Tepas

Selasa, 29 Juni 2010

Peringkat Webometrics Edisi Januari 2010

PERINGKAT UNIVERSITAS SE- INDONESIA VERSI WEBOMETRICS BULAN JANUARI 2010

1. Universitas Gadjah Mada
2. Institute of Technology Bandung
3. University of Indonesia
4. Petra Christian University
5. Gunadarma University
6. Universitas Negeri Malang*
7. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
8. Universitas Sebelas Maret
9. Airlangga University
10. Brawijaya University
11. Diponegoro University
12. Bogor Agricultural University
13. Universitas Padjadjaran
14. Indonesia University of Education*
15. Universitas Sriwijaya
16. Universitas Islam Indonesia
17. Universitas Muhammadiyah Surakarta
18. Informatics and Computer College Stmik Amikom
19. Universitas Lampung
20. Institut Teknologi Telkom (Sekolah Tinggi Teknologi Telkom)*
21. Yogyakarta State University
22. Electronic Engineering Polytechnic Institute of Surabaya
23. Universitas Hasanuddin University
24. Universitas Mercu Buana
25. Universitas Sumatera Utara
26. Universitas Jember
27. Universitas Udayana
28. Bina Nusantara University
29. Universitas Negeri Semarang
30. Universitas Surabaya
31. Universitas Budi Luhur
32. Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
33. Universitas Katolik Parahyangan
34. Universitas Jenderal Soedirman
35. Universitas Muhammadiyah Malang
36. Universitas Sanata Dharma
37. Duta Wacana Christian University
38. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
39. Maranatha Christian University
40. Atma Jaya Yogyakarta University
41. Universitas Trisakti
42. Universitas Riau Beranda
43. Ahmad Dahlan University
44. Universitas Tarumanagara*
45. Universitas Dian Nuswantoro
46. Unikom
47. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
48. Institut Sains & Teknologi Akprind
49. Universitas Terbuka
50. Universitas Negeri Jakarta

belum ada pembaharuan dari http://www.webometrics.info/index.html . kita tunggu di bulan Juli 2010. perubahan apa yang terjadi? Universitas anda akan naik peringkat, diam statis ditempat atau akan turun?

Jumat, 11 Juni 2010

Kerajaan Sumedang Larang

Kerajaan Sumedang Larang


Kerajaan Sumedang Larang adalah salah satu kerajaan Islam yang diperkirakan berdiri sejak abad ke-15 Masehi di Jawa Barat, Indonesia. Popularitas kerajaan ini tidak sebesar popularitas kerajaan Demak, Mataram, Banten dan Cirebon dalam literatur sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Tapi, keberadaan kerajaan ini merupakan bukti sejarah yang sangat kuat pengaruhnya dalam penyebaran Islam di Jawa Barat, sebagaimana yang dilakukan oleh Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten.

Sejarah

Kerajaan Sumedang Larang (kini Kabupaten Sumedang) adalah salah satu dari berbagai kerajaan Sunda yang ada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Terdapat kerajaan Sunda lainnya seperti Kerajaan Pajajaran yang juga masih berkaitan erat dengan kerajaan sebelumnya yaitu (Kerajaan Sunda-Galuh), namun keberadaan Kerajaan Pajajaran berakhir di wilayah Pakuan, Bogor, karena serangan aliansi kerajaan-kerajaan Cirebon, Banten dan Demak (Jawa Tengah). Sejak itu, Sumedang Larang dianggap menjadi penerus Pajajaran dan menjadi kerajaan yang memiliki otonomi luas untuk menentukan nasibnya sendiri.
1 Kerajaan Sumedang Larang 900 - 1601
2 Pemerintahan Mataram II 1601 - 1706
3 Pemerintahan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) 1706 - 1811
4 Pemerintahan Inggris 1811 - 1816
5 Pemerintahan Belanda / Nederland Oost-Indie 1816 - 1942
6 Pemerintahan Jepang 1942 - 1945
7 Pemerintahan Republik Indonesia 1945 - 1947
8 Pemerintahan Republik Indonesia / Belanda 1947 - 1949
9 Pemerintahan Negara Pasundan 1949 - 1950
10 Pemerintahan Republik Indonesia 1950 - sekarang


Asal-mula nama

Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang beragama Hindu, yang didirikan oleh Prabu Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Yang pertama yaitu Kerajaan Tembong Agung (Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur) dipimpin oleh Prabu Guru Aji Putih pada abad ke XII. Kemudian pada masa zaman Prabu Tajimalela, diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah berkata “Insun medal; Insun madangan”. Artinya Aku dilahirkan; Aku menerangi. Kata Sumedang diambil dari kata Insun Madangan yang berubah pengucapannya menjadi Sun Madang yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya.
Pemerintahan berdaulat
1 Nama Raja-raja Kerajaan Sumedang Larang
a Prabu Guru Aji Putih 900
b Prabu Agung Resi Cakrabuana / Prabu Taji Malela 950
c Prabu Gajah Agung 980
d Sunan Guling 1000
e Sunan Tuakan 1200
f Nyi Mas Ratu Patuakan 1450
g Ratu Pucuk Umun / Nyi Mas Ratu Dewi Inten Dewata 1530 - 1578
h Prabu Geusan Ulun / Pangeran Angkawijaya 1578 - 1601
2 Nama Bupati Wedana Masa Pemerintahan Mataram II
a R. Suriadiwangsa / Pangeran Rangga Gempol I 1601 - 1625
b Pangeran Rangga Gede 1625 - 1633
c Pangeran Rangga Gempol II 1633 - 1656
d Pangeran Panembahan / Pangeran Rangga Gempol III 1656 - 1706
3 Nama Bupati Wedana Masa Pemerintahan VOC, Inggris, Belanda dan Jepang
a Dalem Tumenggung Tanumaja 1706 - 1709
b Pangeran Karuhun 1709 - 1744
c Dalem Istri Rajaningrat 1744 - 1759
d Dalem Anom 1759 - 1761
e Dalem Adipati Surianagara 1761 - 1765
f Dalem Adipati Surialaga 1765 - 1773
g Dalem Adipati Tanubaja (Parakan Muncang) 1773 - 1775
h Dalem Adipati Patrakusumah (Parakan Muncang) 1775 - 1789
i Dalem Aria Sacapati 1789 - 1791
j Pangeran Kornel / Pangeran Kusumahdinata 1791 - 1800
k Bupati Republik Batavia Nederland 1800 - 1810
l Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Lodewijk, Adik Napoleon Bonaparte 1805 - 1810
m Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Kaisar Napoleon Bonaparte 1810 - 1811
n Bupati Masa Pemerintahan Inggris 1811 - 1815
o Bupati Kerajaan Nederland 1815 - 1828
p Dalem Adipati Kusumahyuda / Dalem Ageung 1828 - 1833
q Dalem Adipati Kusumahdinata / Dalem Alit 1833 - 1834
r Dalem Tumenggung Suriadilaga / Dalem Sindangraja 1834 - 1836
s Pangeran Suria Kusumah Adinata / Pangeran Soegih 1836 - 1882
t Pangeran Aria Suria Atmaja / Pangeran Mekkah 1882 - 1919
u Dalem Adipati Aria Kusumahdilaga / Dalem Bintang 1919 - 1937
v Dalem Tumenggung Aria Suria Kusumah Adinata / Dalem Aria Sumantri 1937 - 1942
w Bupati Masa Pemerintahan Jepang 1942 - 1945
x Bupati Masa Peralihan Republik Indonesia 1945 - 1946
4 Bupati Masa Pemerintahan Republik Indonesia
a Raden Hasan Suria Sacakusumah 1946 - 1947
5 Bupati Masa Pemerintahan Belanda / Indonesia
a Raden Tumenggung M. Singer 1947 - 1949
6 Bupati Masa Pemerintahan Negara Pasundan
a Raden Hasan Suria Sacakusumah 1949 - 1950
7 Bupati Masa Pemerintahan Republik Indonesia
a Radi (Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia) 1950
b Raden Abdurachman Kartadipura 1950 - 1951
c Sulaeman Suwita Kusumah 1951 - 1958
d Antan Sastradipura 1958 - 1960
e Muhammad Hafil 1960 - 1966
f Adang Kartaman 1966 - 1970
g Drs. Supian Iskandar 1970 - 1972
h Drs. Supian Iskandar 1972 - 1977
i Drs. Kustandi Abdurahman 1977 - 1983
j Drs. Sutarja 1983 - 1988
k Drs. Sutarja 1988 - 1993
l Drs. H. Moch. Husein Jachja Saputra 1993 - 1998
m Drs. H. Misbach 1998 - 2003
n H. Don Murdono,SH. Msi 2003 - 2008
o H. Don Murdono,SH. Msi 2008 - 2013


Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M)

Prabu Agung Resi Cakrabuana atau lebih dikenal Prabu Tajimalela dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang. Pada awal berdiri bernama Kerajaan Tembong Agung dengan ibukota di Leuwihideung (sekarang Kecamatan Darmaraja). Ia punya tiga putra yaitu Prabu Lembu Agung, Prabu Gajah Agung, dan Sunan Geusan Ulun.

Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, Prabu Gajah Agung karena sangat kehausan beliau membelah dan meminum air kelapa muda tersebut sehingga beliau dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekedar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan pera keturunannya tetap berada di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di Limbangan, Karawang, dan Brebes.

Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan dipindahkan ke Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia mempunyai dua orang putra, pertama Ratu Istri Rajamantri, menikah dengan Prabu Siliwangi dan mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua Sunan Guling, yang melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang. Setelah Sunan Guling meninggal kemudian dilanjutkan oleh putra tunggalnya yaitu Sunan Tuakan. Setelah itu kerajaan dipimpin oleh putrinya yaitu Nyi Mas Ratu Patuakan. Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai suami yaitu Sunan Corenda, putra Sunan Parung, cucu Prabu Siliwangi (Prabu Ratu Dewata). Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai seorang putri bernama Nyi Mas Ratu Inten Dewata (1530-1578), yang setelah ia meninggal menggantikannya menjadi ratu dengan gelar Ratu Pucuk Umun.

Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran Kusumahdinata, putra Pangeran Pamalekaran (Dipati Teterung), putra Aria Damar Sultan Palembang keturunan Majapahit. Ibunya Ratu Martasari/Nyi Mas Ranggawulung, keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Pangeran Kusumahdinata lebih dikenal dengan julukan Pangeran Santri karena asalnya yang dari pesantren dan perilakunya yang sangat alim. Dengan pernikahan tersebut berakhirlah masa kerajaan Hindu di Sumedang Larang. Sejak itulah mulai menyebarnya agama Islam di wilayah Sumedang Larang.

Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri

Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai perkembangan Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun, seorang wanita keturunan raja-raja Sumedang kuno yang merupakan seorang Sunda muslimah; menikahi Pangeran Santri (1505-1579 M) yang bergelar Ki Gedeng Sumedang dan memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Pangeran Santri adalah cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya. Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya.

Dari pernikahan Ratu Pucuk Umun dengan Pangeran Santri memiliki enam orang anak, yaitu :

1. Pangeran Angkawijaya (yang tekenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun)
2. Kiyai Rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam.
3. Kiyai Demang Watang di Walakung.
4. Santowaan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang.
5. Santowaan Cikeruh.
6. Santowaan Awiluar.

Ratu Pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean Gede di Kota Sumedang.

Prabu Geusan Ulun

Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M) dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Ia menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh (Ciamis). Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putera angkatnya, Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata atau Rangga Gempol I, yang dikenal dengan nama Raden Aria Suradiwangsa menggantikan kepemimpinannya.

Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang oleh Kerajaan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur. Pada saat-saat kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan Keraton beliau mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi untuk pergi ke Kerajaan Sumedang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan yang disebut Kandaga Lante. Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas simbol kekuasaan Raja Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan lainnya seperti benten, siger, tampekan, dan kilat bahu (pusaka tersebut masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun si Sumedang). Kandaga Lante yang menyerahkan tersebut empat orang yaitu Sanghyang Hawu atau Embah Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot.

Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten (wadyabala Banten) tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang, sehingga wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya Sungai Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali (kecuali Cirebon dan Jayakarta), batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya Samudera Hindia.

Secara politik Kerajaan Sumedang Larang didesak oleh tiga musuh: yaitu Kerajaan Banten yang merasa terhina dan tidak menerima dengan pengangkatan Prabu Geusan Ulun sebagai pengganti Prabu Siliwangi; pasukan VOC di Jayakarta yang selalu mengganggu rakyat; dan Kesultanan Cirebon yang ditakutkan bergabung dengan Kesultanan Banten. Pada masa itu Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram dan beliau pergi ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat prajurit setianya (Kandaga Lante). Setelah dari pesantren di Demak, sebelum pulang ke Sumedang ia mampir ke Cirebon untuk bertemu dengan Panembahan Ratu penguasa Cirebon, dan disambut dengan gembira karena mereka berdua sama-sama keturunan Sunan Gunung Jati.

Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang rupawan, Prabu Geusan Ulun disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri Panembahan Ratu yang bernama Ratu Harisbaya jatuh cinta kepada Prabu Geusan Ulun. Ketika dalam perjalanan pulang ternyata tanpa sepengetahuannya, Ratu Harisbaya ikut dalam rombongan, dam karena Ratu Harisbaya mengancam akan bunuh diri akhirnya dibawa pulang ke Sumedang. Karena kejadian itu, Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk merebut kembali Ratu Harisbaya sehingga terjadi perang antara Cirebon dan Sumedang.

Akhirnya Sultan Agung dari Mataram meminta kepada Panembahan Ratu untuk berdamai dan menceraikan Ratu Harisbaya yang aslinya dari Pajang-Demak dan dinikahkan oleh Sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu bersedia dengan syarat Sumedang menyerahkan wilayah sebelah barat Sungai Cilutung (sekarang Majalengka) untuk menjadi wilayah Cirebon. Karena peperangan itu pula ibukota dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut Dayeuh Luhur.

Prabu Geusan Ulun memiliki tiga orang istri: yang pertama Nyi Mas Cukang Gedeng Waru, putri Sunan Pada; yang kedua Ratu Harisbaya dari Cirebon, dan yang ketiga Nyi Mas Pasarean. Dari ketiga istrinya tersebut ia memiliki lima belas orang anak:

1. Pangeran Rangga Gede, yang merupakan cikal bakal bupati Sumedang
2. Raden Aria Wiraraja, di Lemahbeureum, Darmawangi
3. Kiyai Kadu Rangga Gede
4. Kiyai Rangga Patra Kalasa, di Cundukkayu
5. Raden Aria Rangga Pati, di Haurkuning
6. Raden Ngabehi Watang
7. Nyi Mas Demang Cipaku
8. Raden Ngabehi Martayuda, di Ciawi
9. Rd. Rangga Wiratama, di Cibeureum
10. Rd. Rangga Nitinagara, di Pagaden dan Pamanukan
11. Nyi Mas Rangga Pamade
12. Nyi Mas Dipati Ukur, di Bandung
13. Rd. Suridiwangsa, putra Ratu Harisbaya dari Panemabahan Ratu
14. Pangeran Tumenggung Tegalkalong
15. Rd. Kiyai Demang Cipaku, di Dayeuh Luhur.

Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, karena selanjutnya menjadi bagian Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati (bupati).


Pemerintahan di bawah Mataram

Dipati Rangga Gempol

Pada saat Rangga Gempol memegang kepemimpinan, pada tahun 1620 M Sumedang Larang dijadikannya wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram di bawah Sultan Agung, dan statusnya sebagai 'kerajaan' dirubahnya menjadi 'kabupatian wedana'. Hal ini dilakukannya sebagai upaya menjadikan wilayah Sumedang sebagai wilayah pertahanan Mataram dari serangan Kerajaan Banten dan Belanda, yang sedang mengalami konflik dengan Mataram. Sultan Agung kemudian memberikan perintah kepada Rangga Gempol beserta pasukannya untuk memimpin penyerangan ke Sampang, Madura. Sedangkan pemerintahan untuk sementara diserahkan kepada adiknya, Dipati Rangga Gede.

Dipati Rangga Gede

Ketika setengah kekuatan militer kadipaten Sumedang Larang diperintahkan pergi ke Madura atas titah Sultan Agung, datanglah dari pasukan Kerajaan Banten untuk menyerbu. Karena Rangga Gede tidak mampu menahan serangan pasukan Banten, ia akhirnya melarikan diri. Kekalahan ini membuat marah Sultan Agung sehingga ia menahan Dipati Rangga Gede, dan pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada Dipati Ukur.


Dipati Ukur

Sekali lagi, Dipati Ukur diperintahkan oleh Sultan Agung untuk bersama-sama pasukan Mataram untuk menyerang dan merebut pertahanan Belanda di Batavia (Jakarta) yang pada akhirnya menemui kegagalan. Kekalahan pasukan Dipati Ukur ini tidak dilaporkan segera kepada Sultan Agung, diberitakan bahwa ia kabur dari pertanggung jawabannya dan akhirnya tertangkap dari persembunyiannya atas informasi mata-mata Sultan Agung yang berkuasa di wilayah Priangan.

Pembagian wilayah kerajaan

Setelah habis masa hukumannya, Dipati Rangga Gede diberikan kekuasaan kembali untuk memerintah di Sumedang. Sedangkan wilayah Priangan di luar Sumedang dan Galuh (Ciamis), oleh Mataram dibagi menjadi tiga bagian[2]:

* Kabupaten Sukapura, dipimpin oleh Ki Wirawangsa Umbul Sukakerta, gelar Tumenggung Wiradegdaha/R. Wirawangsa,
* Kabupaten Bandung, dipimpin oleh Ki Astamanggala Umbul Cihaurbeuti, gelar Tumenggung Wirangun-angun,
* Kabupaten Parakanmuncang, dipimpin oleh Ki Somahita Umbul Sindangkasih, gelar Tumenggung Tanubaya.

Kesemua wilayah tersebut berada dibawah pengawasan Rangga Gede (atau Rangga Gempol II), yang sekaligus ditunjuk Mataram sebagai Wadana Bupati (kepala para bupati) Priangan.

Peninggalan budaya

Hingga kini, Sumedang masih berstatus kabupaten, sebagai sisa peninggalan konflik politik yang banyak diintervensi oleh Kerajaan Mataram pada masa itu. Adapun artefak sejarah berupa pusaka perang, atribut kerajaan, perlengkapan raja-raja dan naskah kuno peninggalan Kerajaan Sumedang Larang masih dapat dilihat secara umum di Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang letaknya tepat di selatan alun-alun kota Sumedang, bersatu dengan Gedung Srimanganti dan bangunan pemerintah daerah setempat.

Kerajaan Pakuan Pajajaran

Karajaan Pakuan Pajajaran


Pakuan Pajajaran atau Pakuan (Pakwan) atau Pajajaran adalah pusat pemerintahan Kerajaan Sunda, sebuah kerajaan yang selama beberapa abad (abad ke-7 hingga abad ke-16) pernah berdiri di wilayah barat pulau Jawa. Lokasi Pakuan Pajajaran berada di wilayah Bogor, Jawa Barat sekarang.

Pengantar

Asal-usul dan arti Pakuan terdapat dalam berbagai sumber. Di bawah ini adalah hasil penelusuran dari sumber-sumber tersebut berdasarkan urutan waktu:

1. Naskah Carita Waruga Guru (1750-an). Dalam naskah berbahasa Sunda Kuna ini diterangkan bahwa nama Pakuan Pajajaran didasarkan bahwa di lokasi tersebut banyak terdapat pohon Pakujajar.
2. K.F. Holle (1869). Dalam tulisan berjudul De Batoe Toelis te Buitenzorg (Batutulis di Bogor), Holle menyebutkan bahwa di dekat Kota Bogor terdapat kampung bernama Cipaku, beserta sungai yang memiliki nama yang sama. Di sana banyak ditemukan pohon paku. Jadi menurut Holle, nama Pakuan ada kaitannya dengan kehadiran Cipaku dan pohon paku. Pakuan Pajajaran berarti pohon paku yang berjajar ("op rijen staande pakoe bomen").
3. G.P. Rouffaer (1919) dalam Encyclopedie van Niederlandsch Indie edisi Stibbe tahun 1919. Pakuan mengandung pengertian "paku", akan tetapi harus diartikan "paku jagat" (spijker der wereld) yang melambangkan pribadi raja seperti pada gelar Paku Buwono dan Paku Alam. "Pakuan" menurut Fouffaer setara dengan "Maharaja". Kata "Pajajaran" diartikan sebagai "berdiri sejajar" atau "imbangan" (evenknie). Yang dimaksudkan Rouffaer adalah berdiri sejajar atau seimbang dengan Majapahit. Sekalipun Rouffaer tidak merangkumkan arti Pakuan Pajajaran, namun dari uraiannya dapat disimpulkan bahwa Pakuan Pajajaran menurut pendapatnya berarti "Maharaja yang berdiri sejajar atau seimbang dengan (Maharaja) Majapahit". Ia sependapat dengan Hoesein Djajaningrat (1913) bahwa Pakuan Pajajaran didirikan tahun 1433.
4. R. Ng. Poerbatjaraka (1921). Dalam tulisan De Batoe-Toelis bij Buitenzorg (Batutulis dekat Bogor) ia menjelaskan bahwa kata "Pakuan" mestinya berasal dari bahasa Jawa kuno "pakwwan" yang kemudian dieja "pakwan" (satu "w", ini tertulis pada Prasasti Batutulis). Dalam lidah orang Sunda kata itu akan diucapkan "pakuan". Kata "pakwan" berarti kemah atau istana. Jadi, Pakuan Pajajaran, menurut Poerbatjaraka, berarti "istana yang berjajar"(aanrijen staande hoven).
5. H. ten Dam (1957). Sebagai Insinyur Pertanian, Ten Dam ingin meneliti kehidupan sosial-ekonomi petani Jawa Barat dengan pendekatan awal segi perkembangan sejarah. Dalam tulisannya, Verkenningen Rondom Padjadjaran (Pengenalan sekitar Pajajaran), pengertian "Pakuan" ada hubungannya dengan "lingga" (tonggak) batu yang terpancang di sebelah prasasti Batutulis sebagai tanda kekuasaan. Ia mengingatkan bahwa dalam Carita Parahyangan disebut-sebut tokoh Sang Haluwesi dan Sang Susuktunggal yang dianggapnya masih mempunyai pengertian "paku".

