANU SAAMPAR JAGAT (Jamang=baju).

2. UPAMA KU BATUR DISEBUT YEN MANEHNA TEH URANG SUNDA

Upama nurutkeun ukuran anu ieu, nu disebut Sunda atawa urang Sunda teh kumaha ceuk tetelahan ti batur. Ieu sipatna leuwih obyektif. Biasana pangna disebut kitu teh kulantaran indung-bapana urang Sunda, atawa dumeh cicing di tatar Sunda. Sok aya urang Sunda pribadi anu sigana era upama disebut urang Sunda ku batur teh da geuning upama aya nu nanya kieu:
“Kamu orang Sunda yah?”
Ari dijawabna teh ” Bukan saya mah Orang Indonesia “
Eta jawaban ngagambarkeun kateusadaran jeung henteu tumampi jadi urang Sunda (ieu patojaiah jeung eusina Ar.Ruum ayat 22). Saenyana kudu dibedakeun antara harti kecap BANGSA jeung harti kecap RAYAT (Rakyat). Ari “Bangsa” mah nuduhkeun kana sistem budaya (kultur jeung peradaban); ari “rayat (rakyat)” mah nuduhkeun kana cacahjiwa (penduduk) dicirian ku nomer KTP. Jadi kuduna ngajawab teh kieu:
“Benar saya orang Sunda yang menjadi Rakyat Indonesia” - Kitu kuduna mah, ngan geus salah kaprah tea. Padahal ari nu salah mah kapan kudu dibebener deui, diomean.

3. UPAMA INDUNG BAPANA PITUIN URANG SUNDA

Kacida bagjana pisan jelema anu indung bapana terah Sunda pituin, komo upama jeung hirup huripna, campur gaul sapopoena dina tatapakan anu NYUNDA. Malah di urang mah aya kasebutna yen tujuh turnanana oge terah Sunda asli. Tapi sigana ari tepi ka tujuh turunan mah (bapa/indung, nini/aki, uyut, bao, janggawareng, canggah, udeg-udeg, kait siwur) mah jauh teuing. Sigana ku semet indung jeung bapa oge cukup. Anu penting mah bari jeung hirup hurip sapopoena katangar Nyunda. Sarta anu pangpentingna tina kahirupan anu Nyunda teh nyaeta di imah jeung di lingkunganana ngagunakeun BASA SUNDA pikeun alat komunikasina. - Di kota-kota nu aya di Tatar Sunda, hususna di Bandung, pangpangna anu hirup di kompleks perumahan geus kurang pisan kulawarga anu ngagunakeun basa Sunda di imahna -

4. UPAMA JELEMA ANU SANAJAN INDUNG BAPANA LAIN URANG SUNDA, TAPI TINGKAH LAKU, CARA MIKIR JEUNG HIRUP KUMBUH SAPOPOENA PERESIS SAPERTI URANG SUNDA

Ayeuna mah meureun nu disebut urang Sunda MUKIMIN. Disebut Mukimin teh pedah geus mukim (cicing, matuh) di tatar Sunda. Tapi sanajan kitu kudu dibarengan ku tingkah laku, cara mikir jeung hirup kumbuh sapopoena ceples saperti urang Sunda. Can disebut Sunda Mukimin, upama ukur pedah cicing di tatar Sunda, tapi ari perilaku, pasipatan, ngomong, cara mikir jeung hirup kumbuh sapopoena can saperti Urang Sunda.

Jadi teu bisa disebut Sunda Mukimin, upama imah-imahna dipager luhur tepi ka teu wawuh jeung tatangga, embung milu ngaronda, embung kerja bakti kajeun muruhkeun, embung jadi RT atawa RW, nyieun kelompok/komunitas anu ekslusif, tara milu upacara agustusan.