Ia berpendapat bahwa "pakuan" bukanlah nama, melainkan kata benda umum yang berarti ibukota (hoffstad) yang harus dibedakan dari keraton. Kata "pajajaran" ditinjaunya berdasarkan keadaan topografi. Ia merujuk laporan Kapiten Wikler (1690) yang memberitakan bahwa ia melintasi istana Pakuan di Pajajaran yang terletak antara Sungai Besar dengan Sungai Tanggerang (disebut juga Ciliwung dan Cisadane). Ten Dam menarik kesimpulan bahwa nama "Pajajaran" muncul karena untuk beberapa kilometer Ciliwung dan Cisadane mengalir sejajar. Jadi, Pakuan Pajajaran dalam pengertian Ten Dam adalah Pakuan di Pajajaran atau "Dayeuh Pajajaran".

Sebutan "Pakuan", "Pajajaran", dan "Pakuan Pajajaran" dapat ditemukan dalam Prasasti Batutulis (nomor 1 & 2) sedangkan nomor 3 bisa dijumpai pada Prasasti Kebantenan di Bekasi.

Dalam naskah Carita Parahiyangan ada kalimat berbunyi "Sang Susuktunggal, inyana nu nyieunna palangka Sriman Sriwacana Sri Baduga Maharajadiraja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran nu mikadatwan Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, inyana pakwan Sanghiyang Sri Ratu Dewata" (Sang Susuktunggal, dialah yang membuat tahta Sriman Sriwacana (untuk) Sri Baduga Maharaja Ratu Penguasa di Pakuan Pajajaran yang bersemayam di keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, yaitu pakuan Sanghiyang Sri Ratu Dewata).

Sanghiyang Sri Ratu Dewata adalah gelar lain untuk Sri Baduga. Jadi yang disebut "pakuan" itu adalah "kadaton" yang bernama Sri Bima dan seterunya. "Pakuan" adalah tempat tinggal untuk raja, biasa disebut keraton, kedaton atau istana. Jadi tafsiran Poerbatjaraka lah yang sejalan dengan arti yang dimaksud dalam Carita Parahiyangan, yaitu "istana yang berjajar". Tafsiran tersebut lebih mendekati lagi bila dilihat nama istana yang cukup panjang tetapi terdiri atas nama-nama yang berdiri sendiri. Diperkirakan ada lima (5) bangunan keraton yang masing-masing bernama: Bima, Punta, Narayana, Madura dan Suradipati. Inilah mungkin yang biasa disebut dalam peristilahan klasik "panca persada" (lima keraton). Suradipati adalah nama keraton induk. Hal ini dapat dibandingkan dengan nama-nama keraton lain, yaitu Surawisesa di Kawali, Surasowan di Banten dan Surakarta di Jayakarta pada masa silam.

Karena nama yang panjang itulah mungkin orang lebih senang meringkasnya, Pakuan Pajajaran atau Pakuan atau Pajajaran. Nama keraton dapat meluas menjadi nama ibukota dan akhirnya menjadi nama negara. Contohnya : Nama keraton Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat, yang meluas menjadi nama ibukota dan nama daerah. Ngayogyakarta Hadiningrat dalam bahasa sehari-hari cukup disebut Yogya.

Pendapat Ten Dam (Pakuan = ibukota ) benar dalam penggunaan, tetapi salah dari segi semantik. Dalam laporan Tome Pires (1513) disebutkan bahwa bahwa ibukota kerajaan Sunda itu bernama "Dayo" (dayeuh) dan terletak di daerah pegunungan, dua hari perjalanan dari pelabuhan Kalapa di muara Ciliwung. Nama "Dayo" didengarnya dari penduduk atau pembesar Pelabuhan Kalapa. Jadi jelas, orang Pelabuhan Kalapa menggunakan kata "dayeuh" (bukan "pakuan") bila bermaksud menyebut ibukota. Dalam percakapan sehari-hari, digunakan kata "dayeuh", sedangkan dalam kesusastraan digunakan "pakuan" untuk menyebut ibukota kerajaan.

Untuk praktisnya, dalam tulisan berikut digunakan "Pakuan" untuk nama ibukota dan "Pajajaran" untuk nama negara, seperti kebiasaan masyarakat Jawa Barat sekarang ini.

Lokasi Pakuan

Naskah kuno
Salinan gambar "Lokasi dan Tempat Ibu Kota Pakuan Pajajaran" dari buku Kabudayaan Sunda Zaman Pajajaran Jilid 2, 2005)

Dalam kropak (tulisan pada lontar atau daun nipah) yang diberi nomor 406 di Mueseum Pusat terdapat petunjuk yang mengarah kepada lokasi Pakuan. Kropak 406 sebagian telah diterbitkan khusus dengan nama Carita Parahiyangan. Dalam bagian yang belum diterbitkan (biasa disebut fragmen K 406) terdapat keterangan mengenai kisah pendirian keraton Sri Bima, Punta, Narayana Madura Suradipati:
“ Di inya urut kadatwan, ku Bujangga Sedamanah ngaran Sri Kadatwan Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Anggeus ta tuluy diprebolta ku Maharaja Tarusbawa deung Bujangga Sedamanah. Disiar ka hulu Ci Pakancilan. Katimu Bagawat Sunda Mayajati. Ku Bujangga Sedamanah dibaan ka hareupeun Maharaja Tarusbawa.

Artinya: Di sanalah bekas keraton yang oleh Bujangga Sedamanah diberi nama Sri Kadatuan Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Setelah selesai [dibangun] lalu diberkati oleh Maharaja Tarusbawa dan Bujangga Sedamanah. Dicari ke hulu Ci Pakancilan. Ditemukanlah Bagawat Sunda Majayati. Oleh Bujangga Sedamanah dibawa ke hadapan Maharaja Tarusbawa."

Dari sumber kuno itu dapat diketahui bahwa letak keraton tidak akan terlalu jauh dari "hulu Ci Pakancilan". Hulu sungai ini terletak di dekat lokasi kampung Lawanggintung yang sekarang, sebab ke bagian hulu sungai ini disebut Ciawi. Dari naskah itu pula kita mengetahui bahwa sejak zaman Pajajaran sungai itu sudah bernama Ci Pakancilan. Hanyalah juru pantun kemudian menerjemahkannya menjadi Ci Peucang. Dalam bahasa Sunda Kuna dan Jawa Kuna kata "kancil" memang berarti "peucang".

Berita-berita VOC

Laporan tertulis pertama mengenai lokasi Pakuan diperoleh dari catatan perjalan ekspedisi pasukan VOC ("Verenigde Oost Indische Compagnie"/Perserikatan Kumpeni Hindia Timur) yang oleh bangsa kita lumrah disebut Kumpeni. Karena Inggris pun memiliki perserikatan yang serupa dengan nama EIC ("East India Company"), maka VOC sering disebut Kumpeni Belanda dan EIC disebut Kumpeni Inggris.

Setelah mencapai persetujuan dengan Cirebon (1681), Kumpeni Belanda menandatangani persetujuan dengan Banten (1684). Dalam persetujuan itu ditetapkan Cisadane menjadi batas kedua belah pihak.

Laporan Scipio

Dua catatan penting dari ekspedisi Scipio adalah:

* Catatan perjalanan antara Parung Angsana (Tanah Baru) menuju Cipaku dengan melalui Tajur, kira-kira lokasi Pabrik "Unitex" sekarang. Berikut adalah salah satu bagian catatannya: "Jalan dan lahan antara Parung Angsana dengan Cipaku adalah lahan yang bersih dan di sana banyak sekali pohon buah-buahan, tampaknya pernah dihuni".

* Lukisan jalan setelah ia melintasi Ci Liwung. Ia mencatat "Melewati dua buah jalan dengan pohon buah-buahan yang berderet lurus dan tiga buah runtuhan parit". Dari anggota pasukannya, Scipio memperoleh penerangan bahwa semua itu peninggalan dari Raja Pajajaran.

Dari perjalanannya disimpulkan bahwa jejak Pajajaran yang masih bisa memberikan "kesan wajah" kerajaan hanyalah "Situs Batutulis".

Penemuan Scipio segera dilaporkan oleh Gubernur Jenderal Joanes Camphuijs kepada atasannya di Belanda. Dalam laporan yang ditulis tanggal 23 Desember 1687, ia memberitakan bahwa menurut kepercayaan penduduk, dat hetselve paleijs en specialijck de verheven zitplaets van den getal tijgers bewaakt ent bewaart wort (bahwa istana tersebut terutama sekali tempat duduk yang ditinggikan untuk raja "Jawa" Pajajaran sekarang masih berkabut dan dijaga serta dirawat oleh sejumlah besar harimau).

Rupanya laporan penduduk Parung Angsana ada hubungannya dengan seorang anggota ekspedisi yang diterkam harimau di dekat aliran Ci Sadane pada malam tanggal 28 Agustus 1687. Diperkirakan Situs Batutulis pernah menjadi sarang harimau dan ini telah menumbuhkan mitos adanya hubungan antara Pajajaran yang sirna dengan keberadaan harimau.

Laporan Adolf Winkler (1690)

Laporan Scipio menggugah para pimpinan Kumpeni Belanda. Tiga tahun kemudian dibentuk kembali team ekspedisi dipimpin oleh Kapiten Adolf Winkler. Pasukan Winkler terdiri dari 16 orang kulit putih dan 26 orang Makasar serta seorang ahli ukur.

Perjalanan ringkas ekspedisi Winkler adalah sebagai berikut :

Seperti Scipio, Winkler bertolak dari Kedung Halang lewat Parung Angsana (Tanah Baru) lalu ke selatan. Ia melewati jalan besar yang oleh Scipio disebut "twee lanen". Hal ini tidak bertentangan Scipio. Winkler menyebutkan jalan tersebut sejajar dengan aliran Ciliwung lalu membentuk siku-siku. Karena itu ia hanya mencatat satu jalan. Scipio menganggap jalan yang berbelok tajam ini sebagai dua jalan yang bertemu.

Setelah melewati sungai Jambuluwuk (Cibalok) dan melintasi "parit Pakuan yang dalam dan berdinding tegak ("de diepe dwarsgragt van Pakowang") yang tepinya membentang ke arah Ciliwung dan sampai ke jalan menuju arah tenggara 20 menit setelah arca. Sepuluh menit kemudian (pukul 10.54) sampai di lokasi kampung Tajur Agung (waktu itu sudah tidak ada). Satu menit kemudian, ia sampai ke pangkal jalan durian yang panjangnya hanya 2 menit perjalanan dengan berkuda santai.

Bila kembali ke catatan Scipio yang mengatakan bahwa jalan dan lahan antara Parung Angsana dengan Cipaku itu bersih dan di mana-mana penuh dengan pohon buah-buhan, maka dapat disimpulkan bahwa kompleks "Unitex" itu pada zaman Pajajaran merupakan "Kebun Kerajaan". Tajur adalah kata Sunda kuno yang berarti "tanam, tanaman atau kebun". Tajur Agung sama artinya dengan "Kebon Gede atau Kebun Raya". Sebagai kebun kerajaan, Tajur Agung menjadi tempat bercengkerama keluarga kerajaan. Karena itu pula penggal jalan pada bagian ini ditanami pohon durian pada kedua sisinya.

* Dari Tajur Agung Winkler menuju ke daerah Batutulis menempuh jalan yang kelak (1709) dilalui Van Riebeeck dari arah berlawanan. Jalan ini menuju ke gerbang kota (lokasi dekat pabrik paku "Tulus Rejo" sekarang). Di situlah letak Kampung Lawang Gintung pertama sebelum pindah ke "Sekip" dan kemudian lokasi sekarang (bernama tetap Lawang Gintung). Jadi gerbang Pakuan pada sisi ini ada pada penggal jalan di Bantar Peuteuy (depan kompleks perumahan LIPI). Dulu di sana ada pohon Gintung.

* Di Batutulis Winkler menemukan lantai atau jalan berbatu yang sangat rapi. Menurut penjelasan para pengantarnya, di situlah letak istana kerajaan ("het conincklijke huijs soude daerontrent gestaen hebben"). Setelah diukur, lantai itu membentang ke arah paseban tua. Di sana ditemukan tujuh (7) batang pohon beringin.

* Di dekat jalan tersebut Winkler menemukan sebuah batu besar yang dibentuk secara indah. Jalan berbatu itu terletak sebelum Winkler tiba di situs Bautulis, dan karena dari batu bertulis perjalanan dilanjutkan ke tempat arca ("Purwa Galih"), maka lokasi jalan itu harus terletak di bagian utara tempat batu bertulis (prasasti). Antara jalan berbatu dengan batu besar yang indah dihubungkan oleh "Gang Amil". Lahan di bagian utara Gang Amil ini bersambung dengan Bale Kambang (rumah terapung). Bale kambang ini adalah untuk bercengkrama raja. Contoh bale kambang yang masih utuh adalah seperti yang terdapat di bekas Pusat Kerajaan Klungkung di Bali.

Dengan indikasi tersebut, lokasi keraton Pajajaran mesti terletak pada lahan yang dibatasi Jalan Batutulis (sisi barat), Gang Amil (sisi selatan), bekas parit yang sekarang dijadikan perumahan (sisi timur) dan "benteng batu" yang ditemukan Scipio sebelum sampai di tempat prasasti (sisi utara). Balekambang terletak di sebelah utara (luar) benteng itu. Pohon beringinnya mestinya berada dekat gerbang Pakuan di lokasi jembatan Bondongan sekarang.

* Dari Gang Amil, Winkler memasuki tempat batu bertulis. Ia memberitakan bahwa "Istana Pakuan" itu dikeliligi oleh dinding dan di dalamnya ada sebuah batu berisi tulisan sebanyak 8 1/2 baris (Ia menyebut demikian karena baris ke-9 hanya berisi 6 huruf dan sepasang tanda penutup).

Yang penting adalah untuk kedua batu itu Winkler menggunakan kata "stond" (berdiri). Jadi setelah terlantar selama kira-kira 110 th (sejak Pajajaran burak, bubar atau hancur, oleh pasukan Banten th 1579), batu-batu itu masih berdiri, masih tetap pada posisi semula.

* Dari tempat prasasti, Winkler menuju ke tempat arca (umum disebut Purwakalih, 1911 Pleyte masih mencatat nama Purwa Galih). Di sana terdapat tiga buah patung yang menurut informan Pleyte adalah patung Purwa Galih, Gelap Nyawang dan Kidang Pananjung. Nama trio ini terdapat dalam Babad Pajajaran yang ditulis di Sumedang (1816) pada masa bupati Pangeran Kornel, kemudian disadur dalam bentuk pupuh 1862. Penyadur naskah babad mengetahui beberapa ciri bekas pusat kerajaan seperti juga penduduk Parung Angsana dalam tahun 1687 mengetahui hubungan antara "Kabuyutan" Batutulis dengan kerajaan Pajajaran dan Prabu Siliwangi. Menurut babad ini, "pohon campaka warna" (sekarang tinggal tunggulnya) terletak tidak jauh dari alun-alun.

Laporan Abraham van Riebeeck (1703, 1704, 1709)

Abraham adalah putera Jan van Riebeeck pendiri Cape Town di Afrika Selatan. Penjelajahannya di daerah Bogor dan sekitarnya dilakukan dalam kedudukan sebagai pegawai tinggi VOC. Dua kali sebagai Inspektur Jenderal dan sekali sebagai Gubernur Jenderal. Kunjungan ke Pakuan tahun 1703 disertai pula oleh istrinya yang digotong dengan tandu.

Rute perjalanan tahun 1703: Benteng - Cililitan - Tanjung - Serengseng - Pondok Cina - Depok - Pondok Pucug (Citayam) - Bojong Manggis (dekat Bojong Gede) - Kedung Halang - Parung Angsana (Tanah Baru).

Rute perjalanan tahun 1704: Benteng - Tanah Abang - Karet - Ragunan - Serengseng - Pondok Cina dan seterusnya sama dengan rute 1703.

Rute perjalanan tahun 1709: Benteng - Tanah Abang - Karet - Serengseng - Pondok Pucung - Bojong Manggis - Pager Wesi - Kedung Badak - Panaragan.

Berbeda dengan Scipio dan Winkler, van Riebeeck selalu datang dari arah Empang. Karena itu ia dapat mengetahui bahwa Pakuan terletak pada sebuah dataran tinggi. Hal ini tidak akan tampak oleh mereka yang memasuki Batutulis dari arah Tajur. Yang khusus dari laporan Van Riebeeck adalah ia selalu menulis tentang "de toegang" (jalan masuk) atau "de opgang" (jalan naik) ke Pakuan.

Beberapa hal yang dapat diungkapkan dari ketiga perjalanan Van Riebeeck adalah:

* Alun-alun Empang ternyata bekas alun-alun luar pada zaman Pakuan yang dipisahkan dari benteng Pakuan dengan sebuah parit yang dalam (sekarang parit ini membentang dari Kampung Lolongok sampai Ci Pakancilan).
* Tanjakan Bondongan yang sekarang, pada zaman Pakuan merupakan jalan masuk yang sempit dan mendaki sehingga hanya dapat dilalui seorang penunggang kuda atau dua orang berjalan kaki.
* Tanah rendah di kedua tepi tanjakan Bondongan dahulu adalah parit-bawah yang terjal dan dasarnya bersambung kepada kaki benteng Pakuan. Jembatan Bondongan yang sekarang dahulunya merupakan pintu gerbang kota.
* Di belakang benteng Pakuan pada bagian ini terdapat parit atas yang melingkari pinggir kota Pakuan pada sisi Ci Sadane.

Pada kunjungan tahun 1704, di seberang "jalan" sebelah barat tempat patung "Purwa Galih" ia telah mendirikan pondok peristirahatan ("somerhuijsje") bernama "Batutulis". Nama ini kemudian melekat menjadi nama tempat di daerah sekitar prasasti tersebut.

Hasil Penelitian

Prasasti Batutulis sudah mulai diteliti sejak tahun 1806 dengan pembuatan "cetakan tangan" untuk Universitas Leiden (Belanda). Upaya pembacaan pertama dilakukan oleh Friederich tahun 1853. Sampai tahun 1921 telah ada empat orang ahli yang meneliti isinya. Akan tetapi, hanya Cornelis Marinus Pleyte yang mencurahkan pada lokasi Pakuan, yang lain hanya mendalami isi prasasti itu.

Hasil penelitian Pleyte dipublikasikan tahun 1911 (penelitiannya sendiri berlangsung tahun 1903). Dalam tulisannya, Het Jaartal op en Batoe-Toelis nabij Buitenzorg atau "Angka tahun pada Batutulis di dekat Bogor", Pleyte menjelaskan,

"Waar alle legenden, zoowel als de meer geloofwaardige historische berichten, het huidige dorpje Batoe-Toelis, als plaats waar eenmal Padjadjaran's koningsburcht stond, aanwijzen, kwam het er aleen nog op aan. Naar eenige preciseering in deze te trachten".

(Dalam hal legenda-legenda dan berita-berita sejarah yang lebih terpercaya, kampung Batutulis yang sekarang terarah sebagai tempat puri kerajaan Pajajaran; masalah yang timbul tinggalah menelusuri letaknya yang tepat).

Sedikit kotradiksi dari Pleyte: meski di awalnya ia menunjuk kampung Batutulis sebagai lokasi keraton, tetapi kemudian ia meluaskan lingkaran lokasinya meliputi seluruh wilayah Kelurahan Batutulis yang sekarang. Pleyte mengidentikkan puri dengan kota kerajaan dan kadatuan Sri Bima Narayana Madura Suradipati dengan Pakuan sebagai kota.

Babad Pajajaran melukiskan bahwa Pakuan terbagi atas "Dalem Kitha" (Jero kuta) dan "Jawi Kitha" (Luar kuta). Pengertian yang tepat adalah "kota dalam" dan "kota luar". Pleyte masih menemukan benteng tanah di daerah Jero Kuta yang membentang ke arah Sukasari pada pertemuan Jalan Siliwangi dengan Jalan Batutulis.

Peneliti lain seperti Ten Dam menduga letak keraton di dekat kampung Lawang Gintung (bekas) Asrama Zeni Angkatan Darat. Suhamir dan Salmun bahkan menunjuk pada lokasi Istana Bogor yang sekarang. Namun pendapat Suhamir dan Salmun kurang ditunjang data kepurbakalaan dan sumber sejarah. Dugaannya hanya didasarkan pada anggapan bahwa "Leuwi Sipatahunan" yang termashur dalam lakon-lakon lama itu terletak pada alur Ci Liwung di dalam Kebun Raya Bogor. Menurut kisah klasik, leuwi (lubuk) itu biasa dipakai bermandi-mandi para puteri penghuni istana. Lalu ditarik logika bahwa letak istana tentu tak jauh dari "Leuwi Sipatahunan" itu.

Pantun Bogor mengarah pada lokasi bekas Asrama Resimen "Cakrabirawa" (Kesatrian) dekat perbatasan kota. Daerah itu dikatakan bekas Tamansari kerajaan bernama "Mila Kencana". Namun hal ini juga kurang ditunjang sumber sejarah yang lebih tua. Selain itu, lokasinya terlalu berdekatan dengan kuta yang kondisi topografinya merupakan titik paling lemah untuk pertahanan Kota Pakuan. Kota Pakuan dikelilingi oleh benteng alam berupa tebing-tebing sungai yang terjal di ketiga sisinya. Hanya bagian tenggara batas kota tersebut berlahan datar. Pada bagian ini pula ditemukan sisa benteng kota yang paling besar. Penduduk Lawanggintung yang diwawancara Pleyte menyebut sisa benteng ini "Kuta Maneuh".

Sebenarnya hampir semua peneliti berpedoman pada laporan Kapiten Winkler (kunjungan ke Batutulis 14 Juni 1690). Kunci laporan Winkler tidak pada sebuah hoff (istana) yang digunakan untuk situs prasasti, melainkan pada kata "paseban" dengan tujuh batang beringin pada lokasi Gang Amil. Sebelum diperbaiki, Gang Amil ini memang bernuansa kuno dan pada pinggir-pinggirnya banyak ditemukan batu-batu bekas "balay" yang lama.

Panelitian lanjutan membuktian bahwa benteng Kota Pakuan meliputi daerah Lawangsaketeng yang pernah dipertanyakan Pleyte. Menurut Coolsma, "Lawang Saketeng" berarti "porte brisee, bewaakte in-en uitgang" (pintu gerbang lipat yang dijaga dalam dan luarnya). Kampung Lawangsaketeng tidak terletak tepat pada bekas lokasi gerbang.

Benteng pada tempat ini terletak pada tepi Kampung Cincaw yang menurun terjal ke ujung lembah Ci Pakancilan, kemudian bersambung dengan tebing Gang Beton di sebelah Bioskop Rangga Gading. Setelah menyilang Jalan Suryakencana, membelok ke tenggara sejajar dengan jalan tersebut. Deretan pertokoan antara Jalan Suryakencana dengan Jalan Roda di bagian ini sampai ke Gardu Tinggi sebenarnya didirikan pada bekas pondasi benteng.

Selanjutnya benteng tersebut mengikuti puncak lembah Ci Liwung. Deretan kios dekat simpangan Jalan Siliwangi - Jalan Batutulis juga didirikan pada bekas fondasi benteng. Di bagian ini benteng tersebut bertemu dengan benteng Kota Dalam yang membentang sampai ke Jero Kuta Wetan dan Dereded. Benteng luar berlanjut sepanjang puncak lereng Ci Liwung melewati kompleks perkantoran PAM, lalu menyilang Jalan Raya Pajajaran, pada perbatasan kota, membelok lurus ke barat daya menembus Jalan Siliwangi (di sini dahulu terdapat gerbang), terus memanjang sampai Kampung Lawang Gintung.

Di Kampung Lawanggintung benteng ini bersambung dengan "benteng alam" yaitu puncak tebing Ci Paku yang curam sampai di lokasi Stasiun Kereta Api Batutulis. Dari sini, batas Kota Pakuan membentang sepanjang jalur rel kereta api sampai di tebing Ci Pakancilan setelah melewati lokasi Jembatan Bondongan. Tebing Ci Pakancilan memisahkan "ujung benteng" dengan "benteng" pada tebing Kampung Cincaw.

Pemerintahan di Pakuan Pajajaran

Kejatuhan Prabu Kertabumi (Brawijaya V) Raja Majapahit tahun 1478 telah mempengaruhi jalan sejarah di Jawa Barat. Rombongan pengungsi dari kerabat keraton Majapahit akhirnya ada juga yang sampai di Kawali. Salah seorang diantaranya ialah Raden Baribin saudara seayah Prabu Kertabumi. Ia diterima dengan baik oleh Prabu Dewa Niskala bahkan kemudian dijodohkan dengan Ratna Ayu Kirana (puteri bungsu Dewa Niskala dari salah seorang isterinya), adik Raden Banyak Cakra (Kamandaka) yang telah jadi raja daerah di Pasir Luhur. Disamping itu Dewa Niskala sendiri menikahi salah seorang dari wanita pengungsi yang kebetulan telah bertunangan.

Dalam Carita Parahiyangan disebutkan "estri larangan ti kaluaran". Sejak peristiwa Bubat, kerabat keraton Kawali ditabukan berjodoh dengan kerabat keraton Majapahit. Selain itu, menurut "perundang-undangan" waktu itu, seorang wanita yang bertunangan tidak boleh menikah dengan laki-laki lain kecuali bila tunangannya meninggal dunia atau membatalkan pertunangan.

Dengan demikian, Dewa Niskala telah melanggar dua peraturan sekaligus dan dianggap berdosa besar sebagai raja. Kehebohan pun tak terelakkan. Susuktunggal (Raja Sunda yang juga besan Dewa Niskala) mengancam memutuskan hubungan dengan Kawali. Namun, kericuhan dapat dicegah dengan keputusan, bahwa kedua raja yang berselisih itu bersama-sama mengundurkan diri. Akhirnya Prabu Dewa Niskala menyerahkan Tahta Kerajaan Galuh kepada puteranya Jayadewata. Demikian pula dengan Prabu Susuktungal yang menyerahkan Tahta Kerajaan Sunda kepada menantunya ini (Jayadewata).

Dengan peristiwa yang terjadi tahun 1482 itu, kerajaan warisan Wastu Kencana berada kembali dalam satu tangan. Jayadewata memutuskan untuk berkedudukan di Pakuan sebagai "Susuhunan" karena ia telah lama tinggal di sini menjalankan pemerintahan sehari-hari mewakili mertuanya. Sekali lagi Pakuan menjadi pusat pemerintahan.

Masa akhir kerajaan Sunda di Pakuan Pajajaran dihitung dari masa Sri Baduga Maharaja berlangsung selama 97 tahun, yang secara berturut-turut dipimpin oleh

1. Sri Baduga Maharaja (1482 - 1521)
2. Surawisesa (1521 - 1535)
3. Ratu Dewata (1535 - 1534)
4. Ratu Sakti (1543 - 1551)
5. Ratu Nilakendra (1551 - 1567)
6. Raga Mulya (1567 - 1579)

Kerajaan Sunda

Kerajaan Sunda

Kerajaan Sunda (669-1579 M), menurut naskah Wangsakerta merupakan kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun 591 Caka Sunda (669 M). Menurut sumber sejarah primer yang berasal dari abad ke-16, kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat , dan bagian barat Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik (yang menceriterakan perjalanan Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16), yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627), batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali ("Sungai Pamali", sekarang disebut sebagai Kali Brebes) dan Ci Serayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah.

Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanannya, Suma Oriental (1513 – 1515), menyebutkan batas wilayah Kerajaan Sunda di sebelah timur sebagai berikut:
“ Sementara orang menegaskan bahwa kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa. Sebagian orang lainnya berkata bahwa Kerajaan Sunda mencakup sepertiga Pulau Jawa ditambah seperdelapannya lagi. Katanya, keliling Pulau Sunda tiga ratus legoa. Ujungnya adalah Ci Manuk. ”

Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antara keluarga Kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat Sunda.

Sejarah

Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya selama tiga tahun, 666-669 M), menikah dengan Déwi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliau memiliki dua anak, yang keduanya perempuan. Déwi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun (612-702) memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara, serta mendirikan Kerajaan Galuh yang mandiri. Tarusbawa juga menginginkan melanjutkan kerajaan Tarumanagara, dan selanjutnya memindahkan kekuasaannya ke Sunda, di hulu sungai Cipakancilan dimana di daerah tersebut sungai Ciliwung dan sungai Cisadane berdekatan dan berjajar, dekat Bogor saat ini. Sedangkan Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. Beliau dinobatkan sebagai raja Sunda pada hari Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka (kira-kira 18 Mei 669 M). Sunda dan Galuh ini berbatasan, dengan batas kerajaanya yaitu sungai Citarum (Sunda di sebelah barat, Galuh di sebelah timur).

Kerajaan kembar

Putera Tarusbawa yang terbesar, Rarkyan Sundasambawa, wafat saat masih muda, meninggalkan seorang anak perempuan, Nay Sekarkancana. Cucu Tarusbawa ini lantas dinikahi oleh Rahyang Sanjaya dari Galuh, sampai mempunyai seorang putera, Rahyang Tamperan.

Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu Shima dari Kalingga di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa/Sena/Sanna, Raja Galuh ketiga sekaligus teman dekat Tarusbawa. Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Sena di tahun 716 M dikudeta dari tahta Galuh oleh Purbasora. Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tetapi lain ayah.

Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Tarusbawa. Ironis sekali memang, Wretikandayun, kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari Tarumanegara. Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan bantuan Tarusbawa. Penyerangan ini bertujuan untuk melengserkan Purbasora.

Saat Tarusbawa meninggal (tahun 723), kekuasaan Sunda dan Galuh berada di tangan Sanjaya. Di tangan Sanjaya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Tahun 732, Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh kepada puteranya Rarkyan Panaraban (Tamperan). Di Kalingga Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, yaitu Rakai Panangkaran. Rarkyan Panaraban berkuasa di Sunda-Galuh selama tujuh tahun (732-739), lalu membagi kekuasaan pada dua puteranya; Sang Manarah (dalam carita rakyat disebut Ciung Wanara) di Galuh, serta Sang Banga (Hariang Banga) di Sunda.

Sang Banga (Prabhu Kertabhuwana Yasawiguna Hajimulya) menjadi raja selama 27 tahun (739-766), tetapi hanya menguasai Sunda dari tahun 759. Dari Déwi Kancanasari, keturunan Demunawan dari Saunggalah, Sang Banga mempunyai putera bernama Rarkyan Medang, yang kemudian meneruskan kekuasaanya di Sunda selama 17 tahun (766-783) dengan gelar Prabhu Hulukujang. Karena anaknya perempuan, Rakryan Medang mewariskan kekuasaanya kepada menantunya, Rakryan Hujungkulon atau Prabhu Gilingwesi dari Galuh, yang menguasai Sunda selama 12 tahun (783-795).

Karena Rakryan Hujungkulon inipun hanya mempunyai anak perempuan, maka kekuasaan Sunda lantas jatuh ke menantunya, Rakryan Diwus (dengan gelar Prabu Pucukbhumi Dharmeswara) yang berkuasa selama 24 tahun (795-819). Dari Rakryan Diwus, kekuasaan Sunda jatuh ke puteranya, Rakryan Wuwus, yang menikah dengan putera dari Sang Welengan (raja Galuh, 806-813). Kekuasaan Galuh juga jatuh kepadanya saat saudara iparnya, Sang Prabhu Linggabhumi (813-842), meninggal dunia. Kekuasaan Sunda-Galuh dipegang oleh Rakryan Wuwus (dengan gelar Prabhu Gajahkulon) sampai ia wafat tahun 891.

Sepeninggal Rakryan Wuwus, kekuasaan Sunda-Galuh jatuh ke adik iparnya dari Galuh, Arya Kadatwan. Hanya saja, karena tidak disukai oleh para pembesar dari Sunda, ia dibunuh tahun 895, sedangkan kekuasaannya diturunkan ke putranya, Rakryan Windusakti. Kekuasaan ini lantas diturunkan pada putera sulungnya, Rakryan Kamuninggading (913). Rakryan Kamuninggading menguasai Sunda-Galuh hanya tiga tahun, sebab kemudian direbut oleh adiknya, Rakryan Jayagiri (916). Rakryan Jayagiri berkuasa selama 28 tahun, kemudian diwariskan kepada menantunya, Rakryan Watuagung, tahun 942. Melanjutkan dendam orangtuanya, Rakryan Watuagung direbut kekuasaannya oleh keponakannya (putera Kamuninggading), Sang Limburkancana (954-964).

Dari Limburkancana, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan oleh putera sulungnya, Rakryan Sundasambawa (964-973). Karena tidak mempunyai putera dari Sundasambawa, kekuasaan tersebut jatuh ke adik iparnya, Rakryan Jayagiri (973-989). Rakryan Jayagiri mewariskan kekuasaannya ka puteranya, Rakryan Gendang (989-1012), dilanjutkan oleh cucunya, Prabhu Déwasanghyang (1012-1019). Dari Déwasanghyang, kekuasaan diwariskan kepada puteranya, lalu ke cucunya yang membuat prasasti Cibadak, Sri Jayabhupati (1030-1042). Sri Jayabhupati adalah menantu dari Dharmawangsa Teguh dari Jawa Timur, mertua raja Airlangga (1019-1042).

Dari Sri Jayabhupati, kekuasaan diwariskan kepada putranya, Dharmaraja (1042-1064), lalu ke cucu menantunya, Prabhu Langlangbhumi ((1064-1154). Prabu Langlangbhumi dilanjutkan oleh putranya, Rakryan Jayagiri (1154-1156), lantas oleh cucunya, Prabhu Dharmakusuma (1156-1175). Dari Prabu Dharmakusuma, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan kepada putranya, Prabhu Guru Dharmasiksa, yang memerintah selama 122 tahun (1175-1297). Dharmasiksa memimpin Sunda-Galuh dari Saunggalah selama 12 tahun, tapi kemudian memindahkan pusat pemerintahan kepada Pakuan Pajajaran, kembali lagi ke tempat awal moyangnya (Tarusbawa) memimpin kerajaan Sunda.

Sepeninggal Dharmasiksa, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya yang terbesar, Rakryan Saunggalah (Prabhu Ragasuci), yang berkuasa selama enam tahun (1297-1303). Prabhu Ragasuci kemudian diganti oleh putranya, Prabhu Citraganda, yang berkuasa selama delapan tahun (1303-1311), kemudian oleh keturunannya lagi, Prabu Linggadéwata (1311-1333). Karena hanya mempunyai anak perempuan, Linggadéwata menurunkan kekuasaannya ke menantunya, Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340), kemudian ke Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350). Dari Prabu Ragamulya, kekuasaan diwariskan ke putranya, Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (1350-1357), yang di ujung kekuasaannya gugur saat Perang Bubat. Karena saat kejadian di Bubat, putranya -- Niskalawastukancana -- masih kecil, kekuasaan Sunda sementara dipegang oleh Patih Mangkubumi Sang Prabu Bunisora (1357-1371).
Prasasti Kawali di Kabuyutan Astana Gedé, Kawali, Ciamis.

Sapeninggal Prabu Bunisora, kekuasaan kembali lagi ke putra Linggabuana, Niskalawastukancana, yang kemudian memimpin selama 104 tahun (1371-1475). Dari isteri pertama, Nay Ratna Sarkati, ia mempunyai putera Sang Haliwungan (Prabu Susuktunggal), yang diberi kekuasaan bawahan di daerah sebelah barat Citarum (daerah asal Sunda). Prabu Susuktunggal yang berkuasa dari Pakuan Pajajaran, membangun pusat pemerintahan ini dengan mendirikan keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Pemerintahannya terbilang lama (1382-1482), sebab sudah dimulai saat ayahnya masih berkuasa di daerah timur. Dari Nay Ratna Mayangsari, istrinya yang kedua, ia mempunyai putera Ningratkancana (Prabu Déwaniskala), yang meneruskan kekuasaan ayahnya di daerah Galuh (1475-1482).

Susuktunggal dan Ningratkancana menyatukan ahli warisnya dengan menikahkan Jayadéwata (putra Ningratkancana) dengan Ambetkasih (putra Susuktunggal). Tahun 1482, kekuasaan Sunda dan Galuh disatukan lagi oleh Jayadéwata, yang bergelar Sri Baduga Maharaja. Sapeninggal Jayadéwata, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke putranya, Prabu Surawisésa (1521-1535), kemudian Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543), Prabu Sakti (1543-1551), Prabu Nilakéndra (1551-1567), serta Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579). Prabu Suryakancana ini merupakan pemimpin kerajaan Sunda-Galuh yang terakhir, sebab setelah beberapa kali diserang oleh pasukan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten, mengakibatkan kekuasaan Prabu Surya Kancana dan Kerajaan Pajajaran runtuh.

Raja-raja Kerajaan Sunda-Galuh s/d Pajajaran

Di bawah ini deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut naskah Pangéran Wangsakerta (waktu berkuasa dalam tahun Masehi):

1. Tarusbawa (menantu Linggawarman, 669 - 723)
2. Harisdarma, atawa Sanjaya (menantu Tarusbawa, 723 - 732)
3. Tamperan Barmawijaya (732 - 739)
4. Rakeyan Banga (739 - 766)
5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 - 783)
6. Prabu Gilingwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 - 795)
7. Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Gilingwesi, 795 - 819)
8. Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 - 891)
9. Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 - 895)
10. Windusakti Prabu Déwageng (895 - 913)
11. Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913 - 916)
12. Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 - 942)
13. Atmayadarma Hariwangsa (942 - 954)
14. Limbur Kancana (putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 - 964)
15. Munding Ganawirya (964 - 973)
16. Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989)
17. Brajawisésa (989 - 1012)
18. Déwa Sanghyang (1012 - 1019)
19. Sanghyang Ageng (1019 - 1030)
20. Sri Jayabupati (Detya Maharaja, 1030 - 1042)
21. Darmaraja (Sang Mokténg Winduraja, 1042 - 1065)
22. Langlangbumi (Sang Mokténg Kerta, 1065 - 1155)
23. Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155 - 1157)
24. Darmakusuma (Sang Mokténg Winduraja, 1157 - 1175)
25. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 - 1297)
26. Ragasuci (Sang Mokténg Taman, 1297 - 1303)
27. Citraganda (Sang Mokténg Tanjung, 1303 - 1311)
28. Prabu Linggadéwata (1311-1333)
29. Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)
30. Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)
31. Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357)
32. Prabu Bunisora (1357-1371)
33. Prabu Niskalawastukancana (1371-1475)
34. Prabu Susuktunggal (1475-1482)
35. Jayadéwata (Sri Baduga Maharaja, 1482-1521)
36. Prabu Surawisésa (1521-1535)
37. Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)
38. Prabu Sakti (1543-1551)
39. Prabu Nilakéndra (1551-1567)
40. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579)

Hubungan dengan kerajaan lain

Singasari

Dalam Nagarakretagama, disebutkan bahwa setelah Kertanagara menaklukkan Bali (1206 Saka), kerajaan-kerajaan lain turut bertekuk lutut, tidak terkecuali Sunda. Jika ini benar, adalah aneh jika di kemudian hari, kerajaan Majapahit sebagai penerus yang kekuasaannya lebih besar justru tidak menguasai Sunda, sehingga termuat dalam sumpahnya Gajah Mada.
[sunting] Eropa

Kerajaan Sunda sudah lama menjalin hubungan dagang dengan bangsa Eropa seperti Inggris, Perancis dan Portugis. Kerajaan Sunda malah pernah menjalin hubungan politik dengan bangsa Portugis. Dalam tahun 1522, Kerajaan Sunda menandatangani Perjanjian Sunda-Portugis yang membolehkan orang Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kelapa. Sebagai imbalannya, Portugis diharuskan memberi bantuan militer kepada Kerajaan Sunda dalam menghadapi serangan dari Demak dan Cirebon (yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda).