Saenyana di pakumbuhan Urang Sunda geus kaitung rea para mukimin anu kacida gede kanyaahna ka Ki Sunda, upamana bae:

” Dalang Apek Gunawijaya, eta teh dalang kahot meles urang Cina (ngaranna oge Apek kapan). Dalang Apek kawentar pisan dina taun opatpuluhan jeung limapuluhan mah.
” Bapa Sutisna Senjaya, tokoh ti organisasi Daya Sunda, hiji-hijina wakil GERPIS (Gerakan Pilihan Sunda dina Pemilu taun 1955) anu jadi wakil di Konstituante jaman Sukarno. Anjeunna wantun pidato dina sidang formal Konstituante ku BASA SUNDA, sarta mokalan ngadegkeun kalawarta Kudjang babarengan jeung Bp. R. Ema Bratakoesoema, Bp. Prof. Ir. R.Otong Kosasih. Ari bapa Sutisna Senjaya (Sutsen) teh wedalan Pekalongan alias tiang Jawi.
” Bapa Endang Saefuddin Anshari (Alm), terah Padang meles, tapi di mana wae, jeung iraha bae upama biantara teh sok ku basa Sunda bae. Tatakramana kacida nyundana (pupus taun 90-an).

Tangtu aya keneh Urang Sunda Mukimin anu upama dibandingkeun jeung urang Sunda Pituin oge jauh tangeh leuwih nyaahna ka Sunda. Ka para Sunda Mukimin anu saperti kieu, urang wajib ngajenan jeung mihormatna.

Minangka panutupna tulisan bagian ka-1 ieu, aya nu perlu pisan dipiinget ku urang sarerea, rek keur urang SUNDA PITUIN rek keur SUNDA MUKIMIN, yen ari pikeun kalungguhan Pupucuk Pamarentahan Masarakat Urang Sunda mah, aya nu kudu dicekel pageuh, nyaeta para pamingpin di unggal daerah (Propinsi, Kabupaten, Kota, Kacamatan, Desa), eta teh lain ngan ukur jadi PAMINGPIN STRUKTURAL FORMAL wungkul tapi oge jadi CICIREN (ICON) TI MASARAKAT ADAT SUNDA. Jadi kacindekanana pikeun pamingpin di Tatar Sunda mah kudu bisa nyumponan kana ukuran (kriteria) nomer 1, 2 jeung 3. Tapi upama kapaksa-kapaksa teuing mah henteu cumpon tilu pasaratan tea, dua pasaratan mah mutlak kudu digunakeun, nyaeta pasaratan no 1 (Ngarasa dirina teh Urang Sunda) jeung no 2 (Ku batur disebut manehna teh Urang Sunda). Hal ieu teh taya lian pikeun salasahiji tarekah geusan repeh rapih, lulus banglus, tata tengtrem karta raharjana Tatar Sunda jeung Bangsa Sunda sabage salasahiji ti masarakat rayat Indonesia. Upama nu dua ieu kacumponan, insya-Alloh moal marudah teuing batiniahna urang Sunda teh. Muga maphum bae ieu mah.

Ku : (alm) H.R. Hidayat Suryalaga

*ti sababaraha ste jeung referensi

Senin, 14 Februari 2011

Kebudayaan

Hmmm....sekian lama tak menulis di blog ini,,,,ada waktu juga buat ngisi blogku ini...hahahaha...buat kawan - kawan rekan kuliah yang butuh banget definisi kebudayaan, saya punya beberapa nih...meski ga banyak...kasih komen ya :)

1. Dictionary of Modern Sociology adalah keseluruhan (total) atau pengorganisasian way of life termasuk nilai-nilai, norma-norma, institusi, dan artifak yang dialihkan dari satu generasi kepada generasi berikutnya melalui proses belajar.

2. Francis Merill mengatakan bahwa kebudayaan adalah :
• Pola-pola perilaku yang dihasilkan oleh interaksi sosial
• Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh seseorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.

3. Bounded et.al (1989), kebudayaan. adalah sesuatu yang terbentuk oleh Pengembangan dah transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya symbol bahasa sebagai rangkaian simbol. yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang diharapkan dapat ditemukan di dalam media, pernerintahan, institusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.