Kamis, 10 Juni 2010

Sejarah Bogor Makalah Sejarah Sunda

Wasta : Imam Rakhman Hakim
NIM : 0902609
Kelas : 2C
Jurusan : Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah
Fakultas : Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2010
BAB I
BUBUKA
A. KASANG TUKANG
tadaga carita hangsa
gajendra carita banem
matsyanem carita sagarem
puspanem carita bangbarem.
Maksadna, ku kituna upami urang rek nyandak sikep, ulah lepat milarian tempat nanya. Upami hoyong apal ngeunaan taman anu jernih, talaga nu caina sejuk taros ka soang. Upami aya jalmi nu nekunan padoman hirup, jernih pamikiran, hirup hasratna, ngagalora, sapertos soang nu aya di talaga herang. Upami hoyong apal eusi laut, taros ka lauk. Sapertos jalmi nu hoyong apal ngeunaan budi raja jeung budi mahapandita.
Upami hoyong apal eusi leuweung, taros ka gajah. Ieu maksadna, nu diibaratkeun eusi nyaeta apal kahoyong jalma rea. Nu diibaratkeun gajah apal kana kakuatan raja. Upami hoyong apal sungit jeung amisna kembang, taros ka bangbara. Maksadna nu diibaratkeun seungit kembang nyaeta manusa nu sampurna paripolahna, amis kekecapanna sok katingali senyum pinuh kabagjaan. Maksadna ulah lepat milih tempat naros.
Tah kitu ceuk Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian. Ulah salah milarian hiji pangaweruh nu teu acan urang lenyepan jeung nyaho artina. Ku kituna didieu, baris dipedar ngeunaan sajarah Bogor, urang pilarian alusna dayeuh Bogor bihari jeung Kiwari, urang pilarian budi Bogor sapertos kumaha, urang pilarian naon cita – cita Karajaan Pajajaran nu ayeuna diteraskeun ku dayeuh Bogor, urang pilarian kuatna dayeuh Pajajaran ku cara ningali dayeuh Bogor ayeuna, jeung urang pilarian endahna dayeuh Bogor.
Prayoga Tohaga Sayaga Kuta Udaya Wangsa Tegar Beriman, mangrupa moto juang nu janten dadasar ngadegna Bogor. Ningali kasang tukang Bogor, Bogor nyaeta dayeuh nu bihari nyaeta urut Puseur dayeuh Karajaan Pajajaran nu katelah raja munggaranna nyaeta Sri Baduga Maharaja nu sok disebat Prabu Siliwangi.
Dayeuh Bogor nu ngadeg kaping 3 Juni 1482. Naha kolot pisan? Naon sajarahna? Dimakalah ieu baris dijentrekeun. Bogor nyaeta tempat nu katelah tempat paniisan. Nepi ka bangsa Walanda nyebat Bogor teh Buitenzorg. Can deui didieu, di sajarah Bogor, aya salah sahiji pedaran nu nyebatkeun Menak Ki Mas Tanu. Nyaeta tokoh dina kakawihan barudak, Ayang – Ayang gung. Saha Menak Ki Mas Tanu teh?

B. MASALAH
Nepi ka ayeuna, teu aya anu bener – bener apal kumaha Bogor teh, naha Bogor disebat Sirung Pajajaran? Saha Prabu Siliwangi? Aya sabaraha Karajaan nu pernah aya di Bogor? Jeung naon pesona Dayeuh Bogor teh?

C. SISTEMATIKA MAKALAH
PANGJAJAP
DAPTAR EUSI
DAPTAR GAMBAR
BAB I BUBUKA
A. Kasang Tukang
B. Masalah
C. Sistematika Makalah
BAB II EUSI MAKALAH
A. LOKASI KABUPATEN JEUNG KOTA BOGOR
B. SAJARAH
I. Asal – Usul
II. Titi Mangsa
II.1 Masa Tilem
II.2 Tanuwijaya Dadasar Negeri Bogor
II.3 Bituna Gunung Salak
II.4 Bogor "Sirung" Pajajaran
C. HARTI LAMBANG KABUPATEN JEUNG KOTA BOGOR
D. TITINGGAL SAJARAH
IV.1 Museum
IV.2 Prasasti, Situs Jeung Arca
IV.3 Gedung Jeung Tempat Sajarah
E. PAMINGPIN KABUPATEN BOGOR TI MANGSA KA MANGSA
F. EKONOMI
G. KASENIAN JEUNG KABUDAYAAN KABUPATEN BOGOR
H. PARIWISATA
BAB III PANUTUP
TIMPAHAN
DAPTAR PUSTAKA











BAB II
EUSI MAKALAH

A. LOKASI KABUPATEN JEUNG KOTA BOGOR
Kabupaten Bogor aya di antawis6.19° - 6.47° LS jeung 106°1'-107°103' BT, nu luasna 2.301,95 Km2. Samentawis, Kota Bogor aya di antawis 106°43’BT - 106°51’BT jeung 6°29’00”LS. Luasna 21,56 km².

B. SAJARAH

I. Asal - Usul

Tah di dinya, ku andika adegkeun eta dayeuh laju ngaranan Bogor sabab bogor teh hartina tunggul kaung. Ari tunggul kaung emang geh euweuh hartina euweuh soteh cek nu teu ngarti.
Ari sababna, sabab ngaran mudu Bogor sabab bogor mah dijieun suluh teu daek hurung teu melepes tapi ngelun haseupna teu mahi dipake muput .

Tapi amun dijieun tetengger sanggup nungkulan windu kuat milangan mangsa. Amun kadupak mantak borok nu ngadupakna moal geuwat cageur tah inyana. Amun katajong? mantak bohak nu najongna moal geuwat waras tah cokorna.

Tapi, amun dijieun kekesed? sing nyaraho isukan jaga pageto bakal harudang pating kodongkang nu ngarawah si calutak. Tah kitu! Ngaranan ku andika eta dayeuh Dayeuh Bogor!
(Pantun Pa Cilong: Ngadegna Dayeuh Pajajaran)

Sajarah Kabupaten jeung Kota Bogor teh sami sadayana. Ngadegna Kabupaten Bogor jeung Kota Bogor nyaeta unggal kaping 3 Juni, kusabab kaping 3 Juni1482 mangrupa dinten Prabu Siliwangi atawa Sri Baduga Maharaja janten raja di Karajaan Pajajaran. Dina taun 1745, cikal bakalna masarakat Bogor, mimitina asalna ti salapan kelompok nu digabungkeun ku Gubernur Baron Van Inhof janten hiji masarakat Kabupaten Bogor. Dina mangsa eta Bupati Demang Wartawangsa kacida hoyongna ngaronjatkeun kualitas lingkungan hirup jeung kasejahteraan rahayat nu dasarna ngahuma ku cara ngali walungan Ciliwung ka Cimahpar jeung ti Nanggewer nepi ka Kalibaru/Kalimulya. Eta nyieun walungan teh diteraskeun di puseur pamarentahan, ngan dina taun 1754 puseur pamarentahanna ayana di Tanah Baru nu salajeungna dipindahkeun ka Sukahati (Kampung Empang kiwari).
Aya sababaraha pamadegan perkawis lahirna ngaran Bogor eta nyalira, nyaeta:
1. Asalna tina salah ucap jalmi Sunda keur “Buitenzorg” nyaéta ngaran resmi Bogor dina masa panjajahan Walanda.
2. Asalna tina “Baghar atawa Baqar” nu miboga hartos munding, kusabab dilebet Kebon Raya aya hiji patung munding.
3. Asalna tina kecap “Bokor” nyaéta sarupa bakul logam nu teu gaduh alesan nu jelas.
4. Asli hartos ti kecap Bogor, nyaéta “tunggul kawung” (énau atawa arén)
Pamadegan yén Bogor asalna tina “Buitenzorg” nyaéta pamadegan intelék nu nyangka jalmi Sunda téh létahna kacida kakuna sareng nyandak babandingan nyalahan “Batavia” nu jadi “Batawi”. Namung mun urang ningali kumaha jalmi Sunda nyarios kecap “sikenhes” keur “zienkénhuis” atawa “bés” keur “buis” atawa “boréh” keur “borég”, hartina dumasar tina cicirén basa nu éta, kedahna mah jalmi Sunda ngalafalkeun “Buitenzorg” jadi “Bétensoréh”. Janten, pamadegan “Buitenzorg” nu jadi Bogor, kacida ngan ukur pamadegan nu teu aya buktosna.
Pamadegan ka dua (“Baghar” atawa ”Baqar”) dumasar kana kanyataan ayana pangaruh basa Arab di daérah Pekojan. Jalmi Sunda akrab sareng basa Arab liwat Agama Islam, ngan can pernah aya sora BA ti basa Arab nu jadi BO. Salian ti éta, pamadegan nu ngandung kahengkeran ti segi urutan waktos. Kecap Bogor téh tos aya sateuacan Kebon Raya diadegkeun, arca munding éta asalna ti kolam heubeul di daerah Kotabaru nu dipindahkeun ka lebet Kebon Raya ku Dr. Fridériech di tengah abad 19.
Pamadegan nu ka tilu, (asal kecap “Bokor”) ogé ngandung kalemahan kusabab bokor éta sorangan nyaéta kecap Sunda asli nu kaasliannana cekap kajamin. Sanajan kitu, parobahan sora “K” janten “G” tampa nimbulkeun parobahan harti tiasa ditingali dina kecap “kumasep” sareng “angkeuhan” nu biasa na dicarioskeun janten “gumasep” sareng “anggeuhan”. Janten, bisa waé Bogor téh asalna tina kecap Bokor.
Pamadegan ka opat tiasa ditingali dina pantun Bogor nu tos disebatkeun dina mimiti tulisan. Dina lakon ieu, nétélakeun yén kecap “Bogor” nyaéta “Tunggul Kawung”. Kaayaan nu sami, tiasa ditingali dina ngaran tempat “Tunggilis” nu aya dina sisi jalan Cileungsi sareng Jonggol. Kecap “Tunggilis” miboga harti tunggul sareng pokok pinang nu harti injeumannana diartikeun nyalira atawa hirup nyalira.
Dina wilayah Jawa Barat seueur tempat anu dingaranan Bogor, sapertos nu tiasa ditingali di Sumedang sareng Garut. Kitu ogé di Jawa Tengah, sakumaha nu tos diserat ku Prof. Veth dina Buku Java. Kusabab kitu, sesah narima teori “Buitenzorg”, “Baghar” sareng “Bokor”.
Bogor salian miboga harti tunggul énau, ogé hartina daging tangkal kawung nu tiasa dijadikeun aci (daérah Bekasi). Dina basa Jawa “ Bogor” nyaéta tangkal énau sareng kecap pigawéan “diBogor” nyaéta disadap. Dina basa Jawa Kuna, “pabogoran” nyaéta hartina Kebon Énau. Dina basa Sunda umumna, ceuk Coolsma, “Bogor” nyaéta “droogét apté kawoeng” (tangkal enau nu tos séép disadap) atawa “baldérloozé én takloozé boom” (tangkal nu teu daunan sareng teu boga cabang). Janten sami sareng harti kecap “pugur” atawa “pogor”.
Namung, dina basa Sunda “muguran” sareng “mogoran” miboga harti nu bénten. Nu ka hiji ngeunaan kana tangkal nu raragragan dauna kusabab geus kolot, nu ka dua nyaéta mondok di imah awéwé dina hartina nyaéta kirang susila. Pamadegan béja saliwat yén Bogor éta hartina “pamogoran” tiasa dianggep kacida isengna.
Ngaran Bogor tiasa ditingali dina hiji dokumén kaping 7 April 1752. dina dokumen éta kacutat yen ngaran Ngabei Raksacandra salaku “hoofd van dér négorij Bogor” (Pupuhu Lembur Bogor). Dina taun éta ibukota Kabupaten Bogor masih kénéh di Tanah Baru. Dua taun salajeungna, Bupati Demang Wiranata ngajukeun hiji pamohalan ka Gubernur Jacob Mossel supados diidinan ngawangun imah di Sukahati caket “Buitenzorg”. Nu kusabab kitu di hareupeun imah Bupati Bogor éta aya hiji émpang, nu ayeuna, ngaran Sukahati digentos janten Émpang.
Dina taun 1752, dina Dayeuh Bogor can aya jalmi asing, ngan ukur Walanda hungkul. Kebon Raya ogé nembé diwangun taun 1817, tungtungna, teori “arca munding” teh tos teu tiasa ditarima salaku asal – usul ngaran Bogor. Tempat ayana Lembur Bogor nu mimiti ti éta di lebet Kebon Raya. Aya dina lokasi pepelakan kaktus kiwari. Aya ogé pasar nu diwangun di lembur éta ku masarakat disebat Pasar Bogor. Tah, papan ngaran “Pasar Baru Bogor” nu aya kiwari, sabenerna rada ngaganggu runtuyan historis ieu.
Lalampahan sajarah Bogor miboga hubungan anu raket pisan sareng karajaan nu kungsi marentah di wewengkon eta. Dina opat abad sateuacanna, Sri Baduga Maharaja dipikawanoh salaku Raja nu ngamimitian zaman Karajaan Pajajaran, raja eta kasohor ku 'ajaran ti inohong nu dijungjung luhung nu ngudag kasejahteraan'. Saatos eta sacara ngaruntuy kacutat dina sajarah ayana karajaan – karajaan nu kungsi miboga kawasa dina wewengkon eta nyaeta:
- Karajaan Tarumanagara, diparentah ku 12 raja. Miboga kawasa ti taun 358 nepi ka taun 669.
- Karajaan Galuh, diparentah ku 14 raja. Miboga kawasa ti taun 516 nepi taun 852.
- Karajaan Sunda, diparentah ku 28 raja. Kawasa ti taun 669 nepi taun 1333. Dilajeungkeun Karajaan Kawali nu diparentah ku 6 raja ti taun 1333 nepi ka taun 1482.
- Karajaan Pajajaran, Kawasa ti taun 1482 nepi ka taun 1579. Ngaistrenan Raja nu kasohor nyaeta Sri Baduga Maharaja. Dina eta mangsa, kasohorna upacaraKuwedabhakti, dilumangsungkeun kaping 3 Juni 1482. Kaping eta nu dina mangsa salajeungna dianggo salaku dinten ngadegna Bogor nu sacara resmi ditetepkeun ngaliwatan sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor dina kaping 26 Mei 1972.
II. Titi Mangsa
Dina hal naon wae, nu pangpentingna nyaeta identitas. Salah sahiji identitas Bogor nu cekap dominan di Jawa Barat nyaeta kasang tukang sajarahna. Kusabab di Bogor ieu ayana Puseur dayeuh Pajajaran jeung didieu oge Siliwangi kungsi hirup jeung marentah. Dua bagean ieu, PAJAJARAN jeung SILIWANGI mangrupa hiji kabagjaan masarakat Jawa Barat. Wajar upami Pemerintah Daerah Kotamadya jeung Kabupaten Bogor satuju myandak titik identitasna ti dua bagean eta.
Tos dijentrekeun yen Jaman Pajajaran dikawitan ku pamarentahan Sri Baduga Maharaja nu dipikawanoh ku sebutan Prabu Siliwangi. Sri Baduga mimiti marentah taun 1482 jeung lumangsung salami 39 taun. Ti mimiti anjeunna marentah pakuan dijadikeun puseur dayeuh karajaan ngagantikeun Kawali. Kajadian pindah eta dijadikeun titik dorong etangan HARI JADI BOGOR. Patalina antawis Bogor jeung peristiwa bihari sabenerna teu sesah dipilarian kusabab tos lami dipikaeling ku kokolot. Entje Madjid salah sahijina (inohong seni awal abad ka-20) tos lami nyieun lirik “Pajajaran tilas Siliwangi, wawangina kasilih jenengan, kiwari dayeuhna Bogor”. Janten anjeunna nyandak kacindekkan yen DAYEUH BOGOR nyaeta nu ngagentos DAYEUH PAJAJARAN.
Nyandak angka taun 1482 nincak kana tolaah sajarah kusabab sumber nu aya bade nampilkeun angka taun eta salaku awal masa pamarentahan Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi). Pikeun sasih jeung kaping rupina kedah disusur ti sumber sajarah nincak kana Upacara Tradisional ku ngaran GURUBUMI jeung KUWERABAKTI kusabab sumber – sumber sajarah eta teu nuliskeun sacara eksplisit ngenaan sasih jeung kapingna. Ieu nyaeta pedaran ngeunaan Upacara Gurubumi jeung Kuwerabakti:
Dina lakon NGAHIYANGNA PAJAJARAN dikisahkeun, yen di Puseur dayeuh Pajajaran sok diayakeun Gurubumi jeung Kuwerabakti unggal taun. Dina Upacara eta dongkap patinggi jeung raja – raja daerah. Upacara ieu dimimitian 49 dinten saatos musim panen jeung lumangsungna 9 dinten jeung nu salajeungna dipungkas ku upacara Kurewabakti dina wengi gede bulan.
Carita ti Pantun ieu dirojong ku sumber nu sanesna, misalna Kropak 406 nu masihan terang yen raja – raja daerah kedah dongkap ka Pakuan unggal taun. Diantawis upeti ti raja – raja daerah, ngiring oge “Anjing Panggerek” (Anjing pamatang) janten dina waktos nu 9 dinten eta, kagiatan moro oge dilakukeun. Tome Pires nyebatkeun, yen"the king is great sportman and hunter" (Raja nyaeta olahragawan jeung pamatang nu pinter).
Fakta sanes nu ngarojong upacara Gurubumi ieu masih dilakukeun di wewengkon PAKIDULAN (palih kidul Banten jeung Sukabumi). Ngeunaan Kuwerabakti, kokolot di SIRNARESMI nyarios yen upacara eta ngan dilakukeun di dayeuh. Sanajan Sirnaresmi ieu ayana di Kacamatan Cisolok – Sukabumi, nu dimaksad dayeuh didieu nyaeta Bogor ku sabab upacara Kuwerabakti ieu baheula ngan dilakukeun di Puseur dayeu Pajajaran. Kaum adat Sirnaresmi nyaeta turunan ti pangungsi ti Pakuan waktos dayeuh ieu diserang ku Banten.
Ti carita bihari nu digambarkeun yen kasang tukang Kabudayaan Masarakat Pajajaran nyaeta Ngahuma kebon. Di Jawa Barat, Masarakat ngebon murni kantun masarakat Baduy di Kanekes (Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak). Dina hal ieu, nu miboga hubungan jeung Upacara Gurubumi jeungKuwerabakti nyaeta Sikslus Tatanenna, utamina dina usum panen. Kalender Tatanen Masarakat Baduy saluyu jeung Pranatamangsa nu dina mangsa bihari dianggo ku masarakat tani di Pulo Jawa jeung Bali. Beda umur sasih emang aya, namung jumlah dinten dina satahun tetep sami, nyaeta 365 dinten. Dua kalender eta oge miboga padoman ka Bentang Wuluku. [Di Kanekes jeung Kiarapandak (Cigudek), Bentang Waluku ieu masih disebat Bentang Kidang] bentang ieu ayana dina rasi Orion. Oge sok dianggo bentang nu di sisina, nyaeta Kereti (Kartika atawa Pleyades) nu ayana dina rasi Taurus. Paniten astronomi tradisional ieu miboga tujuan pikeun ningali usum, kusabab hade di kebon oge di sawah, usum tandur kedah dina usum dangdarat, nyaeta usum hujan mimiti nu ninggang minggu katilu sasis September. Usum panen ninggang sasih Maret ku sabab pare rata – rata umurna ngan 5 sasih 10 dinten, iwal pare jenis Hawara nu umurna langkung pondok.
Dina pedaran Pantun di luhur disawang yen pikeun taun 1482, Upacara Kuwerabakti dilumangsungkeun dina kaping 2 Juni, wengi 3 Juni. Kaping 3 Juni 1482 ieu sacara resmi kagiatan upacara salami 9 dinten di Puseur dayeuh rengse.
Nu janten titik perhatosan ti masalah ieu nyaeta mimiti fungsi deu Pakuan salaku Puseur pamarentahan. Wajar upami kajadian ieu dirayakeun nu sareng jeung masihan bewara pikeun raja – raja daerah yen puseur pamarentahan tos dialihkeun ka Pakuan.
II.1 Masa Tilem