4. Berdasarkan. Eri cyclopedia of Sociology, kebudayaan menurut Para antropolog diperkenalkan Pada abad 19. Gagasan ini Pertama. kali muncul di zaman renaisans untuk menggarnbarkan adat istiadat, kepercayaan, bentuk-bentuk sosial, dan bahasa-bahasa Eropa. di masa. silam yang berbeda dengan masa kini. Periode kedua dari kebudayaan terjadi tatkala konsep ini mulai mendapat pengakuan bahwa kini manusia itu berbeda-beda berdasarkan wilayah diatas muka bumi, variasi itu diperkuat oleh bahasa yang mereka gunakan, ritual yang mereka praktekan serta berdasarkan jenis-jenis masyarakat di mana mereka tinggal.

5. Malinowski mengatakan bahwa kebudayaan merupakan kesatuan dari dua aspek fundamental, kesatuan pengorganisasian yaitu tubuh artifak dan sistem adat istiadat.

6. Dictionary of Cultural Literacy, kebudayaan merupakan “jumlah” dari seluruh sikap, adapt istiadat, dan kepercayaan yang membedakan sekelompok orang dengan kelompok lain, kebudayaan ditransmisikan melalui bahasa, objek material, ritual, institusi (milsanya sekolah), dan kesenian, dari suatu generasi kepada generasi berikutnya.

7. Edward B. Taylor. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.

8. M. Jacobs dan B.J. Stern. Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.

9. Koentjaraningrat. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.

10. Dr. K. Kupper. Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.

11. William H. Haviland: Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima ole semua masyarakat.

12. Ki Hajar Dewantara: Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

13. Mitchell (Dictionary of Soriblogy): Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.

14. Robert H Lowie: Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.

15. Arkeolog R. Seokmono: Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.
16. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

17. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

18. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

19. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

20. Shein (1985-1990)Budaya adalah suatu pola dari asumsi-asumsi dasar (keyakinan dan harapan) yang ditemukan ataupun dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dari organisasi, dan kemudian menjadi acuan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan adaptasi keluar dan integrasi internal, dan karena dalam kurun waktu tertentu telah berjalan/berfungsi dengan baik, maka dipandang sah, karenanya dibakukan bahwa setiap anggota organisasi harus menerimanya sebagai cara yang tepat dalam pendekatan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi.

21. Bacharuddin Jusuf Habibie Budaya dalam arti yang luas adalah suatu keadaan akibat perilaku manusia yang secara perorangan atau kelompok, bermasyarakat dan bernegara yang dapat mempengaruhi kehidupan yang damai dan tenteram, sejahtera dalam arti bahwa semua dapat hidup sehat diatas garis kemiskinan, tidak membedakan suku, etnik, ras dan jenis kelamin, tidak mencemari dan merusak lingkungan, tidak meracuni sumberdaya alam terbaharukan dan tidak terbaharukan, yang secara demokratis menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia, memberi kebebasan untuk beragama, kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebasan dapat menikmati pendidikan sesuai bakat dan keinginannya.

22. R. Soekmono. Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan alam penghidupan.

23. Menurut Kluckhohn (1951) hampir semua antropolog Amerika setuju dengan dalil proposisi yang diajukan oleh Herkovits dalam bukunya yang berjudul Man and His works tentang teori kebudayaan yaitu:
a. kebudayaan dapat dipelajari
b. kebudayaan berasaal atau bersumber dari segi biologis, lingkungan, psikologis, dan komponen sejarah eksistensi manusia.
c. kebudayaan mempunyai struktur
d. kebudayaan dapat dipecah-pecah ke dalam berbagai aspek
e. kebudayaan bersifat dinamis
f. kebudayaan mempunyai variabel
g. kebudayaan memperlihatkan keteraturan yang dapat dianalisis dengan metode ilmiah
h. kebudayaan merupakan alat bagi seseorang (individu) untuk mengatur keadaan totalnya dan menambah arti kesan kreatif.

24. Menurut Krober dan Klukhon (1950) kebudayaan, definisinya adalah kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi; pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.

25. R. Linton mengemukakan kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.


Untuk kawan Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah UPI, terpaksa saya gak bikin edisi translate bahasa sunda, soalnya buat apa dong dikasih tugas kalau cuma copy paste aja? setidaknya ada sedikit jerih payah untuk mentranslate dengan bahasa sunda wewengkon sendiri. hehehehe ^^V