Mangsa antawis “Pajajaran ngahiang” nepi “kapendak deui” ku ekspedisi Scipio (1867) lumangsung kinten – kinten hiji abad. Dayeuh nu pernah miboga masarakat 48271 jalmi ieu, wangunna tos janten “puing” nu ditutup ku alas kolot (geheel met out bosch begroeijt zijnde; 1703). Pikeun jamanna, Bogor mangrupa dayeuh kadua pangbadagna di Indonesia saatos Demak (pendudukna 49197 jalmi), jeung masih dua kali lipetna ti Pasai (23121 jalmi) nu mangrupa kota pangbadagna katilu.
Pakuan kasisih ti aturan hirup. tersisih dari percanturan hidup. kamewahan nu ditembongkeun ku sadaya masarakat karaton dina masa Nilakendra ngan saukur “muntab – muntab lilin nu rek pareum”. Saatos raja teu di puseur dayeuh, ku kituna kahirupan Pakuan salaku puseur pamarentahan saleresna tos rengse. Panembahan Yusuf ti Banten mareuman “sacara resmi” sanajan saleresna anjeunna tos sukses ngarengsekeun kakawasaan Raga Mulya (Suryakancana) di Pulasari sateucan ieu.
Masa bihari anu langkung sering mantulkeun gema nu samar, proyeksina tiasa urang tingali dina lakon pantun jeung babad. (masarakat Kedunghalang jeung Parungangsana nyalira nu ngajajapkeun Scipio nu jelas anyar kapisah hiji abad jeung kahirupan Pakuan. Kaping 1 September 1687 eta anjeunna janten nu ngunjungan munggaran di sesa Kabuyutan Pajajaran nu anjeunna sawang salaku singgasana raja.
Di taun 1703, Abraham van Riebeeck tos ningali ayana sajen nu disimpen di luhur piring di kabuyutan eta. Janten saatos dipanggihan ku rombongan Scipio, masarakat didinya ngaraos "tepang deui" sareng Pajajaran nu tos ngahiang.
Taun 1709, Van Riebeeck ningali ladang anyar dina lereng Cipakancilan. Tanda kahirupan anyar di sesa Pakuan muncul deui. Gampil disawang yen nu ngahuma eta bakal nyieun imah dina pipir walungan Cipakancilan nu teu katingali ku Van Riebeeck ku sabab anjeuna numpak kuda di jalur jalan Pahlawan kiwari.
Lain lahan lai pamikiran. Pakuan sanes lahan namung oge katineung. Lahanna “dihirupkeun deui” namung kerajaanna moal aya deui. Ieu nu dipikasono jeung dihaleuangkeun ku pujangga – pujangga dina karyana unggal sora Pajajaran ngageterkeun hate anjeunna “geus deukeut ka Pajajaran ceuk galindeng Cianjuran Jauh keneh ka Pakuan ceuk galindeng panineungan" (tos caket ka Pajajaran numutkeun haleuang Cianjuran masih tebih ka Pakuan numutkeun haleuang katineung) Pakuan kacida caket na, namung teu dongkap wae. Caketna batin ka Pajajaran ieu ahirna ngawangun hiji pamikiran PAJAJARAN NGAHIANG atawa PAJAJARAN TILEM sapertos Ciamis nu Galuhna teu dongkap deui nu ngalahirkeun DUNYA ONOM.
"Pajajaran henteu sirna, tapi tilem ngawun-ngawun"
Ieu nyaeta kecap – kecap sepuh nu alim Pajajaran sirna, nepi ka anjeunna wanten ngahibur nyalira ku nyarios:
"Ngan engke bakal ngadeg deui"
II.2 Tanuwijaya dadasar Negeri Bogor
Riesz. dina "De Geschiedenis van Buitenzorg" (1887) ngajentrekeun yen TANUWIJAYA nyaeta jalmi Sunda ti Sumedang nu ngawangun “pasukan gawe” jeung meunang parentah ti Camphuijs pikeun muka Leuweung Pajajaran nepi ka ahirna anjeunna nyieun Kampung Baru nu janten tempat lahirna (de bakermat) Kabupaten Bogor nu salajeungna diadegkeun. [Tanuwijaya dina catetan VOC disebat "Luitenant der Javanen" (Letnan jalmi – jalmi Jawa jeung mangrupa Letnan Senior diantawis rerencanganna. Kampung Baru nu diadegkeunna aya di Cipinang (Jatinegara) jeung di Bogor. Nu di Bogor mimitina ngaranna Parung Angsana. Namung nalika Tanuwijaya pindah ka Kampung Baru Cipinang, anjeunna salajeungna masihan ngaran Kampung Baru. Kiwari ngaranna TANAH BARU.
Kapangaruh ku kunjunganna ka sesa Puseur dayeun Pakuan sareng Scipio, anjeunna salajeungna hoyong ngaraketkeun ka titinggal Siliwangi. Kampung-kampung sepertos Parakan Panjang, Parung Kujang, Panaragan, Bantar Jati, Sempur, Baranangsiang, Parung Banteng jeung Cimahpar nyaeta kampung – kampung nu diadegkeun ku Tanuwijawa sareng pasukanna. Kampung Baru (Parung Angsana) dina mangsa eta tos janten “puseur pamarentahan” pikeun kampung-kampung nu diadegkeun sacara kapisah – pisah ku anak buahna. Tanuwijaya oge nyandak inisiatif nyieun garis wates antawis daerah panglinggihan urang Banten jeung urang Kumpeni nalika rahayat Pangeran Purbaya mimiti ngawangun panglinggihan di wewengkon aliran Cikeas. [samentawis eta daerah aliran Ciliwung antawis Kedung Badak nepi ka Muara Beres tos ditempatan ku urang MATARAM nu alim pindah ka daerah asalna saatos aya kasepakatan antawis Mataram jeung VOC taun 1677. Sapalih ti pasukan BAHUREKSO, sapalih deui kelompok resmi nu dikirim ku SUNAN AMANGKURAT I taun 1661 ka Muara Beres sesa basis pasukan Rakit Mataram nalika ngepung Benteng Batavia].
Rasa hormat Tanuwijaya ka sesa bekas Ibukota Pakuan kacida badagna nepi ka gerakan okupasina dieureunkeun dina sisi kaler Ciliwung. Anjeunna teu wantun ngaliwatna. Oge ka rerencangna nu bade ngaliwat walungan eta dianjuran pikeun ngaliwat tebih ka palih hulu (Ciawi jeung Cisarua).
Almarhum M.A. Salmun kungsi nyerat dina Majalah Intisari (salah sahiji nomor taun munggaran), yen MENAK KI MAS TANU dina AYANG-AYANG GUNG nu dimaksadna teh Tanuwijaya eta. Wallahualam, namung unggal pada lagu eta tiasa diterapkeun ka kaayaan Tanuwijaya dina riwayat hirupna. Anjeunna anak emas Kumpeni jeung teu dipikaresep ku rerencanganna. Anjeunna ditunjuk ku Camphuijs ngagantikeun Letnan Pangirang (urang Bali) pikeun muka wewengkon kulon .
Rupina kacaketan batin Tanuwijaya jeung Pajajaran tos ngalonggarkeun kataatanna ka Kumpeni. Anjeunna ngaraos nyeri yen salaku letnan kedah taluk ka hiji sersan sapertos Scipio kulitna bodas, sanajan anjeunna nyalira janten sersan pribumi. Ahirna "anak emas" Kumpeni ieu janten sekutu jeung nu nangtayungan Haji Perwatasari nu bangkit ngangkat sanjata ka VOC. Anjeunna eleh jeung Tanuwijaya dipiceun ka Tanjung Harapan di Afrika.
Jalmi baheula nyindir Tanuwijaya ku "lempa lempi lempong, ngadu pipi jeung nu ompong". Nu dimaksad ompong didieu nyaeta Perwatasari nu eleh dina pajuangan.
Dina mangsa dijajah Walanda, panyusun Babad Bogor (1925), teu wantun nyantumkeun Tanuwijaya salaku "bupati munggaran". Dina daptar istilah biasana dicantumkeun MENTENGKARA atau MERTAKARA pupuhu Kampung Baru nu katilu (1706 - 1718). Anjeunna nyaeta putera Tanuwijaya (numutkeun De Haan). Sabalikna, urang Walanda, langkung bebas nyebatkeun Tanuwijaya salaku Bupati Kampung Baru munggaran jeung nu ngadegkeun dasar Kabupaten Bogor.
Pangalaman Tanuwijaya jeung Kumpeni nyaeta mirip jeung pangalaman UNTUNG SURAPATI. Namung, upami leres "Ayang-ayang Gung" diciptakeun pikeun nyindir Tanuwijaya, ku kituna urang kedah nalungtik deui.

Taun 1745, 9 distrik, nyaeta Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas, Cijeruk, Sindangbarang, Balubur, Darmaga dan Kampung Baru digabungkan janten hiji pamarentahan dihandap pupuhu Kampung Baru jeung dipasihan gelar DEMANG. Gabungan 9 distrik ieu nu bihari disebat "Regentschap Kampung baru" atawa "Regentschap Buitenzorg". Ku dasar eta dua walungan (Cisadane jeung Ciliwung) dina lambang Kabupaten Bogor digambarkeun ku 9 garis gelombang. Aya leresna naon anu dijentrekeun ku Riesz, yen Kampung Baru (Tanah Baru) nyaeta "de bakermat" (tempat lahirna) Kabupaten Bogor.
II.3 Bituna Gunung Salak
Wengi kaping 4/5 Januari 1699, Gunung Salak bitu jeung gempa bumi nu kacida kuatna. Hiji catetan ti taun 1702 nyaritakeun kaayaan nu diakibatkeunna: “Dataran tinggi antara Batavia dengan Cisadane di belakang bekas keraton raja-raja Jakarta yang disebut Pakuan yang asalnya berupa hutan besar, setelah terjadi gempa bumi berubah menjadi lapangan yang luas dan terbuka tanpa pohon-pohonan sama sekali. Permukaan tanah tertutup dengan tanah liat merah yang halus, seperti yang biasa digunakan tukang tembok. Di beberapa tempat telah mengeras sehingga dapat menahan beban langkah yang berjalan di atasnya, tetapi pada tempat- tempat lain orang dapat terbenam sedalam satu kaki.Di tempat bekas keraton yang disebut Pakuan yang terletak di antara Batavia dengan Cisadane belum pernah terjadi bencana lain yang menyebabkan tanah tersobek dan pecah terbelah-belah menjadi retakan-retakan besar yang lebih dari satu kaki lebarnya”.
Warta sanes nyutat yen aliran Ciliwung caket muarana kacocokan nepi ka sababaraha ratus meter ku leutak nu dibawana. Van Riebeeck nu ngabersihan cocokan eta ngajuteun tuntutan supados tanah Bojong Manggis jeung Bojong Gede dipasihkeun ka anjeunna salaku upah.
Pikeun nalungtik akibat gempa eta, Kumpeni ngirimkeun ekspedisi Ram & Coops dina taun 1701 ka suku Gunung Pangrango. Ti survey ieu diwartakeun yen aliran Cikeumeuh asup ka taneuh jeung sesebitan Puncak Gunung Salak nyanghareup ka arah kulon laut. Disawang, yen taneuh nu kasebit eta ayana diantawis Ciliwung jeung Cisadane.
Teu aya warta ngeunaan nasip masarakat di aliran Ciliwung dina mangsa eta. Ngan dina taun 1701, masarakat Kampung Baru masih tiasa nganteur Ram & Coops. Salian eta Abraham van Riebeeck teu nyutat nanaon ngeunaan sesa – sesa Gunung Salak. Ieu nunjukkeun yen kahirupan masarakat teu kaganggu. Taun 1704 Van Riebeeck nyieun pamondokan di Batutulis kusabab anjeunna ningali Gunung Salak tos teu pikasieuneun deui.
II.4 Bogor "sirung" Pajajaran
Di lokasi Istana Bogor kiwari, mimitina diwangun hiji wangunan alit ku van Imhoff nu dimaksadkeun pikeun istirahat dina lalampahan ti benteng Batavia ka Cipanas (janten kirang pas pami nyebatkeun Istana Bogor eta gagasan van Imhoff). Van Imhoff nyalira ngarencanakeun nyieun hiji Istana di Cipanas.
Bangunan alit nu diadegkeun ku Van Imhoff dina lokasi Istana Bogor nu kiwari dipasihan ngaran BUITENZORG. Kusabab suasana benteng Batavia sok sibuk, pinuh sesek jeung hawa nu asalna ti muara Ciliwung, unggal Gubernur Jendral kacida senangna ku ayana Villa Buitenzorg eta.
Ku Surat Keputusan Dewan Direksi VOC di Amsterdam kaping 07.06.1745, lahan di Buitenzorg nu diusulkan van Imhoff dijadikeun "eigendom" van Imhoff jeung unggal Gubernur Jenderal, salajeungna "inofficio". Ku kituna Taneuh Buitenzorg ieu dijadikeun sarupi TANAH BENGKOK nu kedah dipeser ku unggal Gubernur Jenderal anyar ka pejabat lami nu digantikeunna [Jacob Mossel nyaeta nu meser munggaran ti van Imhoff ku harga 5500 ringgit. Nu meser pamungkas nyaeta Daendels dina taun 1808 saharga 39000 ringgit. Namung ku alesan “gajina teu cekap” anjeunna sacara licik ngajual ka pamarentah nu dipimpinna ku harga 360000 ringgit.
Wates – wates taneuh Buitenzorg nyaeta Puncak Gunung Gede - Puncak - Talaga Warna - Mega Mendung - Ciliwung - Muara Cihideung - Puncak Gunung Salak - Puncak Gunung Gede.
Ku taneuh saluas eta, ku kituna unggal Gubernur Jenderal VOC nu resmina ngan Ketua Dewan Hindia dina jaringan dagang Kumpeni Belanda di Timur Jauh, langsung janten LANDVOOGD (tuan tanah). Anjeunna tiasa nyewakeun, namung teu tiasa ngajual iwal ka pajabat nu ngagantikeun kalungguhanna.
Van Imhoff nyaeta pamingpin VOC munggaran nu ngalaksanakeun politik teritorial nagliwatan sistem “PENCETAKAN SAWAH”. Salian eta pikeun ngaluhurkeun hasil pare, anjeunna oge hoyong ngahijikeun masarakat ka pamukiman tetep. Liwat kaputusan kaping 10 Agustus 1745, anjeunna netepkeun yen sajauh 10 jam lalampahan ti imah Buitenzorg ka hulu (Ciliwung) teu aya “gaga atawa tipar”. Politik sawah van Imhoff mimiti dilaksanakeun di Cisarua.
Liwat nyewakeun taneuh Buitenzorg, ku kituna mimiti lahan antawis Ciliwung Cisadane (dina lokasi sesa Kota Pakuan) tos dicicingan jalmi. Mekar oge kebon kopi, lada jeung tarum.
Dokumen Walanda nunjukkeun yen taun 1752 tos aya KAMPUNG BOGOR di handap kakawasaan Pupuhu Kampung Baru. Janten masarakat nu linggih tebih ti imah Buitenzorg eta teu kaasup rahayat Gubernur Jendral, namung janten rahayat Bupati Kampung Baru. Taun 1754 Bupati Kampung Baru ngajukeun pamohalan ka Mossel supados tiasa diidinan nyewa taneuh Sukahati pikeun palinggihanna. Dokumen kaping 29 Desember 1761 nomor 9092 ngawartakeun, yen Bupati Kampung Baru (Natanagara) tos di Sukahati. [Tiasaoge, Demang Wiranata (1749 - 1758) salaku bupati munggaran oge tos miboga kalungguhan di ditu. Sateuacanna, Demang Wiranata (rai Wiranatu III, Dalem Dicondre) nyaeta Patih Cianjur. Anjeunna dipikawanoh hade Kumpeni kusabab mangrupi salah sahiji pelopor kebon kopi di Jampang].
Dokumen kaping 18 Januari 1776 ngawartakeun, yen bumi bupati di Sukahati eta ayana di palih wetan Cisadane caket muara Cipakancilan, aya di luhur lahan nu kaasup dina kawasan Buitenzorg di hiji lengkob jeung dipayunna aya hiji empang ("vijver"). [Lamun kitu ti taun 1770-an (sateuacan 1775) ngaran Empang tos muncul jeung sauetik – eutik ngadesek ngaran Sukahati]. Dokumen 28 November tahun 1815 sacara resmi tos nyebat tempat eta ku ngaran EMPANG. Catetan tahun 1816 ngalukiskeun, yen bumi eta aya dua wangunan panglinggihan nu dihubungkeun ku galeri, dijieun ti kayu sanes jati, lantena ti PALUPUH (kai) jeung hiji paseban dijieun ti kayu sarta hateupna genteng.
[Hiji lukisan bumi di Sukahati dina masa G.J. Van der Parra (1761 - 1775) nunjukkeun, yen upami jalmi ngadeg di handap jembatan kereta api Pasar "Ramayana" kiwari, ku kituna sawanganna bakal pas jeung bumi eta. Di luar pager alun –alun di payun bumi eta aya hiji empang.
Ku pindahna bupati ti Tanah Baru ka Sukahati (Empang), kasibukan urusan pamarentahan oge pindah. Kabuka hiji sumber panghasilan anyar pikeun Gubernur Jenderal nu miboga taneuhna. Pasar (saminggu sakali) sok dibuka jeung janten rame. Dina taun 1777 ti panghasilan Gubernur Jenderal nu hasilna 14000 ringgit, nyatana 8000 ringgit asalna ti hasil sewa pasar, saleuwihna ti 4 sumber sanes. Pasar ieu "mekar" caket kampung Bogor nepi ka ngaranna oge nepi ka ayeuna masih ku sebutan PASAR BOGOR.
Kamajuan pasar ngundar pedagang pikeun netep didinya, kaasup urang – urang Cina. Mimitina di cakeut Ciliwung di daerah Lebak Pasar. Salajeungna aya nu ngarayap naek sapanjang Jl. Suryakancana. Tumbuhna pasar dina lokasi eta gampil dipahaman kusabab sadayana hasil bumi (sayuran) wajib diangkut ka gudang” dina lokasi jajaran Toko HINDIA. Ti dinya, ungga petani nu nembe narima artos, langsung ka pasar.
Pikeun nyaketan lokasi pasar ieu, KAUM PALEDANG nyieun pamukiman dina lokasi Kebun Palem caket Kantor Pos kiwari. Kampung ieu salajeungna dipindahkeun ka Kampung Paledang kiwari, seberang Kantor Pos kiwari. Sawaktos lokasi eta diasupkeun dina bagean Kebun Raya Bogor. Embah JEPRA nyaeta pupuhu kaum paledang eta (makamna aya di Kebun Raya Bogor).
Upami urang perhatoskeun, kampung – kampung atawa pamukiman awal nu janten inti mekarna Dayeuh Bogor, nyaeta Lawang Gintung, Lebak Pasar, Baranangsiang (caket Pulo Geulis), Bogor, Gudang dan Sukahati (ayeuna Empang), sadayana ayana dina lahan anu napel dina pipir bagean luar sesa benteng Pakuan. Tempat – tempat eta muncul sapertos SIRUNG di tunggu tangkal indungna. Kamekaran Bogor eta sapertos “akaran” dina sesa – sesa benteng Pakuan. Lian ti eta, sadaya masarakat Bogor mangsa eta mampuh oge ngahasilkeun “karya ageung” sapertos Pakuan bihari. Karya nu dimaksad nyaeta MEULAH ALIRAN CISADANE dina taun 1775. [sapalih cai nu ngocor ti Cisadane, dialirkeun ka Cipakancilan. Saterasna muara Cipakancilan (dina sisi Cisadane) dibendung jeung disalurkeun ngaliwat kanal anyar (walungan jieunan). Ku pangalihan alur Cipakancilan eta, kawangun EMPANG PULO nu dikurilingan ku cai ti tilu arah oge sesa alur Cipakancilan dina sisi nu ka opat. Alur Cipakancilan nyalira dibagi deui ku kanal Cidepit nu dialirkeunna ka arah Ciliwung. Dina dinten Salasa 6 Agustus 1776, nu munggaran cai Cisadane tiasa tepang jeung aliran Ciliwung].
Pikeun mahaman karya ageung ieu, mangga mapah ti Jalan Paledang antawis Tanjakkan Pala nepi ka Jembatan Merah. Saluran jieunan ieu kacida lega jeung jero. Eta oge nembe sapalih ti karya ageung anjeunna nu didamel salami satengah taun di handap pingpinan ARIA NATANAGARA (1761 - 1787). Nu penting di dieu yen karya ageung eta teu dikendalikeun ti rumah paniisan Buitenzorg, namung ti bumi bupati ti Empang.
Dina taun 1975, Pamarentah Pusat (dina hal ieu Menteri Dalam Negeri) miwarang yen Kabupaten Bogor kedah miboga Puseur Pamarentahan dina wewengkon Kabupaten nyalira jeung pindah ti Puseur Pamarentahan Kotamadya Bogor. Ku dasar eta, pamarentah Daerah Tingkat II Bogor ngayakeun panalungtikan ka sababaraha wewengkon Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor pikeun dijadikeun calon puseur dayeuh sakantenan salaku puseur pamarentahan. Alternatif lokasi nu bakal dipilih diantawisna nyaeta wewengkon Kacamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang, Parung jeung Kacamatan Cibinong (Desa Tengah).
Hasil panalungtikan salajeungna nunjukkeun yen nu ditunjuk ka pamarentah pusat pikeun meunangkeun idin salaku calon puseur dayeuh nyaeta wewengkon Kacamatan Ciawi. Namung pamarentah pusat ngajen yen Rancamaya caket ka puseur Kotamadya Bogor. Dihawatirkeun bakal asup dina rancana pamekaran wewengkon Kotamadya Bogor. Ku kituna, pamarentah pusat miwarang pamarentah daerah Tingkat II Bogor nyandak hiji alternatif wewengkon ti hasil panalungtikan nu sanes.
Dina sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tahun 1980, ditetepkeun yen calon puseur dayeuh Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor ayana di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Teras diusulkeun deui ka pamarentah pusat jeung kenging idin sarta dikukuhkeun ku Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, nu negeskeun yen puseur dayeuh jeung puseur pamarentahan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor teh di Desa Tengah Kacamatan Cibinong. Ti dinya dimimitian rancana ngawangun puseur pamarentahan puseur dayeuh Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor jeung dina kaping 5 Oktober 1985 dilaksanakeun nu diresmikeun ku Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bogor.



Hana nguni hana mangke
tan hana nguni tan hana mangke
aya ma beuheula aya tu ayeuna
hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna
hana tunggak hana watang
tan hana tunggak tak hana watang
hana ma tunggulnya aya tu catangnya

Aya kiwari aya bihari
Teu aya bihari moal aya kiwari
Aya baheula aya ayeuna
Teu aya baheula moal aya ayeuna
Aya tunggul aya catang
Teu aya tunggul moal aya catang
Lamun aya tunggulna pasti aya catangna
(Kropak 632 Kabuyutan Ciburuy)

"KIWARI NGANCIK BIHARI, SEJA AYEUNA SAMPEUREUN JAGA"







C. HARTI LAMBANG KABUPATEN JEUNG KOTA BOGOR




Lambang Kabupaten Bogor miboga warna hideung jeung bodas nu kaduana miboga harti pajuangan. Warna koneng salaku lambang kajayaan, warna bulao nimbulkeun kesan kaendahan. Dua aliran walungan nu ngahapit Anda (endog) ngalambangkeun walungan Ciliwung jeung Cisadane, dua aliran walungan ieu nu ngahapit Bogor. Dua walungan ieu miboga harti nu strategis kanggo pangwangunan tani di Kabupaten Bogor.
HARTI MOTIF GAMBAR LAMBANG KABUPATEN BOGOR
1. Bagean Inti



a. Kujang, jenis pakarang antik masarakat sunda, identik jeung kabeneran jeung kaagungan Sunda bihari. Kujang ngalambangkeun Kaperwiraan hartina bela pati ngadegkeun kabeneran
b. Pakujajar, mangrupa lambang kateguhan nu janten gema tradisi Karajaan Pajajaran.
c. Harupat, gagang kujang nu aya dina simpul gagang pakujajar ngalambangkeun.
d. Anda (endog),nu dijerona aya kujang harupat jeung pakujajar jeung warna bodas ngalambangkeun awal atawa inti kahirupan nu didadasar ku kasucian
2. Bagean Tengah



a. Puncak Gunung (Meru), dina bagean tengah nunjukkeun Gunung Salak jeung Gunung Pangrango nu sacara geografis kaduana mangrupa patok wates wewengkon Kabupaten Bogor di palih kidul. Puncak Gunung ngalambangkeun tujuan jeung cita – cita nu luhung. Dua puncak gunung nu luhunrna beda nunjukkeun lengkah kanggo ngahontal tujuan jeung cita – cita.
b. Aliran Walungan, ngalambangkeun Ciliwung jeung Cisadane nu ngahapit Kota Bogor miboga falsafah nu ngalambangkeun kasuburan.
c. Segitilu Samisisi, hartina kautamian, ngalambangkeun yen kasuburan jeung kakayaan alam kedah diolah jeung dimangpaatkeun ku dadasar ajen – ajen kautamian.

3. Bagean Luar



Buleudan nu ngalambangkeun kasampurnaan, hartina pajuangan hirup kedah ditujukeun kaarah kasampurnaan lahir jeung batin tampa cacat, sapertos buleudan pinu nu mangrupa proyeksi hiji bola bumi tempat hirup manusa.
4. Harti Warna
a. Hideung jeung Bodas, duanana ngalambangkeun pajuangan hirup. Bodas ngalambangkeun kasucian, kaleresan jeung kabersihan. Sedengkeun hideung ngalambangkeun kabatilan jeung kasuraman.
b. Koneng, mangrupa warna emas, ngalambangkeun kajayaan jeung kaagungan.
c. Hejo, dianggo salaku warna dasar, miboga harti kasuburan. Kanggo jalmi Sunda, hejo artina subur.
d. Bulao, mangrupa warna nu nimbulkeun tapak kaendahan, sapertos laut bulao, gunung nu ngabulao. Ku kituna bulao ngalambangkeun kaendahan. Lambang ieu miboga harti, yen Bogor mangrupa daerah wisata alam nu miboga kaendahan alam nu kacida endahna.
e. Cokelat, nyaeta warna taneuh, ku kituna cokelat ngalambangkeun lemah cai, taneuh kalahiran atawa tempat lahir.
5. Tameng


a. Tilu sudut dina tameng ngalambangkeun tilu komponen nu nangtukeun kasejahteraan umat di hiji kawasan/nagara nu disebat ku "Trinangtung di Bumi" nyaeta masarakat, ulama jeung cendikiawan, sarta pamarentah. Tilu gurat sisi nu ngawangun tameng, ngalambangkeun tilu hal dina agama nyaeta iman, ilmu jeung amal nu mangrupa benteng kahirupan umat.
b. Tameng nu ditulis ku moto juang TEGAR BERIMAN di bagean handapna ngalambangkeun tameng atawa benteng nu mampuh ngajamin kaamanan, katingtriman jeung kanyamanan hirup lahir jeung batin mangrupa kaimanan nu kiat ka Tuhan Nu Maha Esa.

6. Harti Rangkean Kecap
PRAYOGA TOHAGA SAYAGA, Prayoga artina utami, tohaga artina kokoh jeung kuat, sayaga artina siap siaga. Rangkean eta miboga harti, yen sikep jeung pajuangan masarakat Kabupaten Bogor kedah diawalan jeung dilenyepan ku kautamian supados langkung kokoh sarta siap siaga kanggo nyanghareupan sababaraha tantangan dina ngahontal cita – cita ngawujudkeun masarakat adil jeung makmur sarta didasarkeun Pancasila.
KUTA UDAYA WANGSA, Kuta artina dayeuh, Udaya artina fajar, kabangkitan atawa nu ngabangkitkeun, Wangsa artina suku bangsa. Katilu kecap – kecap eta miboga harti yen Bogor kedah janten pusat kabangkitan pikeun pajuangan pangwangunan pikeun ngahasilkeun kamajuan jeung kamakmuran.
TEGAR BERIMAN, akromin ti Tertib, Segar, Bersih, Indah, Aman dan Nyaman. Tegar beriman miboga harti nyaeta gambaran ti situasi jeung kondisi masarakat sarta lingkungan alam wewengkon nu kawangun ku sikep jeung usaha masarakat, boh individual atanapi kelompok ku dasar iman nu kuat. Nepi ka kacipta wewengkon nu masarakat jeung alam lingkunganna nu tertib, segar, bersih, indah, mandiri, aman jeung nyaman. Tegar Beriman kaserat dina tameng ieu ngalambangkeun yen kuat/kokohna iman mangrupa benteng atawa tameng ka budaya atawa sikep nu ngaruksak jeung ngarugikeun masarakat boh eta fisik atanapi mental. TEGAR BERIMAN kaserat dibagean handap segi lima nu saaturan salaku pawujudan PRAYOGA TOHAGA SAYAGA jeung KUTA UDAYA WANGSA.











HARTI LAMBANG KOTA BOGOR
Luhur jeung legana babadingannana 5:4 aya warna – warnana aya emas, beureum, hejo, biru, jeung hideung. Dilambang ieu oge aya sababaraha gambar nu hartina:
1. Garuda, mangrupa lambang Nagara.
2. Istana, aya Istana Bogor.
3. Gunung, Kota Bogor teu tiasa dipisahkeun ti Gunung Salak
4. Kujang, Bogor mangrupa hiji pusaka ti Karajaan Pajajaran.

D. TITINGGAL SAJARAH
III.1 Museum
a. Museum Etnobotani
Museum Etnobotani diresmikeun dina taun 1982 ku Prof. DR. BJ. Habibie. Dina Museum Etnobotani aya 2.000 artefak etnobotani jeung sababaraha diorama pamangpaatan flora. Lokasina di Jl. Ir. H. Juanda no. 24.
b. Museum Perjuangan
Museum Perjuangan Bogor diadegkeun ku hasil musawarah inohong pajuang Bogor kalayan maksad pikeun ngawariskeun sumanget jeung jiwa juang sarta ajen – ajen ’45 ka generasi kiwari jeung nu salajeungna. Wangunan ieu diadegkeun taun 1879 boga pausaha Walanda nu ngaranna Wilhelm Gustaf Wissner. Wangunan ieu diantawisna dianggo salaku tempat prajurit nasional dina taun 1935, taun 1942 salaku gudang ku tantara Jepang pikeun nyimpen banda boga intermiran Walanda, jeung oge dianggo pikeun ngabageakeun jeung mertahankeun kamerdekaan RI dina taun 1945.Dina kaping 20 Mei 1958 gedung ieu dihibahkeun ku nu bogana nu pamungkas nyaeta Umar Bin Usman Albawahab janten Museum Perjuangan Bogor.
c. Herbarium Bogoriense
Ayana di Jalan Ir. H. Juanda, di palih kulon Kebun Raya Bogor. Dina Herbarium Bogoriense aya sababaraha jenis daun jeung buah nu tos digaringkeun, asalna ti sababaraha daerah di Indonesia jeung ti luar negeri.
d. Museum Pembela Tanah Air (PETA)
Diadegkeun taun 1996 ku Yayasan Perjuangan Tanah Air, jeung diresmikeun ku H. M. Soeharto (Presiden RI ka II). Di Museum PETA aya 14 Diorama salaku salah sahiji lalampahan proses kabangsaan nu kajadianna kaping 3 Oktober 1943 ayana di sesa Kesatriaan tentara KNIL / Belanda, Pabaton Bogor, ayeuna janten Jl. Jend. Sudirman dilaksanakeun ku pendidikan Perwira Tentara Sukarela Pembela Tanah Air. Ieu mangrupi tentara kabangsaan nu ku pamingpin – pamingpin kabangsaan Tanah Air, Indonesia dina waktos disiapkeun pikeun janten tentara kabangsaan ti Negara Indonesia Merdeka. Di Bogor ieu nu munggaran dilaksanakeun ngabentuk taruna-taruna nu salajeungna ngalahirkeun perwira-perwira Tentara Sukarela Pembela Tanah Air, Tentara Kebangsaan Indonesia. Di bumi prajurit Pabaton Bogor ieu tos dibangkitkeun jiwa kaprajuritan kabangsaan Indonesia, tos ngagerakkeun unggal perwira Tentara Sukarela Pembela Tanah Air pikeun salajeungna miboga peran dina gerakakan PPKBI (Persiapan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia)nepi ka ngabentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) nu janten cikal bakal Tentara Indonesia.
e. Museum Tanah
Museum Tanah diadegkeun kaping 29 September 1988. Museum ieu mangrupa tempat nyimpen jenis conto taneuh nu aya di Indonesia nu disajikeun dina ukuran alit mangrupa makromonolit.
f. Museum Zoologi
Museum Zoologi diadegkeun taun 1894 kalayan ngaran Museum Zoologicum Bogoriensis. Miboga koleksi rebuan species sato mamalia, sato gegeremet, reptil, manuk, lauk jeung moluska.
III.2 Prasasti, Situs Jeung Arca
a. Prasasti Kebon Kopi
Dijieun taun 400 M (H Kern 1917), ditingali di kebon kopi boga Jonathan Rig, Ciampea, Bogor. Prasasti Kebon Kopi gambar tapak suku gajah nu dipasihan katerangan hiji pada ngawangun sajak eusina:

jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam

Hartina
“Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.”
Numutkeun Mitologi Hindu, Airawata nyaeta ngaran gajah tumpakkan Batara Indra dewa perang jeung pangawasa guruh. Numutkeun Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman dipasihan ngaran Airawata sapertos ngaran gajah tumpakkan Indra. Kitu deui diwartakeun oge, bandera Karajaan Tarumanagara ngalukiskeun rangkean kembang tarate di luhur hulu gajah. Kitu oge mahkuta nu dianggo Purnawarman ukiranna sapasang nyiruan.
Ukiran bandera jeung sapasang nyiruan ieu kacida jelasna ditatahkeun dina prasasti Ciaruteun nu tos mancing debat antawis ahli sajarah ngeunaan makna jeung nilai palambangan. Ukiran hulu gajah mahkutaan tarate ieu ku ahli ditingali salaku “hurup ikal” nu masih can kaungkap bacaanna nepi ka kiwari. Kitu oge perkawis ukiran sapasang tanda di payun tapak suku aya nu nyebatkeun eta teh lambang lancah, panon poe kembar, atawa kombinasi surya jeung candra (panonpoe jeung bulan). Katerangan pustaka ti Cirebon perkawis bandera Tarumanagara jeung ukiran sapasang “Bhramara” (Nyiruan) salaku cap dina mahkuta Purnawarman dina sagala “kangoraan” nilaina salaku sumber sajarah kedah diaku kacocokanna sareng lukisan nu aya dina prasasti Ciaruteun.
b. Prasasti Tugu
Aya di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, ayeuna disimpen di museum Jakarta. Prasasti eta eusina nerangkeun ngali walungan Candrabraga ku Rajadirajaguru jeung ngali walungan Gomati ku Purnawarman dina taun ka-22 masa pamarentahanna. Ngali walungan eta mangrupa pamikiran pikeun ngahindarkeun ti bencana alam mangrupa banjir nu sok aya dina masa pamarentahan Purnawarman, jeung halodo nu kajadian unggal usum halodo.
c. Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang
Aya di aliran walungan Cidanghiang nu ngocor di Desa Lebak, Kacamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, eusina pupujian ka Raja Purnawarman
d. Prasasti Batutulis
Watunu dijieun dina pamarentahan Surawisesa (taun 1521 nepi ka 1535) hiji diantawis putra ti Prabu Siliwangi Raja Pajajaran. Di komplek Batutulis 54 aya 15 watu terasit nu mangrupa 6 watu dina jero cungkup, 2 watu di teras, jeung 6 watu di pakarangan.
Prasasti Batutulis aya di Jalan Batutulis, Kalurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Kompleks Prasasti Batutulis miboga luas 17 x 15 meter. Watu Prasasti jeung banda – banda nu sanes titinggal Kerajaan Sunda aya dina komplek ieu. Dina watu ieu aya kalimah – kalimah dina aksara Sunda Kuno:
“Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun,diwastu
diya wingaran prebu guru dewataprana di wastu diya wingaran sri
baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran seri sang ratu de-
wata pun ya nu nyusuk na pakwan diva anak rahyang dewa nis-
kala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala wastu
ka(n) cana sa(ng) sidamokta ka nusa larang, ya siya ni nyiyan sakaka-
la gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyanl sa(ng)hyang talaga
rena mahawijaya, ya siya, oo i saka, panca pandawa (m) ban bumi”
Nu artina :
“semoga selamat. Ini tanda peringatan bagi prabu ratu suwargi. Ia dinobatkan dengan gelar Prabuguru Dewataprana; dinobatkan (lagi) ia dengan gelar Sri Baduga Maharaja ratu penguasa di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Dialah yang membuat parit (pertahanan) di Pakuan. Dia anak Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang mendiang ke Nusalarang. Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung – gunungan, mengeraskan jalan dengan watu, membuat (hutan) samida, membuat telaga Rena Mahawijaya. Ya dialah (yang membuat semua itu). (Dibuat) dalam (tahun) Saka 1455.”
e. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
Atawa Prasasti Pasir Muara nyaeta salah sahiji prasasti titinggal Karajaan Tarumanagara. Prasasti Muara Cianten aya di sisi walungan Cisadane caket Muara Cianten nu baheulana katelah jeun sebutan Prasarti Pasir Muara (Pasiran Muara) ku sabab emang asup ka wewengkon Pasirmuara.

f. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Lahan tempat prasasti ieu wangunna sapertos pasir handap nu luhurna datar jeung diapit ku tilu walungan: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Nepi ka abad ka-19, tempat ieu masih dilaporkeun ku ngaran Pasir Muara. Baheulana kaasup taneuh swasta Ciampea. Kiwari kaasup wilayah Kecamatan Cibungbulang.
Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun jeung Telapak Gajah dipendakkan, baheula mangrupa “dayeuh palabuan walungan” nu bandarna aya di sisi antawis Cisadane jeung Cianten. Nepi ka abad 19 jalur walungan ieu masih dianggo ku angkutan nu ngangkut hasil kebon kopi. kiwari masih dianggo nu dagang awi pikeun ngangkut barang daganganna ka palih hilir.
Prasasti dina zaman ieu nganggo aksara Sunda kuno, nu mimitina mangrupa pamekaran ti aksara tipe Pallawa Lanjut, nu ngacu kana model aksara jeung sababaraha cicirenna nu masih raket. Dina zaman ieu, aksara eta can nepi ka tarap modifikasi wangun khasna sapertos nu dianggo dina naskah – naskah (lontar) abad ka – 16.
g. Prasasti Pasir Muara
Di Bogor, prasasti masih tiasa dipendakkan diPasir Muara, di sisi sawah, teu tebih ti prasasti Telapak Gajah titinggalPurnawarman. Prasasti ieu ayeuna teu aya ditempat aslina. Dina prasasti ieu dituliskeun:

ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda
Hartina:
“Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.”
Kusabab angka taunna miboga corak "sangkala" nu nurutan katangtuan "angkanam vamato gatih" (angka diaosti palihkatuhu), ku kituna prasasti eta dijieun dina taun 458 Saka atawa 536 Masehi.

h. Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun aya di aliran walungan Ciaruteun, saratus meter ti tempat ngahijina Ciaruteun jeung Cisadane; namung dina taun 1981 diangkat jeung disimpen dina cungkup. Prasasti titinggal Purnawarman, aksarana Pallawa, basa Sansekerta nu eusina nyaeta sajak opat pada nu eusina:

vikkrantasyavanipateh
shrimatah purnavarmmanah
tarumanagararendrasya
vishnoriva padadvayam

Nu hartina:
“inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki dewa Visnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
Lian ti eta, aya oge gambar “padatala” (Selain itu, ada pula gambar sepasang "pandatala" (tapak suku), nu nunjukkeun tawis kakawasaan nu fungsina sapertos “tekenan” kiwari. Hadirna Prasasti Purnawarman di kampung ieu nunjukkeun yen daerah ieu kaasup kawasan kakuasaanna. Numutkeun Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, kaca 161, diantawis handapeun Tarumanagara dina pamarentahan Purnawarman aya ngaran “Rajamandala” (raja daerah) Pasir Muhara.
i. Prasasti Pasir Jambu
Di wewengkon Bogor, masih aya hiji prasasti nu sanesna nyaeta prasasti watu titinggal Tarumanagara nu ayana dipuncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Dina pasir ieu ngucur (walungan) Cikangsuka. Prasasti ieu oge miboga ukiran tapak suku jeung dipasihan katerangan wangunna sajak dua pada:

shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.

Hartina:
“Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.”
j. Pintu Bendungan :
Watu badag ieu ayana dina aliran Ciliwung caket pasar Gembrong. Numutkeun Suhamir dina pengker Pasar Sukasari dina aliran Ciliwung, di bagean ieu baheula nu disebat “hulu leuwi” Sipatahunan.
k. Patung Purwa Galih :
Masarakat nyebatna patung Embah Purwa Galih. Patung "nenek moyang" ieu seueur dipendakkan di Jawa Barat
l. Watu congkrang :
Watu ieu ayana di sisi Jl. Batutulis caket simpangan Gang Balekambang mangrupa saksi kapurbakalaan yen ti ratusan taun sateuacan masehi tempat ieu tos aya pamukiman manusa.

III.3 Gedung Jeung Tempat Sajarah
a. Istana Bogor
Istana Bogor baheulana miboga ngaran Buitenzorg atawa Sans Souci nu artina tampa kahawatiran. Ti taun 1870 nepi ka 1942, Istana Bogor mangrupi tempat panglinggihan resmi ti 38 Gubernur Jenderal Walanda jeung hiji Gubernur Jenderal Inggris. Taun 1744 Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff kacida resepna ka hiji kampung alit di Bogor (Kampung Baru), hiji wewengkon sesa Karajaan Pajajaran nu ayana di bagean hulu Batavia.Van Imhoff miboga rancana pikeun ngawangun wilayah eta salaku wewengkon tani jeung salaku tempat paniisan pikeun Gubernur Jenderal.
Istana Bogor diadegkeun dina bulan Agustus 1744 jeung ngawangun tilu tingkat, dina mimitina mangrupi hiji bumi paniisan, anjeunna nyalira nu nyieun sketsa na jeung ngawangunna dina taun 1745 – 1750, niron ka arsitektur Blehheim Palace, boga Duke Malborough, caket dayeuh Oxford di Inggris. Saalit – saalit wangunan eta ngalaman parobihan salami pamarentahan Gubernur Jenderal Walanda atawa Inggris (Herman Willem Daendels jeung Sir Stamford Raffles), wangun wangunan Istana Bogor tos ngalamana parobihan. Nepi ka nu tadina mangrupa tempat paniisan kalah janten wangunan Istana Paladian nu luas pakaranganna nepi ka 28,4 hektar jeung luas wangunanna 14,892 m2. Namung dina kaping 10 Oktober 1834 gempa ngagoncangkeun Bogor deui nepi ka Istana eta ruksak. Dina taun 1850, Istana Bogor diadegkeun deui, namung teu tingkat kusabab disaluyukeun ku situasi nu sok gempa. Dina mangsa pamarentahan Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist (1851-1856) wangunan lami sesa gempa diruntagkeun jeung diwangun deui jeung nyandak arsitektur Eropa abad ka-19.


b. Balaikota Bogor
Gedung Balaikota Bogor diadegkeun dina taun 1950 kalayan ngaran Societeit, wangun wangunanna gaya Kolonial Walanda. Gedung Balaikota tos ngalaman renovasi jeung digabungkeun antawis arsitektur Sunda jeung Eropa. Ayeuna gedung ieu janten Kantor Pamarentah Kota Bogor.
c. Gedung Karesidenan Bogor
Gedung Karesidenan Bogor ngadeg dina taun 1908. Dina taun 1928 dirobih janten Kantor Pembantu Gubernur nepi ka taun 1976. Taun 2000 dicandak ku Pamarentahan Daerah Bogor salaku Kantor Koordinasi Wilayah Bogor, wilayah II nu daerah operasionalna nyangkeum ka lima Kepala daerah nyaeta; Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Wangunan nu boga denah pasagi genep ieu wangunna dua lante jeung jandela motif satengah buleud, di palih kenca jeung katuhu wangunan aya tangga asup, dina risplang aya motif awan, lante papan jeung hateup genteng.
d. Markas Kodim 0606 Bogor
Baheula dianggo pikeun Kantin Batalyon 10 Tantara Walanda, dina taun 1950 dicandak ku pamarentah Republik Indonesia jeung dianggo salaku Bale Prajurit, salajeungna Ajudan Jenderal Korem Surya Kencana jeung nu pamungkas dina taun 1981 dijadikeun Markas KODIM 0606
e. Markas Korem 061
Taun 1940-1942 dianggo pikeun Sakola Teknik. Taun 1942-1945 dianggo tempat Residen ( Shecokang ). Dina taun 1950 dianggo salaku Kantor Kotamadya Bogor, salajeungna janetn kantor KOREM dina taun 1971.


f. Gedung Blenong (BPN)
Ngemut Bogor dina mangsa pamarentaha Walanda abad ka 17 dingaranan Buitenzorg nepi ka seueur ngadeg wangunan kolonial nu dianggo pikeun pamukiman Walanda nu salah sahijina nyaeta Gedung Blenong. Wangunan ieu bagean hateupna mangrupa kubah, jeung hateup beton cor jeung bagean payun aya bagean nu mangrupa bunker. Ayeuna wangunan ieu dijadikeun tempat Badan Pertahanan Negara ku pamarentahan Indonesia.
g. Gedung RRI Regional II Bogor
h. Kantor Pos Bogor
Wangunan Kantor Pos ieu baheulana mangrupi wangunan gareja kahiji di Buitenzorg (Bogor) nu pemberkatanna dilakukeun dina kaping 13 April 1845. Gareja ieu mimitina dimaksadkeun pikeun tempat ibadah umat Protestan jeung umat Katolik sacara piligenti. Dina taun 1896 umat Katolik teu ibadah deui di gareja nu maranehna adegkeun dina taun 1920. Wangunan gareja eta ku pamarentah Walanda dijadikeun kantor pos kusabab tempatna di sisi jalan pos (postweg), ayeuna IR. H. Juanda
i. Lembaga Pemasyarakatan Bogor
j. Makam Raden Saleh
Raden Saleh Syarif Bustaman nyaeta palukis Indonesia modern. Lahir di Terboyo, Semarang dina taun 1880 jeung dikurebkeun di Kota Bogor, di jalan pahlawan. Hasil karyana kasohor pisan ka luar negeri, salasahiji karya ti Raden Saleh nyaeta lukisan”berbulu singa”
k. Gereja Katedral
Gareja Katedhral diadegkeun dina taun 1750 ku gaya Gareja Katolik Roma, ngabogaan fungsi pikeun tempat ibadah agama Katolik. Gareja ieu miboga gaya Eropa
l. Gareja Zebaoth
Gareja Zebaoth dipikawanoh oge ku ngaran "Gareja Hayam" kusabab patung hayam nu aya di puncak munarana nu aya di sisi Istana Bogor nu baheulana mangrupa tempat Gubernur Jenderal Walanda. Dina mimiti ibadah di Gareja Zebaoth ngan saukur urang Eropa, sedengkeun pikeun non eropa ibadahna di gedung nua ayeuna janten kantor Pos Pusat Bogor. Watu munggaran pangwangunan wangunan gareja ieu disimpen dina kaping 30 Januari 1920 ku Gubernur Jenderal ka-61, J.P.Graaf van Limburg Stirum. Di watu eta kaukir ayat Alkitab ti Mazmur 43:3 dina basa Walanda:
Zend Uw Licht en Uw Waarheid,
Dat Die Mij Leiden
Dat Zij Mij Brengen
Tot Den Berg Uwer Heiligheid
En Tot Uw Woningen
Nu artina: "Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang, supaya aku dituntun dan dibawa ke gunung-Mu yang kudus dan ke tempat kediaman-Mu!"
Salami dua puluh taun salajeungna, Gubernur Jenderal D. Fock, Jonkheer A.C.D. de Graeff, Jonkheer B.C. de Jonge, dan Jonkheer A.W.L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer tos pernah kadieu. Stachouwer nyaeta gubernur jenderal nu pamungkas Hindia Walanda di handap pingpinan Jenderal Heinz teer Porten nu nyerah ka tentara Jepang dina awal Maret 1942. Dina kaping 31 Oktober 1948, gedung gareja dialihkeun ti Walanda ka Sinode GPIB ku ngaran jemaat GPIB "Bogor". Jeung dina taun 1985 ngaranna gentos janten jemaat GPIB "Zebaoth".
m. Gedung SMA YZA 2
n. Gedung SMPN 2
Wangunan diadegkeun dina taun 1918 ku Pamarentah Walanda salaku sakola HIS. Sanggeus Indonesia merdeka sakola HIS taun 1950 ku Pamarentah Republik Indonesia wangunanna dipake keur SMP Negeri 2 Bogor.

o. Gedung SMP/SMA 1 Bogor
SMA Negeri 1 Bogor diadegkeun dina taun 1946 ku Prof. Dr. Garnadi Prawiro Sudirdjo nu salajeungna janten Pupuhu SMA Negeri nu munggaran. Baheula SMA Negeri ngaranna SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas) nu mangrupa hiji – hijina Sekolah Menengah Tingkat Atas di Bogor.
Ti taun 1946 SMA Negeri miboga lokasi nu tetep nyaeta Jl. Paledang No. 17 Bogor, nu mangrupa bumi Bapa Gunawan Rusmiputro jeung murangkalihna, Ibu Widowati, nu ampir janten istri nu munggaran nu meunang gelar sarjana di IPB. (Sidangna ditunda kusabab kacilakaan di laboratorium nu meuleum dua panangan Ibu Widowati nepi ka wates sikut). Bumi eta miboga 6 kamar nu cekap pikeun dianggo salaku rohangan pikeun kagiatan diajar.
Salajeungna dina kaping 2 Apeil 1950, SPMA Negeri pindah ka Jl. Juanda No. 16 nepi ka kiwari. Numutkeun sajarahna lokasi ieu awalna mangrupa sakola MULO (SMP di zaman dijajahWalanda), teras perang gerilya lumangsung, pasukang urang tiasa ngarebut wangunanna. Oleh karena itu bangunan sekolah SMA Negeri ini merupakan bangunan bersejarah peninggalan zaman Belanda dulu.
Pada tahun 1952 Prof. Dr. Garnardi PS diganti oleh Bapak Yatmo yang dalam perkembangan selanjutnya kurikulum di SMA Negeri dipecah menjadi dua bagian menjadi SMA Negeri 1 yang mempunyai jurusan A dan C, serta SMA Negeri 2 yang memiliki jurusan B. Oleh karena itulah pada masa itu terdapat 2 sekolah dengan 2 pimpinan pada lokasi yang sama. Tahun 1994/1995 nama SMA Negeri 1 sempat diubah namanya menjadi SMU Negeri 1 sesuai tuntutan kurikulum 1994. Sampai sekarang SMA Negeri 1 merupakan sekolah terbaik di kota Bogor ini, dengan prestasi akademik dan nonakademiknya pun cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kini SMA Negeri 1 Bogor menjadi sebuah Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI).

p. Stasiun Kereta Api
Stasiun Kereta Api Bogor ngadeg taun 1881. Wangunan ieu ngabogaan wangun wanguna khas Kolonial Walanda.
q. Rumah Sakit Salak
r. Rumah Panti Asuhan Bina Harapan
s. Hotel Salak
Dina taun 1856 sasarengan jeung diadegkeun deui Istana Bogor, pamarentah Walanda ngawangun hiji hotel nu diwangun salaku bumi pamondokkan pikeun tamu Istana Bogor. Hotel ieu baheulana dipikawanoh ku Binenhoff Hotel atawa Bellevue Hotel, saatos Indonesia merdeka, hotel ieu salajeungna diserahkeun ka Pamarentah Indonesia jeung dipasihan ngaran Hotel Salak The Heritage Bogor, nu dicandak ti ngaran Gunung Salak salaku gunung pangbadagna di Bogor.
t. Mesjid Empang
Masjid Empang (Masjid An-Nur Tauhid) ngadeg taun 1815, ngabogaan fungsi salaku pikeun ibadah. Masjid ieu ngabogaan wangun wangunan gaya timur tengah
u. Taman Topi/Plaza Kapten Muslihat/Taman Ade Irma Suryani
Dijero Plaza Kapten Muslihat aya hiji taman nu dibere ngaran Taman Ade Irma Suryani, sateuacan taman ieu ngabogaan ngaran Taman Kebon Kembang tempat jalmi-jalmi liburan, namung dina taun 1980-an taman ieu robah fungsina jadi terminal angkutan kota kusabab tempatna nu strategis di payuneun Stasiun Bogor. Terminal eta teras direnovasi jadi Plaza Kapten Muslihat nu nyandak konsep wangunan nu ngawangun sapertos topi, nepi ka masarakat ge nyebutna Taman Topi. Dina mangsa eta Plaza Kapten Muslihat mangrupi salasahiji alternatif tempat pikeun wisata sateuacan mall jeung plaza teu seueur jiga ayeuna. Taman topi dilengkepan ku sababaraha wahana permainan mung ti taun 1994 nepi ka kiwari (taun 2007) tempat ieu jadi teu karawat kusabab dikurilingan ku pedagang jeung angkutan kota. Di jerona ge aya Pusat Informasi Kepariwisataan atawa Tourist Information Centre
v. Taman Kencana
Nyaeta hiji taman leutik nu dipake pikeun tempat rekreasi barudak leutik, rumaja atanapi nu geus kolot nu istirahat sanggeus cape lalampahan di lapangan Sempur atawa Kebun Raya. Taman ieu rame dina poe Minggu nalika keur liburan. Baheula di tengah Taman Kencana aya hiji batu prasasti jieunan nu wangunna elips jeung ukuranna ±2×2×2 meter. Dina batu ieu aya hiji tulisan dina basa Indonesia tapi diukir nyangrupakeun tulisan sansekerta. Nepi ka ahirna batu eta diangkat kira-kira antara taun 2000 nepi 2005
w. Lapangan Sempur
Lapangan nu baheula mangrupi lahan kosong nu dianggo salaku lapangan upacara pikeun ngelingan HUT Republik Indonesia unggal kaping 17 Agusutus ieu, ayeuna geus dikelola ku Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bogor. Lapangan ieu ayeuna dijadikeun salaku tempat olah raga jeung lapangan multifungsi. Di lapangan ieu aya wall-climb, lapangan basket, lapangan utama keur maen bal jeung soft/baseball, run-track, lapangan voli nu handapna pasir pantai, area keur senam. Dina poe Minggu tempat ieu jadi pasar dadakan, loba tukang dagang kadaharan atawa pakakas nu ngagelar dagangannadi dieu unggal poe Minggu. Lapangan ieu sok dipake pikeun acara musik.









E. PAMINGPIN KABUPATEN BOGOR TI MANGSA KA MANGSA

1. Ipik Gandamana (1946 – 1950)
2. R.E Abdoellah (1950 – 1958)
3. Mama R. Kahfi (1958 – 1961)
4. Karta Dikaria (1960 – 1967)
5. Ir. Wissatya Sasemita (1968 – 1973)
6. Drs. R, Moch Muchlis (1973 - 1976)
7. H. Ayip Rughby (1975 – 1982)
8. Soedradjat Nataatmadja (1983 – 1988)
9. H. Eddie Yoso Martadipura (1988 – 1993)
10. H. Eddie Yoso Martadipura (1993 – 1998)
11. H. Agus Utara Efendi, S.Ip (1998 – 2003)
12. H. Agus Utara Efendi, S.Ip (2003 – 2008)
13. Rachmat Yasin (2008 - ....)

F. EKONOMI

Laju Pertumbuhan Ekonomi
Peran serta masarakat utamana dunia usaha geus mampuh ngarojong motekarna pembangunan ekonomi kabupaten Bogor. Ku berrhasilna pembangunan di widang ekonomi mere dukungan jeung rojongan ka pembangunan di loba sektor lianna. Hal ieu ge jadi peluang pikeun ngalegaan kesempatan kerja nu milu ngarojong laju pertumbuhan ekonomi jeung pembangunan daerah. Hal ieu ge bisa ditingal ti nguranganna jumlah penduduk miskin jeung nambahna pendapatan perkapita masarakat ti taun ka taun.


PDRB dan Pendapatan Daerah
Wilbang Tahun
2002 2003 2004 2005
PDRB Kontri (%) PDRB Kontri (%) PDRB Kontri (%) PDRB Kontri (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Barat 2,353.69 10.43 2,555.60 10.07 2,764.04 9.59 3,147.48 8.77
Tengah 10,991.69 48.71 12,447.75 49.07 14,180.02 49.18 17,800.17 49.59
Timur 9,221.50 40.86 10,366.12 40.86 11,888.37 41.23 14,945.57 41.64
Kab.Bogor 22,566.87 100 25,369.47 100 28,832.44 100 35,893.22 100
Sumber : PDRB Kab Bogor 2006

Perekonomian hiji wewengkon”diindikasikeun” ku Pendapatan Regional Bruto (PDRB). Di Kabupaten Bogor, sacara umum sakabeh sektor lapangan usaha aya kenaikan. Pendapatan Daerah mangrupi kakuatan utama perekonomian daerah nu kacida pentingna dina ningkatkeun pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor.
Tingkat pendapatan hiji daerah bisa diukur kucara ti income perkapita, penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB), Pendapatan Asli daerah (PAD) jeung gambaran kualitatif ngeunaan kaayaan sandang, pangan jeung perumahan masarakat. PAD taun 2005, Kabupaten Bogor nyaeta kirang langkung RP. 250 milyar, penerimaan ti PBB nyaeta Rp. 46 milyar jeung rata-rata income perkapita Rp. 3.270.000. Sedengkeun UMR nu berlaku Rp. 638.138
Pakasaban penduduk nyaeta di sektor pertanian, perburuhan, jeung perikanan lobana 2.758.821 jalma; di sektor pertambangan jeung penggalian lobana 197.059 jalma; di sektor industri pengolahan lobana 39.412 jalma; sektor listrik, gas jeung cai lobana 3.941 jalma; sektor wangunan lobana 236.470 jalma; sektor perdagangan 394.117 jalma; sektor jasa jeung nu lianna 114.294 jalma.
BUMD
________________________________________
No Nama BUMD Alamat
1 PDAM Tirta Kahuripan Kab. Bogor http://www.pdam-kabbogor.co.id

2 ....

INDUSTRI
Pembangunan industri ge geus mampuh ngarojong ningkatna laju pertumbuhan ekonomi jeung jadi nu ngagerakkeun perkembangan pembangunan daerah. Hal ieu ge muka peluang perluasan kasempetan gawe keur masarakat.Motekarna pertumbuhan industri ieu kahontalkusababayanaperan serta masarakat utamana dinadunia usaha. Kamajuan ieu ge milu ngarojongtumuwuhna sektor-sektor lianna saperti ningkatnasektoragrobisnis jeung agroindustri.
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor ngalamanpeningkatan, nyaeta ti 5,51% dina taun 2004 jadi 5,28% dina taun 2005, nu nilai PDRB berlaku dina taun 2004 Rp. 28,689 trilyun jeung Rp.34,625 trilyundinataun 2005. PDRB per kapitannurutkeunharga nu berlakudinataun 2004 nyaetaRp. 7.091.120,91 nu ningkatjadiRp. 8.257.374,71 dinataun 2005.
Ditiliktinasektor nu ngawangun PDRB dinataun 2005, tilusektorpangbadagna nu nyumbang PDRB nyaetasektorindustripengolahan (51,07%), sektorperdagangan, hotel restoran (16,76%) jeungsektorpertanian (9,31%).
KituogepotensiindustrinaKabupaten Bogor dinakurunwaktu 5 tauntehngaronjat. Nilaiinvestasidinataun 2001 nyaetaRp. 1.601.477.936.000 sedengkeuntaun2005 ngaronjatjadiRp. 2.151.193.861.415. jumlah unit usahadinasektorindustrinepikataun 2005 gedena 1.783 sikidiwanguntina 538 sikiusahamenengahjeungbadagtur 1.245 unit usahaleutik.
KOPERASI DAN USAHA LEUTIK JEUNG MENENGAH
________________________________________
Kabupaten Bogor mangrupasalahsahijibageantinaJawa Barat, nu lumayanbeunghar kana potensi Sumber Daya Alam jeung Sumber Daya Manusiana, utamana dina sector Industri leutik jeung kerajinanna.
Kelompokindustri leutik ngabogaan peran nu strategis dina motekarna pendapatan, nyedotna tenaga kerja, lolongkrang usaha oge mantuan dina nuntaskeun kemiskinan. Industri leutik, industry rumah tangga jeung kerajinan geus diwarah jeung dirojong kamekaranna. Utamana industri nu orientasina kana ngamangpaatkeun sumber daya alam jeung tanaga kerja. Ngamotekarkeun sector ieu dilakonanna galiwatan strategi motekarkeun sentra industri.
Nepikeun kaayeuna Kabupaten Bogor ngabogaan pengrajin binaan DEKRANASDA, nu gerakna dina bidang indutri leutik kerajjinan nu rupana:
1. Industrijeungkerajinankayu
2. Kerajinanrotanjeungbangbu
3. Industrijeungkerajinanlogam
4. Kerajinansendaljeungkulit
5. Kerajinanjeungindustri liana
Produkkerajjinantinaparapengrajin di Kabupaten Bogor ieu, lolobanasumarambahkaPelosok Nusantara nepikageusdiexportlangsungjeungteulangsungkamanca Negara.
Dina taun 2006 lobanaKoperasi Unit Desa (KUD) jeung Non KUD di Kabupaten Bogor jumlahnanepika 1495 siki, nu jumlahanggotananyaeta 181.052 anggotajeungmeunangkeunsesahasilusaha nu jumlahnaRp. 20.041.815. kagitankoperasimangrupakagiatanekonomi nu bisamantuan kana aktifitasekonomirakyatdinatatarpedesaan.
PERDAGANGAN
________________________________________
Peransertamasarakatutamanadinaduniausahageusmangpuhngarojong kana motekarnapembangunanekonomiKabupaten Bogor. Ngaliwatankahontalnapembangunandinabidangekonomikacidamantuannadina mere dukunganjeungpangrojong kana pembangunandinarupa-rupasektor liana. Salah sahijisektorlapanganusaha nu ngabogaankonrtibusibadagdinapembangunanekonomi di Kabupaten Bogor nyaetasektotperdagangan, hotel jeungrestoran.
Bisaditiliktinatumuwuhnaunggalsektorusaha di Kabupaten Bogor, sektorperdagangan, hotel jeungrestoranngabogaantingkatpertumbuhan nu panggedenakaduasaenggeussektorindusttridinataun 2005, gedenanyaeta 8,01%. Jeungperananieusektordinaperekonomian di Kabupaten Bogor ogemangrupa nu nyumbangpanggedenakaduasaenggeussektorindustri ,nugedenanyaeta 17,7%




G. KASENIAN JEUNG KABUDAYAAN KABUPATEN BOGOR
1. Kesenian Pedalangan
Kec. Ciampea, Cibungbulang, Nanggung, Cigudeg,Ciriu, Jonggol, Parung
2. Kesenian Topeng Cikuda
Kec. Gunung Sindur
3. Reog
Kec. Gunung Sindur, Leuwiliang, Gunung Putri, Cariu, Ciomas, Cijeruk, Cibungbulang, Nanggung, Cigudeg
4. Calung
Kec. Cibinong, Ciomas, Cibungbulang, Gunung Putri, Cariu, Klapanunggal, Rumpin, Parung, Cisarua, Nanggung, Sukaraja, Ciawi, Babakan Madang
5. Gondang
Kec. Cibinong, Pamijahan
6. Kliningan
Kec. Cariu, Ciampea, Nanggung, Cigudeg, Jonggol, Parung, Cileungsi, Cibungbulang
7. Barongsay
Kec. Citeureup, Ciampea, Jonggol, Parung, Cibinong

8. Cibatokan
Kec. Cibungbulang
9. Marawis
Kec. Ciawi, Cisarua
10. Degung
Kec. Cisarua, Ciawi, Cibinong, Cariu, Cileungsi, Jonggol, Gn.Putri, Cibungbulang, Lwliang, Parung, Parung, BBKmadang, Citeureup, Jasinga
11. Tari Klasik
Kec. Cibinong
12. Rampak Gendang
Kec. Cibinong, Dramaga
13. Angklung Gubrag
Kec. Cibinong
14. Angklung Pentatonis
Kec. Cibinong, Citeureup, Sukaraja, Ciawi
15. Pantun Beton
Kec. Cariu

16. Kecapi Suling
Kec. Cibinong, Ciawi, Cisarua, Parung, Cileungsi
17. Tembang Sunda Cianjuran
Kec. Kemang, Ciawi
18. Tandjidor
Kec. Kemang, BojongGede, Cijeruk, Citeureup, Lwliang, Parung, Cibinong
19. Jingprak
Kec. Cibungbulang
20. Ajeng
Kec. Cileungsi
21. Tari Jaipongan
Kec. Cibinong, Dramaga, Cileungsi, Cariu, Jonggol, Cioma
22. Pencak Silat
35 Kecamatan
23. Qosidah
35 Kecamatan


H. PARIWISATA
a. RANCAMAYA
Daerah wisata olahraga nu bisa diasaan kaendahan alamna nu seger jeung bebas polusi nu dilengkepan ku sarana jeung fasilitas nu ngarojong olahraga golf. Rancamaya Golf & Country Club ayana di Jln. Rancamaya Utama Ciawi Bogor jeung Bogor Golf Club di Jln. Dr. Semeru Bogor. Di tempat wisata olahraga ieu teu ngan saukur kaendahanna wungkul, tapi oge tangtuna hawa nu seger jeung sehat. Seuseup oksigen seger alami di Rancamaya Golf jeung lamun hoyong leleson, aya sababaraha villa jeung rumah makan nu nyajikeun mangrupa-rupa kadaharan nu cocok jeung hawa nu tiis.
b. KEBUN WISATA PASIR MUKTI
Kebon Wisata Pasir Mukti (KaWePe) aya di wewengkon Citeureup Bogor. Ti Jakarta bisa didugdag kurangleuwih sajam. Di ditu seueur pisan tempat nu pikaresepeun nu bisa urang panggihan. Sababaraha contona aya
i. KEBUN BUAH
Urang bisa nalungtik jeung diajar mikawanoh rupa-rupatutuwuhan buah tropis pikeun nambah pangaweruh. Urang ge bisa ngarasaan acara metik buah, nu mangrupi salasahiji acara andelan KaWePe.
ii. KEBUN WISATA AGRO
Kebon wisata Agro mangrupa wisata nu “ramah lingkungan” jeung panorama sawah nu ngagebardi antara kebon buah jeung balong lauk. Kucara wisata agro nu ngadidik jeung ngahibur, urang ge bakal dibere jeung pangaweruh ngeunaan pertanian.
iii. TAMBULAMPOT
Tanaman buah dalam pot (Tambubolot) dijieun pikeun ngahemat area penanaman. Aya rupa-rupa bungbuahan, jiga jambu, belimbing jsb. Aya oge paket pelatihan agrobisnis jeung demo “tampubolot” pikeun pengunjung.
iv. TUTUWUHAN ANGGREK
Rupa-rupa anggrek saperti dendrobium, phalaenopsis, onciidium, cattleya jeung rupa-rupa tanaman hias lianna endah pisan. Tips jeung demo perawatan diberekeun ka pengunjung. Eta anggrek bisa dibeuli atawa disewa keur ngahias imah atawa kantor.

c. TAMAN WISATA MEKAR SARI
Jl. Raya Cileungsi - Jonggol Km. 3, Cileungsi, Bogor
Telp. 021-8231811-13 Fax. 021-8231475
Website: www.mekarsari.com
Lamun Taman Wisata Mekarsari mangrupa taman “eksotis” nu ngoleksi loba pisan jenis tanaman bungbuahan ti sababaraha daerah di Indonesia. Tempatna aya di jalan raya Cileungsi-Jonggol Kabupaten Bogor. Mun ti Jakarta waktu pikeun ka tempat ieu kurangleuwih sajam. PT Mekar Unggul Sari salaku nu ngelola Taman Wisata Mekarsari nawarkeun loba “program menarik” jeung fasilitas nu komplit. Mun urang aya di Taman Wisata nu legana nepi ka 264 hektar ieu, urang bakal disuguhan ku rupa-rupa jenis atraksi wisata.
Kunjunganbisa dimimitiankukukurilingan make kareta wisata nu ningal koleksi tutuwuhan nu aya. Salila nguriling urang bakal ngaliwatan sababaraha objek-objek nu hadesaperti, areal pembibitan, persemaian, areal imah plastik, wahana outbond, kebon sayur, kolam mancing, tanaman buah dina pot, kebin wisata melon, kebon salak, rambutan, jeruk, nangka, belimbing jeung sajabana.
Lamunngaliwatan kebon wisata melon, leuwih hade urang turun sakeudeung keur nempo tanaman melon nu aya di jero imahplastik. Mun keur kadinyatanaman melon keur buahan, urang bisa ngala melon langsung ti tangkalna. Jenis melon nu aya mangrupi-rupi, kawas melon golden light, jade flower, glamour, golden langkawi, jeung renong. Sanggeus puas ngurilingan ku kareta wisata, urang bisa leleson heula di wangunancurug. Wangunan ieu kasebutunikmun ditingal ti luar, sabab mun ti luhur wangunan ngalir cai ka handap kawas curug.
Buah Unggulan
Taman Wisata Mekarsari ayeuna geus ngoleksi rebuan tanaman tirupa-rupa jenis spesies. Salian buah nu ditanam saluyu jeung aslina, aya oge tanaman buah nu mangrupi hasil kreasi sorangan ti Laboratorium Mekarsari. Sababaraha produk nu geus dihasilkeun ti laboratorium ieu geus berhasil meunangkeun hate pengunjung, aya oge nu geus jadi “produk unggulan”. Sebut wae kawas danas arnis, barbados cherry, jambu air irung petruk, jambu air toon klow, jambu air cengkeh, nangkadak, cempeka jeung pedakka.
Tilu jenis buah nu terahir disebut nyaeta hasil persilangan antara cempedak jeung nangka. Rasa jeung bauna has pisan. Amis kawas campedak tapi wangunna kawas nangka. Ayeuna tanaman eta keur dina pamekarankeneh. Mun hayang meuli bibitna, bisa ka Garden center, tempat nu husus ngajual mangrupu-rupi bibit tanaman buah.
Paket Program Wisata
Loba kagiatan wisata nu bisa dilakukeun di Mekarsari, kawit ti wisata petik buah, wisata kaulinan barudak, outbond nepi ka wisata pendidikan. Pikeun ngiluan kagiatan-kagiatan eta urang bisa milih paket-paket nu geusdisadiakeun ku nu ngelola, kawas paket tur menanam, budidaya tanaman, tur berkebun, paket pelajar, paket perusahaan, perkemahan, outbond, kultur jaringan tanaman, paket hiburan jeung rea deui. Sadaya paket-paket eta sengaja dijieun keur ngagampangkeun urang ngalakonan aktivitas salila aya di kebon nuah tropis nu panggedena di dunia ieu.
Bila Anda tertarik untuk mengunjungi Mekarsari, segeralah jadwalkan kunjungan Anda. Untuk lebih memberikan kenyamanan dan kepuasan, sebaiknya Anda konfirmasi terlebih dahulu melalui telepon, guna menda-patkan informasi yang cukup jelas mengenai fasilitas dan waktu yang tepat untuk berkunjung. Anda bisa menanyakan, tanaman apa saja yang sedang berbuah, karena tidak semua tanaman berbuah setiap saat secara bersamaan. Anda tentunya tidak mau kecewa dengan melihat tanaman yang ada di Mekarsari tanpa melihat buah-buah yang bergantungan.
Mun anjeun hoyong ka Mekarsari, buru-burujadwalkeun kunjungan anjeun. Keur mere kanyamanan jeung kapuasan, saena anjeun konfirmasi heula ngaliwatan telepon, pikeun meunangkeun informasi nu jentre ngeunaan fasilitas jeung waktu nu pas pikeun datang ka ieu tempat. Anjeun bisa nanyakeun, tanaman naon wae nu ker buahan, sabab teu sadaya tanaman buahan babarengan. Anjeun pasti teu hayang kaduhung mun ningal tutuwuhan nu aya di Mekarsari lamun teuningal bungbuahan nu tinggarantung.
Komo deui mun anjeun datang sacaar rombongan, tangtuna kedah konfirmasi heula supaya keur aya di lokasi, anjeun bakal ngarasa leuwih ngeunaheun, jeung nu pasti anjeun sareng rombongan bakal dibimbing ku petugas lapangan bari dibere katerangan ngeunaan fasilitas nu aya.
d. KEBUN RAYA BOGOR
Nalika VOC bangkrut di awal abad kasalapan welas, wewengkon nusantara dikawasaan ku Inggris nu dipingpin ku Gubernur jendral Thomas Rafless nu ngarenovasi Istana Bogor jeung ngawangun taneuh di sakurilingna jadi Kebun Raya (Botanical Garden). Di handapeun kapamingpinan Rafless, Bogor ge ditata jadi tempat pangreureuhan nu dipikawanoh ku ngaran Buitenzoorg nu dicokot tina ngaran salasahiji spesies palem
Kebun Raya Bogor diadegkeun dina taun 1817 nu lega daerahna 87 Ha kulantaran prakarsana Prof. Dr. Reinwadt, saurang ahli botani ti jerman. Koleksi di kebun raya Bogor diwangun ku tanaman tropis nu jenis tanamanan leuwih ti 20.000 tanaman nu kagolong dina 6.000 spesies. Hiji kebon panalungtikan gede nu aya di Kota Bogor, Indonesia. Legana nepi ka 80 hektar jeung miboga 15.000 jenis koleksi tatangkalan jeung tutuwuhan. Ayeuna Kebun Raya Bogor rame didatangan salaku tempat wisata, utamana poe sabtu jeung Minggu. Di sakuliah Kebun Raya Bogor aya sababaraha pusat-pusat paelmuan nyaeta Herbarium Bogoriense, Museum Zoologi, jeung IPB.

e. GUNUNG SALAK ENDAH
Jl. Ir. H. Juanda No. 13 Telp. (0251) 311362.
KawasanPuncak mangrupa kawasan primadona di Jawa Barat nepikeun ayeuna geus dijadikeun salasahiji ti “Seven Wonder of West Java”. Mung pamekaran kawasan ieu nu pesat pisan di hawatoskeun bakal aya dampak negatifna. Pamarentah Kabupaten Bogor hususna Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ayeuna keur ngaupayakeun jeung mulai ngembangkeun kawasan alternatif salaku daerah tujuan wisata. Salasahijina nyaeta Kawasan Gunung Salak Endah (GSE) nu aya di beulah barat Kota Bogor, GSE ieu aya di daerah kaki gunung salak. Di dieu loba objek alami nu bisa jadi daya tarik wisata, diantawisna :
f. WANA WISATA KAWAH RATU
Kawah Ratu aya di kawasan GSE nu jangkungna 1.338 m Dpl, nu suhuna antara 10-20 derajat C. Kawah ieu miboga daya tarik unik keur unggal pengunjung, nyaeta aktivitas geologina. Sapanjang poe kepundan ngagolak terus jeung ngaluarkeun gas alam Sulfat (H2S) nu bauna has, jeung kadang ngaluarkeun sorangaguruh, balukar ti semburan uap cai panas nu ngabentuk kabut.
g. CURUG SERIBU
Curug Seribu mangrupa curug nu pangendahna jeung pangmenarikna di kawasan wisata GSE, lokasina aya kirang langkung 7 km ti Loka Purna. Mun urang rek ka curug ieu, bakal katingal pemandangan alam nu endah jeung alami jeung miboga daya tarik sorangan keur nu ningalna. Curug Seribu luhurna leuwih ti 100 meter, jeung katingal endah jeung pihelokeun.
h. CURUG NGUMPET
Curug Ngumpet luhurna kirang langkung 45 meter, nu panorama alamna endah jeung asri. Pikeun ka objek wisata ieu, bisa didugdag ku jarak kirang langkung 38km ti Bogor. Mun ti Desa Gunung Sari bisa didugdag ku jarak kirang langkung 9 km nu dilajengkeun jalan satapak kirang langkung 200 meter.
i. CURUG CIGAMEA
Di kawasan GSE, Curug Cigamea tempatna teu jauh ti jalan ka Pasir Reungit, Kawah Ratu jeung ka Curug Seribu. Panoramana endah pisan kajeun teuing luhurna teu leuwih ti 50 meter. Kaayaankarasa alami jeung seger pisan keur dinikmatan. Ngagelebudna angin jeung ditambah ngereleknacai bakal nyieun betah aya di dieu.

j. KERAJINAN TANGAN
Di kawasan wisata GSE aya oge potensi kerajinan tangan nu kawilang loba jeung ragamna loba pisan, nyaeta seni nganyam ti awi nu aya di Kampung Cikoneng, pengrajin sapu injuk jeung steer racing beusi nu dimodifikasi ku kayu, pengrajin ieu bisa dipanggihan di Desa Pamijahan.
AKSES MENUJU GSE
Akses pikeun ka GSE nyaeta jalur Cemplang-Pamijahan-GSE, akses jalur ieu miboga jarak jeung waktu keur ngadugdagna ti jalan raya Bogor-Leuwiliang nu pangpondokna dibanding rilu alternatif lianna, (Cikampek-GSE-Cibatok jeung Tamansari-Gunung Bunder-GSE). Kaayaan fisik jalan nu nungawengku kontur, lempeng jeung lebarna jalan kitudeui lahan pamekaran sacara umum leuwih memadai dibanding alternatif liana.
Potensi objek wisata alam di kawasan GSE ieu tangtuna bakal leuwih dioptimalkeun pengelolanna kukituna dipiharep mampuh ngaronjatkeun minat wisatawan pikeun datang ka kawasan ieu. Nepi ka Kawasan Gunung Salak Endah jadi objek wisata primadona keur wisatawan jeung jadi wisata alternatif salian Kawasan Puncak Bogor. Anjeun hoyong wisata alternatif salian Puncak? Gunung Salak Endah pilihan nu pas salaku daerah tujuan wisata alternatif.
k. CILEMBER
Desa Jogjogan, Cisarua - Bogor
KPH Bogor: Jl. Desa Tengah Komplek Perkantoran Pemda, Cibinong - Bogor
Phone: 021- 8790726 Fax. 021-8756159
Curug Cilember berlokasi di daerah Bogor. Tepatnya berada di Desa Jogjogan Keca-matan Cisarua, 20 Km dari Bogor. Bila me-ngendarai mobil dari Jakarta bisa ditempuh dalam waktu 1,5 jam.
Curug Cilember lokasina di daerah Bogor. Tepatna aya di Desa Jogjogan Kecamatan Cisarua, 20 km ti Bogor. Mun naek mobil ti Jakarta bisa diudagdina 1,5 jam.
Seueur nu can nyaho kaayaan jeung kaendahan ti Curug Cilember ieu. Padahal Curug Cilember miboga daya tarik sorangan, ku kasejukan alamna nu karasa seger jeung alami. Mun geus deukeut area wisata Curug Cilember, urang geus bisa ngarasakeun kaayaankasejukan jeung kasegeran, dibarung ku ngereleknacai nu siga musik nu merdu, ditambah jeung panorama alam nu endah pisan.
Kahadean alam, jeung kembang anggrek nu mincut hatepisanboh nu alami boh nu hasil silang milu mapagkeun kadatanganurang. Urang bisa nyakseni kaendahan 12 spesies satwa kupu-kupu di taman bunga. Satwa ieu dipelihara jeung dijaga.
Di dieu ge aya laboratorium penangkaran kupu-kupu nu bakal ngalengkepan pangaweruh urang ngeunaan satwa kupu-kupu ti rupa-rupa jenis. Salian ti eta, di dieu ge nyayagikeun Camping Ground keur urang mun hoyong urang leleson sateuacan ngalanjutkeun perjalanan ka objek utama Curug Cilember
Keur urang nu hoyong ngawengi di dieu, aya fasilitas pamondokan nu aya di antara tatangkalan pinus. Salasahiji objek nu mincut hate di dieu nyaeta ayana tujuh (7) curug berurutan nu caina herang, seger ngocor nepi ka walungan Cilember, Cisarua. Kabeh bisa urang asaan ku cara leumpang nanjak dina sela-sela tangkal pinus. Keur nepi ka curug nu katujuh nu didugdag kurangleuwih 3 jam ku cara leumpang.
Keur urang nu mobiga hobi hiking atawa tracking, sanggeus ngaliwatan katujuh curug tadi urang bisa neruskeun pilamphan ku cara norobos leuweung pinus. Urang bisa nyakseni kaendahan leuweung pinus nu alami pisan. Eta teh pangalaman endah nu moal bisa dipohokeun. Ajak kulawarga urang pikeun nyakseni kaendahan Curug Cilember.

























BAB III
PANUTUP

Sakieu dayeuh Bogor teh. Geuningan seueur sajarah Dayeuh Bogor teh. Sunda teh geuningan teu ngan saukur katelah someahna hungkul. Namung pami di tilik Sajarahna, kacida seueurna.
Tah kasimpulan ti ieu makalah teh nyaeta, dayeuh Bogor teh mangrupa Puseur Dayeuh ti Pakuan Pajajaran, nu ayeuna Bogor teh mangrupa sirung Pajajaran. Seueur karya nu dihasilkeun ti ieu tempat nu sok katelahna kota hujan tea.
Kitu oge seueur data ngeunaan Karajaan – Karajaan sateuacan Karajaan Pajajaran nu aya di dayeuh Bogor. Salian ti eta, pesona jeung kaendahan nu nyampak dina alam kasundaan oge aya di Bogor nu kacida sohorna. Mangga diantos kana kasumpinganna di Bogor Bumi Paniisan jeung Bumi Siliwangi.















DAPTAR PUSTAKA

Danasasmita, S.(1983). Sejarah Bogor, Bogor: Paguyuban Pasundan Cabang Kodya Bogor.
Danasasmita, S.(1984). Tokoh Prabu Siliwangi, Bogor: Makalah.
Danasasmita, S.(1981). Hasil Penelitian Situs Prasati Batu Tulis, Bogor: Makalah.
Holle, K.F.(1869). The Batoe-Toelis te Buitenzorg, TBG deel 17.
Iskandar, Y.(1997). Sejarah Jawa Barat, Bandung: CV. Geger Sunten.
Plyete, C.M. (1911). Het Jaartal op den Batoe Toelis nabij Buitenzorg, TBG deel 53.
Poerbatjaraka, R.N.(1921). De Btaoe Toelis te Buitenzorg, TBG deel 59.
Media Elektronik :
www.bogorkab.go.id
www.google.com
www.kotabogor.go.id
www.wikipedia.com